Hukum Memberi Garis Shaf Untuk Meluruskan Jama’ah Shalat di Masjid

Banyak masjid yang di dalamnya terdapat garis shaf lurus untuk memberi tanda kepada Jamaah masjid tentang posisi barisan shalat agar lurus dan mengarah ke kiblat. Biasanya ini di masjid yang tidak menggunakan karpet.

Garis itu ada yang permanen memakai keramik, ada pula yang memakai lakban atau yang lainnya. Apa hukum membuat garis shaf lurus sebagai tanda shaf di masjid?

Sebagian kalangan menilai ini merupakan perbuatan bid’ah, semata karena tidak pernah dipraktekkan oleh Nabi ﷺ dan para sahabat.

Tulisan ini – yang merujuk kepada keterangan Syaikh Muhammad bin Shalih Al Munajjid – hendak menjelaskan status hukumnya agar kita tidak terperangkap kepada kesalahan dalam mengkategorikan suatu perbuatan ke dalam bid’ah tanpa argumentasi yang benar dan kuat.

Perintah Meluruskan Shaf

Perintah untuk meluruskan shaf terdapat dalam banyak hadits dan terkenal. Diantaranya sabda Beliau ﷺ:

سَوُّوا صُفُوفَكُمْ فَإِنَّ تَسْوِيَةَ الصُّفُوفِ مِنْ إِقَامَةِ الصَّلاةِ

“Luruskan shaf-shaf kalian, karena lurusnya shaf merupakan bagian dari mendirikan shalat.” [Hadits riwayat Al-Bukhari no. 723 dan Muslim no. 433 dari hadits Anas radhiallahu’anhu.]

Hadits ini sering diucapkan para imam masjid setelah jam masjid digital berbunyi dan imam siap untuk mendirikan shalat untuk meluruskan shaf para jama’ah.

Juga hadits berikut:

Rasulullah ﷺ bersabda:

لَتُسَوُّنَّ صُفُوفَكُمْ أَوْ لَيُخَالِفَنَّ اللَّهُ بَيْنَ وُجُوهِكُمْ

“Hendaklah kalian betul-betul luruskan shaf-shaf kalian atau Allah benar – benar akan menjadikan berselisih di antara wajah-wajah kalian.” [Hadits riwayat Al-Bukhari no. 717 dan Muslim no. 436 dari hadits Nu’man bin Basyir radhiallahu’anhu.

Hukum Meluruskan Shaf dalam Shalat

Sebagian ahli ilmu berpendapat akan wajibnya meluruskan shaf, karena Nabi ﷺ ketika melihat orang menonjolkan dadanya beliau ﷺ bersabda:

عباد الله ، لتسون صفوفكم أو ليخالفن الله بين وجوهكم

“Wahai hamba Allah, akan kamu luruskan shaf-shaf kamu semua atau Allah akan menjadikan berselisih di antara wajah-wajah (berselisih hati-hati )kalian.”

Ini adalah ancaman, dan tidak ada ancaman melainkan dikarenakan melakukan yang haram atau meninggalkan yang wajib. Pendapat yang mengatakan wajibnya meluruskan shaf adalah pendapat yang kuat. [Dari kitab Fatawa Syaikh Ibnu ‘Utsaimin, juz 13, soal no. 375.]

Hukum Membuat Garis Shaf Lurus Sebagai Tanda Shaf di Masjid

Hukum Membuat Garis Lurus untuk shaf di masjid
Ilustrasi Garis Lurus untuk Shaf dengan Keramik Sumber: Bisnis.com

Seyogyanya imam sholat memerintahkan kepada jamaah shalat untuk meluruskan (shaf) dan membuat kesepakatan dengan mereka tentang hal itu.

Adapun masalah menaruh garis di atas alas atau sajadah untuk membantu meluruskan shaf, tidak ada masalah dalam hal ini dan itu bukan termasuk bid’ah.

1. Fatwa Al Lajnah Ad Daimah Lil Buhuts Al-Ilmiyyah wal Ifta’

Al-Lajnah Ad-Daimah Lil Ifta’ ditanya:

“Apa hukum membuat garis di atas alas atau sajadah di masjid karena melihat kiblat sedikit melenceng, dengan tujuan untuk mengatur shaf?

Al Lajnah Ad Daimah menjawab, “Hal itu tidak mengapa (dilakukan), jika mereka shalat dalam keadaan seperti itu tanpa garis juga tidak mengapa, karena kemiringan yang sedikit itu tidak berpengaruh baginya.”

Syaikh Abdul Aziz bin Baz, Syaikh Abdurrazzaq ‘Afifi. [Fatawa Al-Lajnah Ad-Daimah, 6/315]

2. Penjelasan Syaik Abdurrazaq ‘Afifi

Syekh Abdurrazzaq Afifi rahimahullah ditanya tentang hukum membuat garis di masjid untuk meluruskan shaf. Beliau menjawab, “Kalau orang-orang tidak bisa lurus shafnya kecuali dengan garis itu, maka tidak mengapa.

