Di berbagai masjid, sering ada Qori’ membaca al Qur’an melalui pengeras suara masjid sebelum shalat shubuh dan jum’at. Hal tersebut menjadi persoalan untuk beberapa orang. Bahkan hal tersebut pernah menjadi polemik di Indonesia.
Lalu, bagaimana hal duduk perkara hal tersebut? Tulisan ini mencoba untuk membantu menjawab hal tersebut.
Membaca Al Quran Melalui Pengeras Suara Masjid adalah hal baru?
Nabi ﷺ telah memperingatkan dari berbagai bid’ah dan perkara baru dalam agama karena di dalam bid’ah itu merusak agama, merendahkan syara’ dan menuduh agama Islam ini belum sempurna.
Namun orang-orang terus saja melakukan hal-hal baru dalam agama dan melakukan bid’ah dalam agama Allah. Di antara bid’ah ini adalah yang terkait dengan membaca Al Quran Al Karim melalui pengeras suara sebelum shalat jumat dan shalat shubuh.
Yang Dituntunkan oleh Nabi ﷺ
Sesungguhnya Al Quran Al Karim itu turun untuk ditadabburi dan dipahami maknanya. Nabi ﷺ telah memerintahkan agar memegang teguh sunnahnya dan memperingatkan dari menyelisihi sunnahnya.
Nabi ﷺ tidak melakukan salah satu bid’ah ini sebelum shalat shubuh dan hari jumat. Yang telah tetap riwayat dari Nabi ﷺ adalah beliau ﷺ memerintahkan agar adzan dua kali pada waktu fajar. Adzan pertama sebelum fajar tiba untuk membangunkan orang yang tidur.
Adzan kedua adalah panggilan untuk shalat. Demikian pula pada hari Jumat. Beliau ﷺ mengucapkan salam kepada orang-orang kemudian muadzin mengumandangkan adzan.
Yang Tidak Dituntunkan oleh Nabi ﷺ
Adapun beliau ﷺ meminta salah seorang sahabatnya untuk membaca Al Quran sebelum shalat fajar atau sebelum tengah hari Jumat, maka ini tidak pernah terjadi.
Tidak seorang pun dari sahabatnya sepeninggal beliau ﷺ melakukannya padahal mereka itu generasi terbaik secara mutlak. Kalau itu perbuatan baik, mereka pasti telah mendahului kita untuk mengerjakannya.
Penjelasan Al Lajnah Ad Daimah Tentang Perkara ini
Pertanyaan:
Apakah boleh membaca Al Quran di masjid dengan suara keras dan melalui pengeras suara sebelum shalat Fajar dan Jumat dan sebagian waktu shalat, sementara di masjid ada yang sedang shalat sunnah qabliyah dan tahiyatul masjid?
Jawaban:
Al Quran Al karim adalah firman Allah ﷻ. Membaca Al Quran adalah termasuk ibadah mahdhah yang dilakukan oleh anggota badan. Orang yang mendengarkannya mendapatkan pahala.
Akan tetapi apabila mengeraskan suara dengan Al Quran itu mengakibatkan timbulnya gangguan, maka selayaknya untuk merendahkan suara hingga tidak menimbulkan gangguan.
Sementara apa yang disebutkan dalam pertanyaan berupa pengkhususan waktu sebelum shalat untuk membaca al Quran di masjid dengan suara keras, kami tidak mengetahui adanya dasar bagi hal itu.
[Fatawa Al Lajnah Ad Daimah lil Buhuts Al Ilmiyyah wal Ifta’: 4/40. Dihimpun oleh Ahmad bin Abdurrazaq Ad Duwaisy, Penerbit: Ar riasah Al ‘amah lil Buhuts Al Ilmiyah wal Ifta’]
Mafsadat dari Perbuatan ini:
Pada dasarnya membaca al qur’an memiliki banyak keutamaan. Akan tetapi, ketika membaca hal ini di waktu sebelum shubuh atau sebelum shalat jum’at, hal ini memiliki beberapa mafsadat.
