Khutbah Pertama
إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. أَشْهَدُ أَنَّ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ
اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى نَبِيِّنَا وَرَسُوْلِنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى ا للهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ
يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمْ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيراً وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَتَسَاءَلُونَ بِهِ وَالأَرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيباً
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا ، يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا
أَمَّا بَعْدُ
Bulan Muharram Awal Tahun Hijriah
Jamaah Jumat rahimakumullah,
Saat ini kita sudah memasuki bulan Muharram. Berarti kita sudah masuk ke tahun baru hijriyah menurut kalender Islam. Kalender Islam yang penghitungannya berdasarkan perputaran bulan dimulai dengan bulan Muharram.
Oleh karena kita telah memasuki bulan pertama di tahun baru Islam, maka hendaklah kita membuka tahun baru kita ini dengan ketakwaan dan keshalihan. Tak lupa kita harus merasa menyesal dan bertaubat atas berlalunya waktu di tahun kemarin yang tidak diisi dengan ketaatan kepada Allah sehingga kita tidak mendapatkan keberuntungan pada waktu-waktu tersebut dan tidak pula keridhaan Allah Ta’ala.
Tahun yang telah berlalu kemarin bisa menjadi saksi yang membela kita dan bisa pula menjadi saksi yang memberatkan kita di akhirat nanti.
Oleh karenanya, marilah kita mengambil bekal yang cukup, kita persiapkan jawaban yang memadai dan memperbanyak kebaikan pada umur kita yang tersisa, untuk menutupi berbagai kekurangan dan ketergelinciran di masa lalu, sebelum habis jatah umur kita dan datang malaikat maut untuk menjemput kita.
Keutamaan Bulan Muharram
Jamaah Jumat rahimakumullah,
Di antara nikmat Allah Ta’ala kepada para hamba-Nya adalah Allah mengukuhkan musim-musim kebaikan untuk mereka sebagai bentuk penyempurnaan pahala mereka dan menambah banyak anugerah Allah bagi mereka.
Oleh karena itu, saat musim haji yang diberkahi sudah berlalu, datanglah bulan yang mulia yaitu bulan Allah, Syahrullah Muharam. Bulan Muharram merupakan bulan yang penuh berkah dan keutamaan. Di antara keutamaannya adalah:
1. Bulan Muharram termasuk salah satu dari bulan Haram yang dimuliakan oleh Allah Ta’ala.
Allah Ta’ala berfirman,
إِنَّ عِدَّةَ الشُّهُورِ عِنْدَ اللَّهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِي كِتَابِ اللَّهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ۚ ذَٰلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ ۚ فَلَا تَظْلِمُوا فِيهِنَّ أَنْفُسَكُمْ ۚ وَقَاتِلُوا الْمُشْرِكِينَ كَافَّةً كَمَا يُقَاتِلُونَكُمْ كَافَّةً ۚ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ مَعَ الْمُتَّقِينَ
Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu, dan perangilah kaum musyrikin itu semuanya sebagaimana mereka pun memerangi kamu semuanya, dan ketahuilah bahwasanya Allah beserta orang-orang yang bertakwa. [At-Taubah- 36]
Imam Ibnu Katsir rahimahullah menerangkan tentang ayat ini dalam tafsirnya sebagai berikut:
“Allah memberitahukan bahwa bilangan bulan pada sisinya adalah dua belas bulan sejak Dia menciptakan langit dan bumi.” Kemudian di bagian lain dari tafsir ayat ini beliau menjelaskan:
”Dari dua belas bulan dalam setahun itu terdapat empat bulan haram. Orang-orang haram melakukan peperangan di dalamnya. Orang-orang Arab pada masa jahiliyah sangat menghormati keharaman bulan-bulan tersebut.
Tiga di antaranya terletak berurutan, yaitu bulan Dzulqa’dah, Dzulhijjah dan Muharram, dengan maksud demi kepentingan ibadah haji. Sehingga masyarakat Arab bisa melaksanakan Haji dan Umrah dengan mudah dan aman.
Satu bulan sebelum musim haji, Dzulqa’dah. Satu bulan untuk pelaksanaan haji, Dzulhijjah. Dan satu bulan lagi setelah bulan haji, Muharram. Sehingga mereka dapat kembali ke daerah asal mereka dengan aman setelah melakukan ibadah haji.
