Hukum Menghias Masjid atau Menulis Ayat Al Qur’an, Hadits, dan Doa di Dinding Masjid

Bagaimana Hukum Menghias Masjid? Bolehkah Menulis Ayat Al Qur’an, Hadits, atau Doa di dinding Masjid? Tema ini akan selalu relevan sepanjang masa. Sebab, hal ini tidak lepas dari kehidupan muslim di berbagai belahan dunia manapun.

Sebab, hari ini, hampir setiap masjid dibangun dengan disain rancang bangun yang tidak sekedar kokoh, kuat dan megah.

Namun disain interior masjid pun dibuat sedemikian rupa sehingga nampak sangat indah dan penuh pesona, sehingga enak di pandang mata. Banyak hiasan yang menempel di dinding-dinding masjid.

Pertanyaannya, bagaimanakah status hukum menghias dinding masjid? Bukankah masjid itu tempat untuk mengingatkan para jamaahnya kepada Allah dan negeri akhirat?

Untuk mejawab soal hukum menghias masjid dalam Islam –hal ini berlaku untuk semua jenis sesuai definisi masjid dalam islam-.

Berikut ini penjelasan yang diberikan oleh para ulama:

Ikhtilaf Ulama Tentang Hukum Menghias Masjid

Adapun hiasan di dinding masjid, para ulama berbeda pendapat dalam hal ini.

Pendapat yang kuat adalah melarangnya. Terutama apabila hiasan tersebut diambil dari dana wakaf atau dapat melalaikan dan mengganggu orang yang shalat, atau mengeluarkan dana besar untuk membuat hiasan seperti itu.

Hadits-hadits Tentang Larangan Menghias Masjid

Hukum Menghias Masjid dengan Ayat Al-Quran
Sumber: https://www.aljazeera.net/

Dari Anas radhiallahu ‘anhu, sesungguhnya Nabi ﷺ bersabda:

لاَ تَقُومُ السَّاعَةُ حَتَّى يَتَبَاهَى النَّاسُ فِى الْمَسَاجِدِ  

]رواه أبو داود، رقم 449 ، والنسائي، رقم 689، وابن ماجه، رقم  739 وصححه الألباني في صحيح أبي داود[

“Hari kiamat tidak akan terjadi, sampai orang-orang saling membanggakan diri tentang masjid.”

[Hadits riwayat Abu Daud, no. 449, Nasa’i, no. 689, Ibn Majah, no. 739. Al-Albany menshahihkannya di dalam Shahih Abu Daud]

Al-Bukhari ( 1/171) meriwayatkan dari Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu:

 ” يَتَبَاهَوْنَ بِهَا ، ثُمَّ لاَ يَعْمُرُونَهَا إِلاَّ قَلِيلاً  (والأثر وصله ابن أبي شيبة في المصنف ، 1 / 309 ، وفيه رجل مجهول)

Mereka saling berbangga dengan masjid, kemudian tidak ada yang memakmurkan masjid kecuali sedikit orang saja.”

[Atsar ini disambungkan sampai kepada Nabi ﷺ oleh Ibnu Abi Syaibah dalam kitab Al-Mushannaf, 1/309. Di dalamnya ada perawi yang majhul ( tidak dikenal)]

Penjelasan Para Ulama Tentang Menghias Masjid

Tentang hukum menghias masjid ini, berikut pendapat para ulama:

Penjelasan Imam Badrudin Al ‘Aini rahimahullah

Imam Badruddin Al-‘Aini rahimahullah berkata:

”Perkataannya, يتباهَون ‘Yatabahauna’ dengan huruf ha’ difathahkan, berasal dari kata ‘Al-Mubâhah’ yaitu ‘Al-Mufâkharah’,

Artinya: mereka memperindah dan menghiasi masjid kemudian mereka duduk-duduk di dalamnya, saling berdebat dan saling berbangga dan tidak menyibukkan diri dengan dzikir, membaca Al-Qur’an dan shalat. Ungkapan ‘Biha’ yakni ‘Bil masajid’ (dengan masjid-masjid)’, konteksnya menunjukkan seperti itu.” [Umdatul Qari, 4/205]

Penjelasan Imam Al Baghawi

Al-Bukhari (1/171) meriwayatkan dari Ibnu Abbas radhiallahu anhuma perkatannya, “Sungguh (mereka) akan menghiasnya (masjid-masjid tersebut) sebagaimana orang Yahudi dan Nashrani menghiasnya.”