Atau masjid telah dibangun dalam keadaan melenceng dari kiblat dan shaf-shaf di masjid itu tidak lurus kecuali dengan membuat garis, maka hal itu tidak mengapa insyâallâh. Selesai dari kitab ‘Fatâwa Wa Rasâil Syekh Abdurrazzâq Afifi, hal. 412.

3. Penjelasan Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin

Syaikh Ibnu ‘Utsaimin rahimahullah berkata, “Bid’ah adalah beribadah kepada Allah Azza wa Jalla dengan cara selain apa yang telah disyariatkan. Berdasarkan hal ini, maka bid’ah itu tidak masuk ke perkara-perkara selain ibadah.

Namun hal-hal baru dalam masalah dunia itu dilihat dulu, apakah ia halal atau haram. Tidak dikatakan itu bid’ah. Jadi, bid’ah syar’iyyah adalah seseorang beribadah kepada Allah Ta’ala dengan selain apa yang telah disyariatkan. Inilah yang dinamakan dengan bid’ah secara syar’i.

Sementara bid’ah dalam masalah dunia, sesungguhnya ia meskipun dinamakan dengan bid’ah dari tinjauan Bahasa Arab, namun ia bukan bid’ah agama.

Dalam arti, ia tidak dihukumi dengan dengan diharamkan atau dihalalkan, tidak juga dengan wajib dan mustahab, kecuali jika dalil-dalil syar’i menuntut hal itu.

Berdasarkan hal ini, produk-produk baru yang dibuat manusia pada masa kini yang membantu merealisasikan ibadah, maka kita tidak mengatakan bahwa itu bid’ah meskipun dahulu belum ada. Sebagai misal adalah pengeras suara.

Dahulu pengeras suara belum ada pada masa Nabi ﷺ, akan tetapi dibuat pada masa kini. Hanya saja ada maslahat agama pada pengeras suara. Ia menyampaikan shalat imam, bacaan imam dan khutbahnya kepada orang banyak.

Begitu juga dalam perkumpulan-perkumpulan ceramah Islam (pengajian). Dari tinjuan ini, ada kebaikan dan maslahat untuk para hamba. Itu merupakan suatu kebaikan.

Sehingga membeli pengeras untuk masjid dengan tujuan seperti ini masuk ke dalam kategori perkara yang disyariatkan. Orang yang melakukannya akan diberi pahala.

Termasuk ke dalam hal itu adalah apa yang terjadi akhir-akhir ini di masjid kita yaitu adanya garis untuk mendirikan dan meluruskan shaf. Meskipun ini hal baru, akan tetapi hal ini menjadi sarana untuk perkara yang disyariatkan.

Maka hal itu diperbolehkan atau disyariatkan untuk tujuan lainnya. Orang-orang sudah mengetahui, dahulu para imam masjid yang sangat menjaga untuk meluruskan shaf pada mengeluh sebelum adanya garis-garis ini.

Dahulu para imam masjid mengeluhkan sejumlah masalah. Kalau ada seseorang yang terlalu ke depan, mereka bilang kepadanya agar mundur. Ketika mundurnya terlalu banyak, mereka bilang kepadanya agar maju lagi. Ternyata dia terlalu maju ke depan. Hal itu tentu melelahkan.

Sekarang alhamdulillah, imam sholat mengatakan: “Luruskan shaf-shaf anda semua sesuai dengan garis, posisi di tengah garis,” sehingga dapat tertib secara sempurna dalam menunaikan shaf.

Ini adalah bid’ah dari sisi perbuatan dan pembuatannya. Akan tetapi bukan bid’ah dari sisi syar’i. Karena ia adalah sarana untuk perkara yang dituntut secara syar’i.” [dari kitab Fatawa Nurun ‘Ala Ad-Darb.]

Baca juga: Kumpulan Khutbah Menyentuh Hati

Rekomendasi Syaikh Muhammad bin Shalih Al Munajjid

Bagi yang belum puas dengan penjelasan ini dan tetap bersikukuh dengan pendapat bid’ahnya garis di masjid, seyogyanya dia menjelaskan pendapatnya kepada imam masjid sebagai bentuk nasehat.

Kemudian dia menahan diri untuk tidak membangkitkan perselisihan di dalam masjid.

Karena Imam Sholat Masjid dalam keadaan menetapkan perlunya garis, boleh jadi dia telah mengambil pendapat yang diakui.

Dengan demikian, tidak ada alasan untuk mengingkarinya. Bahkan pendapat ini adalah yang benar sebagaimana telah dijelaskan. Wallahu’alam.[i]

Demikian tadi penjelasan tentang hukum membuat garis sebagai tanda shaf di masjid. Semoga bermanfaat.

[i] https://islamqa.info/ar/answers/93615/%D9%88%D8%B6%D8%B9-%D8%AE%D8%B7%D9%88%D8%B7-%D9%81%D9%8A-%D8%A7%D9%84%D9%85%D8%B3%D8%AC%D8%AF-

Print Friendly, PDF & Email

Leave a Comment