Sedangkan yang keempat adalah bulan Rajab. Disebut juga dengan istilah Rajab Al-Fard (sendirian). Sebab, ia terletak sendiri antara bulan-bulan yang bukan termasuk bulan Haram. Disebut juga dengan Rajab Mudhar untuk mempertegas keharamannya sebab Suku Mudhar memang sangat menghormati keharaman bulan ini.
Allah Ta’ala berfirman: فَلَا تَظْلِمُوا فِيهِنَّ أَنْفُسَكُمْ ( maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu). Janganlah kalian menzhalimi diri sendiri dalam bulan-bulan haram. Dan janganlah kalian menciptakan peperangan di dalamnya.
Kezhaliman tidak hanya dilarang di bulan Haram tetapi di sepanjang tahun dan masa. Akan tetapi, dosa kezhaliman yang dilakukan di bulan-bulan haram lebih buruk dan lebih berat daripada bulan-bulan lainnya.
Ini seperti larangan berbuat maksiat di Masjidil Haram. Allah Ta’ala berfirman,
إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا وَيَصُدُّونَ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ وَالْمَسْجِدِ الْحَرَامِ الَّذِي جَعَلْنَاهُ لِلنَّاسِ سَوَاءً الْعَاكِفُ فِيهِ وَالْبَادِ ۚ وَمَنْ يُرِدْ فِيهِ بِإِلْحَادٍ بِظُلْمٍ نُذِقْهُ مِنْ عَذَابٍ أَلِيمٍ
Sesungguhnya orang-orang yang kafir dan menghalangi manusia dari jalan Allah dan Masjidilharam yang telah Kami jadikan untuk semua manusia, baik yang bermukim di situ maupun di padang pasir dan siapa yang bermaksud di dalamnya melakukan kejahatan secara zalim, niscaya akan Kami rasakan kepadanya sebahagian siksa yang pedih. [Al-Hajj: 25]
Perbuatan maksiat adalah haram dan terlarang secara mutlak di mana pun tempatnya. Akan tetapi, perbuatan maksiat di Masjidil Haram jauh lebih berat nilai kejahatannya. Maka dari itu, dosa perbuatan maksiat di Masjidil Haram dilipatgandakan.
Abdullah bin ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma berkata,”Janganlah kalian menzhalimi diri sendiri dalam semua bulan sepanjang tahun. Allah kemudian memilih empat dari bulan-bulan yang ada dan menjadikannya sebagai bulan haram.
Allah menekankan keharamannya, menjadikan perbuatan dosa yang dilakukan di dalamnya lebih besar dan menjadikan pahala amal shalih yang dikerjakan di dalamnya juga lebih besar.”
Dalam sebuah hadits dari Abu Bakrah radhiyallahu ‘anhu, disebutkan bahwa Nabi ﷺ berkhutbah dalam hajinya, beliau bersabda,
السَّنَةُ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ثَلَاثَةٌ مُتَوَالِيَاتٌ: ذُو الْقَعْدَةِ وَذُو الْحِجَّةِ وَالْمُحَرَّمُ، وَرَجَبُ مُضَرَ الَّذِي بَيْنَ جُمَادَى وَشَعْبَانَ
”Satu tahun itu dua belas bulan. Di antara bulan-bulan itu ada empat bulan haram. Tiga bulan dari bulan haram itu berurutan yaitu Dzulqa’dah, Dzulhijjah dan Muharram lalu Rajab Mudhar yang terletak di antara Jumada dan Sya’ban.” [Hadits riwayat Al-Bukhari]
Abdurrahman An-Nahdi berkata, ”Mereka (kaum Salaf) dahulu mengagungkan tiga jenis sepuluh hari, yaitu 10 hari terakhir bulan Ramadhan, 10 hari pertama bulan Dzulhijjah dan 10 hari pertama bulan Muharram.” [Lathaif: 84]
Di dalam Tafsir Fathul Qadir (5/429 ) disebutkan bahwa Qatadah rahimahullah berkata,”
إن الفجر الذي أقسم الله به في أول سورة الفجر هو فجر أول يوم من المحرم تنفجر منه السَنة». [فتح القدير:5/429].
”Sesungguhnya Al-Fajr yang Allah terlah bersumpah dengannya di awal surat Al-Fajr adalah fajar hari pertama bulan Muharram yang darinya tahun muncul keluar.”