[Atsar ini disambungkan sampai ke Nabi ﷺ oleh Ibnu Abi Syaibah dalam kitab ‘Al-Mushannaf, 1/309 dan juga ulama lain. Al-Albany menshahihkannya dalam tahqiq kitab “Islah Al-Masajid Minal Bida’i Wal ‘Awaid” karangan Jamaluddin Al-Qasimi, 94, dan dalam Shahih Abu Daud yang lengkap, 2/347]

Al-Baghawi rahimahullah berkata, “Ungkapan Ibnu Abbas: ‘Sungguh (mereka) akan menghiasnya sebagaimana orang Yahudi dan Nashrani menghiasnya.’

Maknanya bahwa orang-orang Yahudi dan Nashrani mulai menghiasi masjid setelah mereka menyimpangkan dan mengganti ajaran agamanya, dan kalian akan menjadi seperti keadaan mereka. Kalian akan saling berdebat tentang masjid, saling berlomba dengan membangun masjid yang megah dan menghias masjid.” [Syarhus Sunnah, 2/350]

Keterangan dalam Ensiklopedi Fikih (Al Mausu’ah Al Fiqhiah)

Dalam Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyyah (11/275) dinyatakan:

“Diharamkan menghias masjid dengan memahat masjid atau mendekorasinya dengan dana wakaf menurut para ulama Hanafiyah dan Hanabilah. Ulama kalangan Hanbali dengan tegas mewajibkan untuk mengganti dana wakaf yang dipakai untuk itu, karena tidak ada maslahat di dalamnya.

Sedangkan dari kalangan ulama Syafi’iyyah, yang tampak dari perkataan mereka adalah melarang menggunakan dana wakaf untuk itu. Jika ada orang yang mewakafkan untuk keduanya – memahat dan mendekorasi masjid- (maka wakafnya) tidak sah menurut pendapat paling shahih di kalangan mereka.

Adapun kalau memahat dan mendekorasi dari dana orang yang memahat, maka itu dimakruhkan – berdasarkan kesepakatan – secara umum, jika menyebabkan orang shalat menjadi lalai, sebagaimana jika terletak di mihrab dan di dinding kiblat.”

Fatwa Ulama Al Lajnah Ad-Daimah lil Buhuts Al Ilmiyyah wal Ifta’ Saudi Arabia

Para Ulama dalam Al-Lajnah Ad-Daimah ditanya, tentang proyek untuk membangun hiasan masjid. Mereka menjawab, “Pekerjaan ini tidak disyariatkan, berdasarkan hadits shahih yang melarang untuk menghias masjid. Dan karena hal itu menganggu orang shalat dalam shalatnya dalam bentuk memandang dan memikirkan hiasan dan pahatan tersebut.”

Syakh Abdul Aziz Ali Syaikh, Syaikh Abdullah bin Ghudayyan, Syaikh Shalih Al-Fauzan, Syaikh Bakr Abu Zaid

[Fatawa Al-Lajnah Ad-Daimah, jilid kedua, 5/191]

Masalah tulisan ayat dan hiasan masjid telah dikumpulkan dalam satu fatwa dalam Fatawa Al-Lajnah Ad-Daimah. Para Ulama Lajnah tersebut mengatakan:

“Tidak diperbolehkan menghias masjid, dan tidak juga menulis ayat Al-Quran di dindingnya karena hal itu menjadikan Al-Quran menjadi mudah (rentan) terkena pelecehan, juga hal itu bisa mengantarkan kepada (pembuatan) hiasan masjid yang terlarang, serta menyibukkan orang – orang yang sedang shalat dari shalatnya dengan melihat tulisan dan pahatan itu.”

Syaikh Abdul Aziz bin Baz, Syaikh Abdul Aziz Ali Syaikh, Syaikh Abdullah Ghudayyan, Syaikh Shalih Al-Fauzan, Syaikh Bakr Abu Zaid

[Fatawa Al-Lajnah Ad-Daimah, jilid kedua, 5/190]

Semua larangan diatas, karena fungsi utama masjid dalam Islam adalah untuk semakin mendekatkan diri kepada Allah. Sedangkan dengan menghias masjid, justru melalaikan dari fungsi utama tersebut.

