Khutbah Pertama
إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. أَشْهَدُ أَنَّ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ
اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى نَبِيِّنَا وَرَسُوْلِنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى ا للهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ
يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمْ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيراً وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَتَسَاءَلُونَ بِهِ وَالأَرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيباً
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا ، يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا
أَمَّا بَعْدُ
Mukadimah
Jamaah shalat Jumat rahimakumullah,
Marilah kita panjatkan puji syukur ke hadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala yang telah melimpahkan nikmat yang tak terhitung banyaknya kepada kita semua, terutama nikmat iman, Islam, keamanan, kesehatan dan kecukupan rezeki.
Atas rahmat-Nya semata kita semua bisa hadir di masjid yang diberkahi ini, untuk melaksanakan salah satu syiar dan kewajiban agung dalam Islam yaitu ibadah shalat Jumat.
Shalawat dan salam, semoga senantiasa tercurah kepada nabi kita yang mulia, Muhammad ﷺ , keluarganya, para sahabatnya dan seluruh kaum Muslimin yang mengikuti jejak beliau dengan penuh keikhlasan dan kesabaran secara lahir dan batin hingga hari kiamat.
Kemudian kami wasiatkan kepada diri kami sendiri dan kepada jamaah shalat jumat sekalian agar senantiasa berusaha bertakwa kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala semaksimal kemampuan yang kita miliki, di mana pun kita berada.
Sesungguhnya, hanya dengan takwa kepada Allah dengan sebenar-benar takwa, kemuliaan dunia dan akhirat akan bisa kita dapatkan.
Tahun Berganti, Hidup Harus Lebih Baik & Berarti
Jamaah shalat Jumat rahimakumullah,
Setiap hari, umur kita terus bertambah. Hari berganti, tahun baru masehi juga telah dilewati. Sebenarnya, bertambah dan bergantinya tahun bukanlah sesuatu yang layak untuk dirayakan atau diperingati.
Sebab, itu bukan merupakan sebuah capaian atas suatu prestasi tertentu, atau selamat dari bahaya tertentu yang layak untuk diadakan syukuran. Tetapi, membuat kita harus semakin mawas diri.
Bergantinya tahun berarti jatah masa hidup kita di dunia ini sebenarnya semakin berkurang. Sebab Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menetapkan bahwa semua makhluk hidup itu ada ajalnya, batas waktunya dan kematian akan menjemputnya saat sampai batas waktu tersebut.
Batas usia itu sudah merupakan hukum yang menjadi ketetapan-Nya di dunia ini yang tidak bisa ditolak oleh siapa pun juga. Hukum ini berlaku untuk semua makhluk-Nya, termasuk para Nabi ‘alahimus sholatu wa salam sebagai makhluk yang paling dicintai oleh Allah Ta’ala.
Allah Ta’ala berfirman,
وَلِكُلِّ أُمَّةٍ أَجَلٌ ۖ فَإِذَا جَآءَ أَجَلُهُمْ لَا يَسْتَأْخِرُونَ سَاعَةً ۖ وَلَا يَسْتَقْدِمُونَ
Tiap-tiap umat mempunyai batas waktu; maka apabila telah datang waktunya, mereka tidak dapat mengundurkannya barang sesaat pun dan tidak dapat (pula) memajukannya. [Al-A’raf: 34]
Allah Subhanahu wa Ta’ala telah memberikan penjelasan kepada kaum Muslimin tentang cara pandang seorang mukmin terhadap kehidupan di dunia ini, yaitu agar senantiasa mengarahkan perhatiannya ke akhirat.
Jangan sampai lalai sama sekali terhadap hal ini. Sebab kelalaian dalam persoalan ini saat hidup di dunia berarti bencana baik di dunia maupun akhirat. Allah Ta’ala berfirman,
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اتَّقُوا اللّٰهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَّا قَدَّمَتْ لِغَدٍۚ وَاتَّقُوا اللّٰهَ ۗاِنَّ اللّٰهَ خَبِيْرٌ ۢبِمَا تَعْمَلُوْنَ – ١٨
Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap orang memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat), dan bertakwalah kepada Allah. Sungguh, Allah Mahateliti terhadap apa yang kamu kerjakan.