Sebagian Ahli ilmu berpendapat bahwa bulan haram yang paling utama adalah bulan Muharram. Al-Hasan Al-Bashri rahimahullah, seorang tokoh ulama Tabi’in berkata,
إن الله افتتح السنة بشهر حرام، وختمها بشهر حرام، فليس شهر في السنة، بعد شهر رمضان أعظم عند الله من المحرم
”Sesungguhnya Allah membuka tahun dengan bulan haram dan menutupnya dengan bulan haram dan tidak ada bulan dalam satu tahun setelah bulan Ramadhan yang lebih utama dari bulan Muharram di sisi Allah.”
2. Nama bulan ini disandarkan kepada Allah, yaitu Syahrullah Al-Muharram.
Hal ini sebagaimana dalam hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, bahwa Nabi ﷺ bersabda,
أَفْضَلُ الصِّيَامِ بَعْدَ رَمَضَانَ شَهْرُ اللَّهِ الْمُحَرَّمُ» [رواه مسلم]
”Puasa yang paling utama setelah Ramadhan adalah Syahrullah (bulan Allah) Muharram.” [Hadits riwayat Muslim]
Penyandaran bulan Muharram kepada Allah Ta’ala menunjukkan kemuliaan dan keutamaannya. Sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak menyandarkan kepada diri-Nya kecuali makhluk-makhluknya yang sangat khusus.
Sebagaimana disandarkannya Nabi Muhammad, Ibrahim, Ishaq, Ya’qub dan para Nabi lainnya kepada penghambaan kepada-Nya. Demikian pula disandarkan kepada Allah rumah-Nya dan unta-Nya. Hal ini sebagaimana dalam firman-Nya,
وَيَا قَوْمِ هَٰذِهِ نَاقَةُ اللَّهِ لَكُمْ آيَةً فَذَرُوهَا تَأْكُلْ فِي أَرْضِ اللَّهِ وَلَا تَمَسُّوهَا بِسُوءٍ فَيَأْخُذَكُمْ عَذَابٌ قَرِيبٌ
Hai kaumku, inilah unta betina dari Allah, sebagai mukjizat (yang menunjukkan kebenaran) untukmu, sebab itu biarkanlah dia makan di bumi Allah, dan janganlah kamu mengganggunya dengan gangguan apa pun yang akan menyebabkan kamu ditimpa azab yang dekat.” [Hud: 64]
3. Disunnahkan memperbanyak puasa sunnah di bulan Muharram
Hal ini sebagaimana disebutkan dalam hadits yang diriwayatkan Muslim tadi,
أَفْضَلُ الصِّيَامِ بَعْدَ رَمَضَانَ شَهْرُ اللَّهِ الْمُحَرَّمُ» [رواه مسلم]
”Puasa yang paling utama setelah Ramadhan adalah Syahrullah (bulan Allah) Muharram.” [Hadits riwayat Muslim]
4. Allah menyelamatkan Musa dan Bani Israil dari Fir’aun dan kaumnya di bulan Muharram.
Hal sebagaimana dalam riwayat dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, dia berkata,”Nabi ﷺ memasuki Madinah lalu melihat orang-orang Yahudi berpuasa pada hari ‘Asyura (10 Muharram). Maka beliau bertanya,”Apa ini?”
Mereka menjawab,”Ini hari baik. Allah menyelamatkan Bani Israel dari musuh mereka maka Musa berpuasa pada hari ini sebagai syukur kepada Allah.” Nabi ﷺ bersabda,”Aku lebih berhak atas Musa dibandingkan kalian. Kami berpuasa pada hari ‘Asyura sebagai bentuk penghormatan terhadap hari tersebut.” Beliau kemudian berpuasa pada hari tersebut dan memerintahkan untuk berpuasa.” [Hadits riwayat Al-Bukhari dan Muslim dan yang lainnya]
Amalan Sunnah Bulan Muharram
Jamaah Jumat rahimakumullah,
Bila bulan Muharram adalah bulan mulia dan penuh keutamaan, lantas apakah amalan yang paling utama yang selayaknya banyak dilakukan di bulan ini? Bila mengacu kepada hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, bahwa Nabi ﷺ bersabda,
أَفْضَلُ الصِّيَامِ بَعْدَ رَمَضَانَ شَهْرُ اللَّهِ الْمُحَرَّمُ» [رواه مسلم]
”Puasa yang paling utama setelah Ramadhan adalah Syahrullah (bulan Allah) Muharram.”
Berarti amalan yang paling utama untuk dilakukan dan diperbanyak adalah berpuasa. Oleh karenanya, setiap Muslim yang mampu berpuasa hendaknya memperbanyak puasa sunnah di bulan Muharram.