Hukum Menulis Ayat Al Qur’an, Hadits, dan Doa di Dinding Masjid

Hukum Menulis Ayat Al Quran Hadits Doa Kaligrafi di Dinding Masjid
Sumber: https://www.turkpress.co/

Menulis ayat-ayat al Quran dan hadits-hadits Nabi ﷺ serta berbagai doa di dinding-dinding masjid itu biasa didapati di berbagai masjid di Indonesia. Tujuan dari penulisan itu biasanya adalah untuk menghias masjid dengan sesuatu yang dinilai mulia dan bermanfaat.

Lantas bagaimana tinjauan hukum Islam terhadap hal tersebut, mengingat di zaman keemasan Islam yaitu para sahabat Nabi ﷺ hal itu tidak pernah dilakukan?

Berikut ini penjelasan para ulama tentang masalah tersebut yang diambil dari situs tanya jawab Islam yang dikelola oleh Syaikh Muhammad bin Shalih Al Munajjid.

Baca juga: Download Khutbah Jum’at Terbaru pdf

Menghias untuk Memakmurkan Masjid?

Memakmurkan masjid, membangunnya, mengagungkan dan memeliharanya termasuk ibadah yang agung dan taqarrub yang agung di sisi Allah.

Namun, memakmurkan masjid yang dikehendaki itu bukanlah dengan menulis ayat-ayat, hadits-hadits dan doa-doa di dinding-dinding masjid.

Karena yang menjadi tujuan dari penulisan tersebut adalah hiasan yang bisa dijadikan sebagai sarana untuk berbangga. Tulisan semacam itu bisa menyibukkan para jamaah shalat saat mereka sedang shalat dan menjadikan masjid-masjid seperti museum dan tempat wisata.

Sayangnya, inilah yang terjadi di mayoritas negeri Islam. Sementara kaum Muslimin tidak bisa berbangga dengan cara seperti ini.

Yang melakukan hal seperti ini (yaitu berbangga diri dengan hiasan di masjid) hanyalah orang-orang yang cenderung kepada dunia dan ingin bersaing dengan orang-orang kafir dalam bangunan mereka atau membanggakan diri terhadap pemerintah (negeri Islam) yang lain.

Sesungguhnya makna memakmurkan masjid menurut kami adalah dengan mendirikan shalat, beri’tikaf, mengajar dan berdzikir kepada Allah.

Bukan dengan menghiasi dengan berbagai macam bebatuan, tidak pula dengan berbagai macam warna cat, berbagai ornamen bentuk tulisan ayat, dan ditulis di dalamnya hadits dan doa-doa.

Menggantungkan ayat-ayat Al Quran di dinding rumah atau masjid adalah bid’ah makruh

1. Penjelasan Imam Malik

Imam Malik rahimahullah pernah ditanya tentang masjid, apakah dimakruhkan ditulis di kiblatnya dengan cat seperti Ayat Kursi, ‘Qul huwallâhu ahad dan Al-Mu’awidzataini (Al-Falaq dan An-Nâs) atau yang semisalnya?

Beliau mengatakan,”Saya memakruhkan untuk ditulis di kiblat masjid sesuatu dari Al-Quran dan membuat dekorasi (ornamen).”

Beliau juga berkata bahwa hal itu mengganggu orang shalat. Begitu juga hendaklah dia menyingkirkan apa yang mereka perbuat berupa menempelkan tiang ke dinding kiblat, apa yang ditulis di dinding dan tiang-tiang.

Begitu juga hendaknya dia menyingkirkan sobekan kiswah (kain penutup) Ka’bah yang digantungkan di mihrab dan lainnya. Sesungguhnya itu semua termasuk bid’ah karena belum pernah dilakukan orang terdahulu (Salaful ummah, pent).” (Dari Kitab Al-Madkhol , Ibnu Muflih, 2/215)

2.  Penjelasan Al Imam An-Nawawi

Al-Qur’an diturunkan oleh Allah Ta’ala bukan sebagai hiasan di dinding. Al Imam An Nawawi rahimahullah berkata,“Tidak diperbolehkan menulis Al-Quran dengan sesuatu yang najis. Dan dimakruhkan menulisnya di dinding menurut (madzhab) kami.”