Berikut beberapa mafsadat yang ditimbulkannya:
1. Mengganggu orang yang sedang tidur dan menyakiti mereka.
Dalam hal ini, Islam betul-betul mengharamkan menyakiti seorang Muslim.
Ibnul Jauzi rahimahullah berkata,” Iblis telah memperdaya sejumlah kalangan penghafal Al Quran. Mereka membaca Al Quran di menara masjid di malam hari dengan suara keras, bersama sama, satu juz atau dua juz.
Mereka telah menggabung antara menyakiti manusia dalam bentuk mencegah mereka dari tidur di malam hari dengan terpapar pada riya’.
Di antara para penghafal Quran itu ada yang membaca di masjidnya saat adzan karena itu waktu orang-orang berkumpul.”
[Talbisul Iblis, hal. 175. Karya Abul faraj Ibnul Jauzi. Tahqiq: Dr. As Sayyid Al jamili, Penerbit: Darul Kitab Al ‘Arabi, Beirut, cetakan pertama, 1405 H/ 1985 M]
Ini berarti membaca Al Quran dengan pengeras suara itu lebih menyakiti dan lebih menganggu.
2. Ada sunnah yang justru ditinggalkan pada waktu itu
Sebelum shalat shubuh ada amalan yang lebih utama yaitu istighfar dan doa. Sebab, waktu sebelum fajar adalah saat Allah turun ke langit dunia. Maka selayaknya menghidupkan waktu tersebut dengan dzikir dan istighfar bukan dengan perkara bid’ah.
3. Mengganggu orang yang sedang membaca Al Qur’an
Membaca Al Quran sebelum shalat Jumat itu mengganggu orang banyak yang sedang membaca Al Quran. Saat pengeras suara dihidupkan dengan bacaan Al Quran, maka itu mengganggu mereka.
Telah terdapat larangan atas hal itu. Dari Abu Sa’id Al Khudri radhiyallahu ‘anhu, ia berkata,’ Nabi ﷺ beri’tikaf di masjid kemudian beliau mendengar mereka (sebagian shahabat) mengeraskan bacaan al Quran sementara beliau berada kubahnya, kemudian membuka tirainya dan bersabda:
”Ketahuilah, kalian semua ini sedang bermunajat kepada Rabbnya. Maka janganlah kalian saling mengganggu dan janganlah kalian mengeraskan suara terhadap yang lain dalam dalam bacaan Al Quran saat shalat.”
[HR Al Baihaqi dalam As Sunan Al Kubra: 3/11, no. 4479. Tahqiq: Muhammad Abdul Qadir ‘Atha, Penerbit: Maktabah Darul Baz- Makkah Al Mukarramah, 1414 H / 1994 M. Al Hakim berkata,’Hadits shahih berdasar syarat Syaikhain namun mereka tidak meriwayatkannya]
Syaikh Ibnu Jibrin rahimahullah ditanya tentang persoalan ini lalu menjawab:
“Kami berpendapat tidak boleh mengeraskan suara pada bacaan Al Quran sebelum shalat Jumat apabila orang yang membaca itu berada di mimbar atau di atas menara atau di depan pengeras suara.
Hal itu karena mengganggu orang-orang yang berada di masjid dan yang sedang shalat sunah. Demikian pula muadzin di atas menara membaca pujian-pujian untuk Nabi ﷺ ini juga bid’ah.
Kalau seperti itu, maka akan menyibukkan orang yang membaca pujian untuk Nabi tadi dari mentadabburi Al Quran dan mengganggu orang yang shalat dari fokus pada shalatnya.”
4. Meninggalkan sunnah lainnya
Hal itu meninggalkan perkara yang disyariatkan berupa adzan pertama di hari Jumat yang disunnahkan oleh Khalifah Ar Rasyid Utsman bin ‘Affan radhiyallahu ‘anhu.