Sebagai pengingat tentang keutamaan puasa sunnah, berikut ini adalah beberapa hadits yang bisa mendorong kita untuk menguatkan tekad melakukannya. Dari Abu Sa’id Al-Khudri radhiyallahu ‘anhu bahwa Nabi ﷺ bersabda,
ما من عبدٍ يصومُ يومًا في سبيلِ اللَّهِ عزَّ وجلَّ ، إلَّا بعَّدَ اللَّهُ عزَّ وجلَّ بذلِكَ اليومِ وجهَهُ عنِ النَّارِ ، سبعينَ خريفًا
”Tidak seorang hamba pun yang berpuasa sehari di jalan Allah ‘Azza wa Jalla, kecuali Allah ‘Azza wa Jalla menjauhkan wajahnya dari neraka dengan puasa sehari tersebut sejauh 70 tahun.” [Hadits riwayat Al-Bukhari (2840), Muslim (1153) dan An-Nasa’i (2248)]
Penjelasan tentang kandungan makna dari hadits ini dalam Al-Mausu’ah Al-Haditsiyah disebutkan:
”Pengertian dari berpuasa di jalan Allah adalah ketika sedang berjihad dalam arti berperang. Kecuali orang yang berpuasa itu khawatir menjadi lemah saat bertemu dengan musuh maka tidak berpuasa adalah lebih utama baginya untuk memperkuat tubuhnya dalam berperang.
Ada ulama yang berpendapat lain bahwa yang dimaksud dengan “ di jalan Allah” adalah mengikhlaskan puasa hanya untuk Allah ‘Azza wa Jalla semata meskipun tidak sedang berjihad. Nabi ﷺ menyebutkan bahwa Allah ‘Azza wa Jalla menjanjikan orang yang berpuasa di jalan Allah akan dijauhkan antara dirinya dengan neraka sejauh 70 kharif ( musim (dingin)), maksudnya 70 tahun karena setiap berlalu kharif maka telah selesailah satu tahun.
Hal ini menunjukkan jauhnya neraka dari mujahid yang berpuasa atau orang berpuasa yang hanya mengharap pahala dari Allah ‘Azza wa Jalla.”
Dalam bulan Muharram terdapat sebuah puasa sunnah yang sangat ditekankan untuk dilakukan karena keutamaannya yang begitu besar yaitu puasa Asyura’. Rasulullah ﷺ bersabda,
صِيَامُ يَوْمِ عَاشُورَاءَ أَحْتَسِبُ عَلَى اللَّهِ أَنْ يُكَفِّرَ السَّنَةَ الَّتِي قَبْلَهُ [رواه مسلم].
”Puasa pada hari ‘Asyura, aku berharap kepada Allah Agar Allah menghapus (dosa) tahun yang sebelumnya.” {Hadits riwayat Muslim]
Puasa satu hari yang tidak lebih dari 15 jam bisa menghapus dosa selama satu tahun penuh. Ini merupakan rahmat dan kelembutan Allah Ta’ala kepada kita. Lantas, dosa apakah yang akan terhapus oleh puasa ‘Asyura’?
Para ahli ilmu mengatakan bahwa dosa yang akan dihapus oleh puasa ‘Asyura adalah dosa-dosa kecil saja bukan dosa-dosa besar. Dosa-dosa besar itu tidak akan bisa terhapus kecuali melalui taubat nasuha yang diterima oleh Allah Ta’ala. Hal ini sebagaimana ditegaskan oleh para ulama yang melakukan penelitian dalam persoalan ini seperti Imam An-Nawawi dan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah.
Mengenai pelaksanaan puasa ‘Asyura, disunnahkan agar tidak pas tanggal 10 Muharram saja agar tidak menyerupai orang Yahudi kecuali memang tidak memungkinkan karena suatu sebab tertentu.
Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma berkata,”Pada saat Nabi ﷺ mengerjakan puasa ‘Asyura dan memerintahkan kaum Muslimin untuk mengerjakannnya, ada yang berkata kepada Rasulullah ﷺ: “Wahai Rasulullah, itu adalah hari yang diagungkan oleh orang-orang Yahudi dan Nashara.”
Maka Nabi ﷺ bersabda,
إِذَا كَانَ الْعَامُ الْمُقْبِلُ – إِنْ شَاءَ اللَّهُ – صُمْنَا الْيَوْمَ التَّاسِعَ
”Untuk tahun depan, insya Allah kita akan berpuasa juga pada hari kesembilan.”