(Dari At-Tibyan Fi Adabi Hamalatil Qur’an, hal. 110)

3. Penjelasan Ibnu Hammam Al Hanafi

Ibnu Hamam Al-Hanafi berkata, ”Dimakruhkan menulis Al Quran dan nama-nama Allah Ta’ala di uang dirham (mata uang), mihrab-mihrab (tempat imam), di dinding-dinding dan apa saja yang dihamparkan.”[Dari Kitab Fathul Qadir, 1/310]

As-Sifaraini Al-Hanbali juga menetapkan hal demikian dalam kitab ‘Ghidza’ul-Albab, 2/211)

Baca: Hukum Menulis Lafadz Allah dan Nabi Muhammad di Masjid

Hukum Menulis Ayat dan Hadits di Dinding Masjid Menurut Syaikh Ibnu Al-Utsaimin

Hukum Menghias Masjid dengan Kaligrafi Ayat Al Qur'an
Contoh Hiasan Dinding Kaligrafi Arab Surat Asy Syams, Sumber: twimg.com

Syaikh Ibnu Al-Utsaimin rahimahullah ditanya: “Apa hukum menulis ayat dan hadits di dinding masjid?’

Beliau menjawab, “Ini mengganggu orang (Jamaah masjid) sementara tulisan ayat baik di dinding masjid atau lainnya, adalah termasuk bid’ah. Tidak terdapat dari shahabat bahwa mereka mengukir dinding – dinding (masjid) mereka dengan ayat.

Kemudian, mengukir ayat Al Quran di dinding, di dalamnya terdapat sesuatu yang masuk ke dalam bentuk penghinaan terhadap Kalamullah.

Oleh karena itu kita dapati sebagian dari orang-orang itu menulis ayat bagaikan di istana atau tempat azan atau masjid atau semisal itu, mengukir tulisan bagaikan di istana. Tidak diragukan lagi ini termasuk menyia-nyiakan kitab Allah ‘Azza Wa Jalla.

Kemudian kalau sudah terlanjur ditulis dengan tulisan arab yang difahami, sesungguhnya hal itu bukan termasuk petunjuk (ulama’) salaf. Apa faedah dari menulis ayat-ayat itu di dinding?

Sebagian orang mengatakan: “sebagai pengingat untuk orang-orang”. Maka kami katakan bahwa mengingatkan itu dengan ucapan bukan dengan tulisan ayat.

Kemudian terkadang ditulis di dinding: ( وَلا يَغْتَبْ بَعْضُكُمْ بَعْضاً ) الحجرات/ 12 “Dan janganlah sebagian kamu menggunjing sebagian lainnya.” [Al-Hujurat: 12.]

Anda dapati orang-orang yang berada di bawahnya sedang menggunjing orang. Ini seperti orang yang menghina terhadap ayat-ayat Allah. Jadi tulisan ayat di masjid dan di dinding rumah semuanya termasuk bid’ah yang belum pernah dilakukan di masa salaf.

Mengenai tulisan hadits, kalau di kiblat masjid, maka tidak diragukan lagi itu pasti mengganggu, karena terkadang ada sebagian makmum yang melihat ke tulisan itu dalam shalat. Para ulama rahimahumullah memakruhkan seseorang menulis sesuatu di kiblat masjid.

Sementara kalau di rumah, tidak mengapa menulis hadits. Hal itu ada faedahnya. Seperti tulisan doa penutup majelis,

سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ رَبَّنَا وَبِحَمْدِكَ، أَشْهَدُ أَن لاَ إِلَهَ إَلاَّ أَنْتَ، أَسْتَغْفِرُكً وًأًتٌوبٌ إِلَيهِ

Karena hal itu dapat menjadi pengingat. (Liqa Al-Bab Al-Maftuh, 197/ soal no. 8)

Penjelasan Syaikh Abdullah bin Shalih Al Fauzan

Syaikh Shalih Al-Fauzan hafizhahullah ditanya: “Apa hukum menggantungkan ayat Al-Quran di dinding?”