Baca juga: Hukum mengumumkan imunisasi di masjid
Penjelasan Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin
Syaikh Utsaimin rahimahullah ditanya: “Termasuk kebiasan yang sudah diketahui yang dilakukan oleh mayoritas Muslimin di … dan Islamic Center … pada hari Jumat bahwa setelah adzan pertama, salah seorang membaca Al Quran Al Karim melalui pengeras suara sampai menjelang naiknya imam ke mimbar untuk berkhutbah.
Telah muncul perselisihan akhir-akhir ini tentang perbuatan ini.
Sejumlah orang awam berkata,”Perbuatan ini sudah biasa bagi kami. Kami mendapat faedah darinya. Kami belajar tilawah Al Quran dan kami menjadi khusyu’ kepada Al Quran melalui apa yang kami dengar pada waktu ini, yang terkadang tidak memungkinkan bagi kami yang seperti ini di saat yang lain. Terus melakukan hal itu akan memberi faedah yang jelas kepada kami.
Sekelompok penuntut ilmu mengatakan,”Ini perkara baru dan tidak ada dasarnya. Bahkan hal ini menyibukkan orang yang berada di masjid dari berdzikir dan istighfar, tilawah Al Quran dan shalat sunnah. Itu harus ditinggalkan karena merupakan bid’ah.
Lantas apa hukum syar’i persoalan ini sehingga menjadi dasar untuk beramal dan berjalan di bawah cahayanya?”
Beliau menjawab:
“Saya berpendapat ini bid’ah sebagaimana pendapat para ahli ilmu dari saudara-saudara kami di …. karena hal itu tidak dilakukan di masa Nabi ﷺ dan khulafaur rasyidin dan para shahabat. Bahkan Nabi ﷺ suatu hari keluar menuju para sahabatnya saat mereka sedang membaca Al Quran.
Mereka membaca al Quran dengan suara keras dan sedang shalat. Maka beliau bersabda,’ Janganlah sebagian kalian mengeraskan suara atas yang lain dalam Al Quran.” Atau beliau bersabda,” dalam qiraah (bacaan)”.
Berdasarkan hal ini maka wajib untuk meninggalkannya. Orang awam itu perkataannya tidak diambil sebagai pegangan baik untuk menetapkan atau menafikan (hukum sesuatu).
Tempat kembali orang awam dan selain mereka adalah kitab Allah dan sunnah Rasul-Nya ﷺ. Berdasarkan firman Allah Ta’ala:
فَإِن تَنَازَعْتُمْ فِى شَىْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِن كُنتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الأَخِرِ ذالِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلاً
“Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” [An- Nisa’: 59]
Akan tetapi semestinya dijelaskan kepada orang awam bahwa ini sesuatu yang tidak ada di masa As-Salaf Ash-Shalih. Dan Tidak akan menjadikan baik generasi akhir umat ini kecuali apa yang telah menjadikan baiknya generasi awal umat ini.”
[Majmu’ Fatawa wa Rasail Asy Syaikh Muhammad ibni Shalih Al Utsaimin: (16/128). Dihimpun dan disusun oleh Fahd bin nashir bin ibrahim As Sulaiman. Penerbit: Darul wathan- daruts Tsaraya- cetakan terakhir 1413 H]
Dari sini kita tahu bahwa perkara ini termasuk bid’ah dan perkara baru dalam agama yang semestinya ditinggalkan oleh para imam dan muadzin. Karena tidak ada dalil untuk hal itu. Sudah dimaklumi bahwa ibadah termasuk perkara yang bersifat tauqifiyah yang tidak boleh ada penambahan di dalamnya. Dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad ﷺ.[i]
Lebih baik, ketika menunggu datangnya waktu sholat kita gunakan untuk memperbanyak dzikir. Terlebih sebelum jam masjid digital berbunyi baik sebelum shubuh atau sebelum adzan jum’at. Banyak amal ibadah yang lebih banyak pahalanya.
Semoga artikel ini bermanfaat dan memberikan kebaikan untuk pembaca, penulis, dan yang menyebarkannya.
[i] Sumber tulisan: https://alimam.ws/ref/2187