Ibnu ‘Abbas berkata,”Tahun yang akan datang belum tiba, namun Rasulullah ﷺ telah meninggal dunia.” [Hadits riwayat Muslim]
Dalam riwayat Ahmad, Rasulullah ﷺ bersabda,
صُومُوا يَوْمَ عَاشُورَاءَ, وَخَالِفُوا الْيَهُودَ صُومُوا يَوْمًا قَبْلَهُ أَوْ يَوْمًا بَعْدَهُ
”Berpuasalah pada hari ‘Asyura (10 Muharram) dan selisihilah orang-orang Yahudi. Berpuasalah sehari sebelumnya atau sehari sesudahnya.”
Rasulullah ﷺ ingin menjauhkan orang-orang Muslim dari menyerupai orang kafir dan menginginkan kemuliaan bagi kaum Muslimin. Rasulullah ﷺ menginginkan kita memang berbeda dari orang-orang kafir.
Umat Islam adalah umat yang diikuti bukan mengikuti. Islam menghendaki agar kita memiliki kekhasan dalam perilaku, penampilan dan ibadah dan juga memiliki kepribadian istimewa sebagai kaum Muslimin yang dibangun di atas kemuliaan karena iman.
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ, وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ, وَتَقَبَّلَ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ. أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَاسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ فَاسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ
Khutbah Kedua
اَلْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِيْ كَانَ بِعِبَادِهِ خَبِيْرًا بَصِيْرًا، تَبَارَكَ الَّذِيْ جَعَلَ فِي السَّمَاءِ بُرُوْجًا وَجَعَلَ فِيْهَا سِرَاجًا وَقَمَرًا مُنِيْرًا. أَشْهَدُ اَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وأَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وُرَسُولُهُ الَّذِيْ بَعَثَهُ بِالْحَقِّ بَشِيْرًا وَنَذِيْرًا، وَدَاعِيَا إِلَى الْحَقِّ بِإِذْنِهِ وَسِرَاجًا مُنِيْرًا
اللهم صل و سلم على هذا النبي الكريم و على آله و أصحابه و من تبعهم بإحسان إلى يوم الدين. أما بعد
Mitos Bulan Muharram Tidak Sesuai Sunnah
Jamaah Jumat rahimakumullah,
Sebagian kaum Muslimin di Indonesia, masih ada yang meyakini bahwa bulan Muharram itu adalah bulan yang membawa sial atau malapetaka.
Keyakinan ini hanya berdasarkan cerita turun temurun tanpa ada sumber yang jelas. Meskipun tidak jelas sumbernya, namun sebagian dari masyarakat Muslim memiliki keyakinan yang sangat kuat tentang hal tersebut.
Akibatnya, mereka enggan atau bahkan sampai tingkat takut untuk menyelenggarakan pesta pernikahan atau acara hajatan penting lainnya di bulan ini karena khawatir tertimpa malapetaka atau musibah yang tidak diinginkan.
Dalam Islam hal ini termasuk kategori tathayyur atau thiyarah yaitu merasa bernasib sial karena sesuatu. Imam Ibnu Qayyim rahimahullah (wafat th. 751 H) berkata, “Dahulu, mereka (bangsa Arab sebelum Islam) biasa menerbangkan atau melepas burung, jika burung itu terbang ke kanan, maka mereka menamakannya dengan ‘saaih’, bila burung itu terbang ke kiri, mereka namakan dengan ‘baarih’.
Kalau terbangnya ke depan disebut ‘nathih’, dan bila ke belakang, maka mereka menyebutnya ‘qaid’. Sebagian kaum bangsa Arab menganggap sial dengan ‘baarih’ (burungnya terbang ke kiri) dan menganggap mujur dengan ‘saaih’ (burungnya terbang ke kanan) dan ada lagi yang berpendapat lain.” [Miftaah Daaris Sa’aadah 3/268-269]
Hal ini sangat dilarang dalam syariat. Rasulullah ﷺ bersabda,
. اَلطِّيَرَةُ شِرْكٌ، اَلطِّيَرَةُ شِرْكٌ، اَلطِّيَرَةُ شِرْكٌ، وَمَا مِنَّا إِلاَّ، وَلَكِنَّ اللهَ يُذْهِبُهُ بِالتَّوَكُّلِ
“Thiyarah itu syirik, thiyarah itu syirik, thiyarah itu syirik dan tidak seorang pun kecuali terkena thiyarah ini. Hanya saja Allah menghilangkannya dengan tawakkal.”