Beliau menjawab, “Wajib menghormati Al-Quran Al-Karim, membacanya, mentadaburinya dan mengamalkannya.

Adapun menggantung ayat-ayat Al Quran di dinding, maka ini adalah kesia-siaan dan terkadang hal itu dapat menyebabkan terjadinya pelecehan terhadap Al Quran.

Terkadang hal itu dilakukan dalam konteks untuk menghias dinding dengan berbagai dekorasi, gambar dan tulisan, lalu Al-Quran dijadikan bagian dari itu. Terkadang ditulis dengan cara diukir, maksudnya hanya sekedar sebagai pemandangan.

Bagaimana pun, Al-Quran harus dijaga dari perkara yang sia-sia ini. Para salaf tidak pernah melakukan hal ini. Al-Quran diturunkan bukan untuk ditulis di dinding. Akan tetapi diturunkan untuk ditulis dalam hati dan terlihat pengaruhnya pada berbagai amal dan perilaku.”

[Al-Muntaqa Min Fatawa Asy-Syaikh Al-Fauzan, 2/77]

Syarat-Syarat Menulis Hadits dan Doa-doa di Dinding Masjid

Syarat-Syarat Menulis Hadits dan Doa-doa di Dinding Masjid
Syarat-Syarat Menulis Hadits dan Doa-doa di Dinding Masjid

Adapun tulisan hadits dan doa-doa di dinding masjid, yang lebih selamat adalah meninggalkannya. Karena tujuannya tiada lain -biasanya dan umumnya- hanya untuk hiasan.

Tapi kalau tujuannya ingin memberikan manfaat kepada orang banyak agar dapat menghafal dan mengingat lafazh-lafazhnya, maka hal itu dibolehkan, jika memenuhi syarat-syarat berikut ini:

  1. Jangan menuliskan hadits dan doa-doa di dinding secara langsung, karena tulisan seperti itu tidak dapat dihilangkan. Kalau jamaah masjid telah menghafalnya, tempatnya tidak dapat dimanfaatkan lagi.

Akan tetapi, hendaknya ditulis di kertas dinding yang mudah ditempel dan dilepas lagi. Tulisan diutamakan berisi pengetahuan yang dibutuhkan umat Islam pada kesempatan-kesempatan yang bersifat musiman (dengan kata lain relevan dan aktual, pent).

  1. Tidak diletakkan di arah kiblat shalat agar tidak mengganggu jamaah masjid saat sedang shalat.
  1. Tidak menggunakan hiasan dalam penulisan yang dapat menghilangkan keagungan hadits dan doa.
  1. Menjauhi cara penulisan hadits dan doa dalam bentuk yang tidak dapat dibaca, atau membuat tulisan tersebut seperti bentuk burung atau orang sujud dan semisalnya
  1. Mengubahnya secara terus menerus sesuai dengan kebutuhan orang, untuk menghilangkan kebodohan atau mengingatkan keutamaan, atau menguatkan hafalan.[i]

Demikian tadi penjelasan para Ulama tentang hukum menghias masjid dengan tulisan ayat al Quran dan hadits.

Salah satu alternatif hiasan masjid yang lebih bermanfaat adalah jam digital masjid yang dilengkapi dengan running text. Selain untuk menampilkan jadwal sholat 5 waktu, juga dapat menampilkan tulisan ayat al qur’an, hadits, maupun doa.

Semoga bermanfaat bagi kaum Muslimin dan memberikan pencerahan kepada mereka. Wallahu’alam.[ii]

Demikian tadi penjelasan tentang hukum menghias masjid berdasar penjelasan para ulama, yang disusun oleh Syaikh Muhammad bin Shalih Al Munajjid. Semoga bermanfaat.

[i] Lihat: https://islamqa.info/ar/answers/127987/%D8%AD%D9%83%D9%85 (dengan diringkas dan diubah format penulisannya)

[ii] Lihat: https://islamqa.info/ar/answers/127987/%D8%AD%D9%83%D9%85- (dengan diringkas dan perubahan format penulisan)

Print Friendly, PDF & Email

Leave a Comment