[Hadits riwayat Abu Dawud (3910), At-Tirmidzi (1614), Ibnu Majah (3538) dan Ahmad (3687)]
Dalam Al-Mausu’ah Al-haditsiyyah dijelaskan bahwa dalam hadits ini Nabi ﷺ memperingatkan kita dari Thiyarah. Thiyarah itu syirik karena ia memang merupakan perbuatan orang-orang musyrik. Selain itu, thiyarah juga merupakan bentuk buruk sangka kepada Allah Azza wa Jalla.
Dalam hadits tersebut dikatakan bahwa tidak seorang pun kecuali terkena thiyarah ini akan tetapi Allah ‘Azza wa Jalla menghilangkan dari orang tersebut perbuatan yang merupakan kebiasaan orang-orang jahiliah dengan bertawakal kepada Allah semata.
Selain itu juga dengan melakukan sebab-sebab yang harus dilakukan kemudian menyerahkan urusan itu kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dialah yang menentukan takdirnya sesuai kehendak-Nya dengan cara yang Dia kehendaki.”
Dalam hadits riwayat Al-Bukhari dan Muslim yang telah kami sampaikan di khutbah pertama yang menceritakan saat pertama kali Nabi ﷺ melihat orang-orang Yahudi berpuasa pada hari ‘Asyura jelas disebutkan bahwa sebabnya adalah mereka berpuasa untuk mengagungkan hari dimana Nabi Musa dan Bani Israel diselamatkan oleh Allah Ta’ala dari kejahatan Firaun dan kaumnya dengan menenggelamkan mereka di laut setelah berusaha mengejar Nabi Musa ‘alaihis salam dan para pengikutnya dari Bani Israel.
Andai mitos ini benar tentu kemenangan besar karena pertolongan Allah Ta’ala itu tidak akan pernah terjadi. Dan memang, selalunya mitos itu bertentangan dengan syariat Islam yang lurus dan akal yang sehat.
Semoga Allah Ta’ala menjauhkan diri kita, kelaurga kita dan semua kaum Muslimin dari mitos-mitos yang menyesatkan semacam ini.
Doa Penutup
Demikian khutbah yang bisa kami sampaikan tentang bulan Muharram. Semoga memberikan tambahan pengetahuan yang bermanfaat. Bila ada kebenaran di dalamnya maka itu dari rahmat Allah semata.
Dan bila ada kesalahan dan kekeliruan, maka itu dari kami dan dari setan. Allah dan rasul-Nya berlepas diri darinya. Semoga Allah berkenan mengampuni semua kesalahan kami dan kaum Muslimin.
Marilah kita akhiri khutbah kali ini dengan berdoa kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.
اِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِىْ يَاَ يُّهَاالَّذِيْنَ آمَنُوْاصَلُّوْاعَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ
اللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالمسْلِمَاتِ وَالمؤْمِنِيْنَ وَالمؤْمِنَاتِ الأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالأَمْوَاتِ إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعْوَةِ
اللَّهُمَّ أَلِّفْ بَيْنَ قُلُوبِنَا، وَأَصْلِحْ ذَاتَ بَيْنِنَا، وَاهْدِنَا سُبُلَ السَّلَامِ، وَنَجِّنَا مِنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّورِ، وَجَنِّبْنَا الْفَوَاحِشَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ، وَبَارِكْ لَنَا فِي أَسْمَاعِنَا، وَأَبْصَارِنَا، وَقُلُوبِنَا، وَأَزْوَاجِنَا، وَذُرِّيَّاتِنَا، وَتُبْ عَلَيْنَا إِنَّكَ أَنْتَ التَّوَّابُ الرَّحِيمُ، وَاجْعَلْنَا شَاكِرِينَ لِنِعَمِكَ مُثْنِينَ بِهَا عَلَيْكَ، قَابِلِينَ لَهَا، وَأَتِمِمْهَا عَلَيْنَا
رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا
اللَّهُمَّ إنَّا نَسْأَلُكَ الهُدَى ، والتُّقَى ، والعَفَافَ ، والغِنَى
رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ
وَصَلَّى اللهُ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ و َمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدّيْن
وَآخِرُ دَعْوَانَا أَنِ الْحَمْدُ لله رَبِّ الْعَالَمِيْنَ
Baca Juga Tentang Khutbah Jum’at:
– Materi Khotbah Jum’at Lengkap
– Khutbah Jumat Bulan Shafar
– Khutbah Jumat Tentang Mensyukuri Kemerdekaan