وَلَا تَكُوْنُوْا كَالَّذِيْنَ نَسُوا اللّٰهَ فَاَنْسٰىهُمْ اَنْفُسَهُمْۗ اُولٰۤىِٕكَ هُمُ الْفٰسِقُوْنَ – ١٩
Dan janganlah kamu seperti orang-orang yang lupa kepada Allah, sehingga Allah menjadikan mereka lupa akan diri sendiri. Mereka itulah orang-orang fasik. [Al-Hasyr: 18-19]
Allah Ta’ala juga berfirman,
وَابْتَغِ فِيْمَآ اٰتٰىكَ اللّٰهُ الدَّارَ الْاٰخِرَةَ وَلَا تَنْسَ نَصِيْبَكَ مِنَ الدُّنْيَا – ٧٧
Dan carilah (pahala) negeri akhirat dengan apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu, tetapi janganlah kamu lupakan bagianmu di dunia… [Al-Qashash: 77]
Dalam kedua surat tersebut nampak sekali bahwa Allah Ta’ala meminta kita betul-betul memperhatikan masalah akhirat dulu, memprioritaskannya tanpa mengabaikan tanggung jawab keduniaan.
Artinya kaum Muslimin diminta untuk memanfaatkan kehidupan di dunia ini benar-benar sebagai moment tak tergantikan untuk membangun kesejahteraan dan kebahagiaan hidup di akhirat.
Rasulullah ﷺ menegaskan bahwa kehidupan yang hakiki adalah kehidupan akhirat.
عَنْ سَهْلِ بْنِ سَعْدٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ كُنَّا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي الْخَنْدَقِ وَهُمْ يَحْفِرُونَ وَنَحْنُ نَنْقُلُ التُّرَابَ عَلَى أَكْتَادِنَا فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اللَّهُمَّ لَا عَيْشَ إِلَّا عَيْشُ الْآخِرَهْ فَاغْفِرْ لِلْمُهَاجِرِينَ وَالْأَنْصَارِ
Dari Sahl bin Sa’d radhiyallahu ‘anhu, dia berkata, ”Kami pernah bersama Rasulullah ﷺ pada perang Khandaq, sementara para sahabat tengah menggali parit, sedangkan kami yang mengangkut tanah di atas pundak kami.
Rasulullah ﷺ bersabda, ”Ya Allah, tidak ada kehidupan kecuali kehidupan akhirat. Ampunilah kaum Muhajirin dan Anshar.” [Hadits riwayat Al-Bukhari: 3789]
Oleh karenanya, Allah Ta’ala memberikan hukuman yang keras kepada setiap hamba-Nya yang berpaling dari akhirat dan menghabiskan waktunya dalam mencari dunia. Bahkan, hingga melalaikannya dari menjalankan berbagai kewajiban yang telah ditetapkan dalam Islam, seperti sholat, puasa, zakat, haji, dan sebagainya.
Allah Ta’ala berfirman,
مَنْ كَانَ يُرِيْدُ الْحَيٰوةَ الدُّنْيَا وَزِيْنَتَهَا نُوَفِّ اِلَيْهِمْ اَعْمَالَهُمْ فِيْهَا وَهُمْ فِيْهَا لَا يُبْخَسُوْنَ – ١٥
Barangsiapa menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, pasti Kami berikan (balasan) penuh atas pekerjaan mereka di dunia (dengan sempurna) dan mereka di dunia tidak akan dirugikan.
اُولٰۤىِٕكَ الَّذِيْنَ لَيْسَ لَهُمْ فِى الْاٰخِرَةِ اِلَّا النَّارُ ۖوَحَبِطَ مَا صَنَعُوْا فِيْهَا وَبٰطِلٌ مَّا كَانُوْا يَعْمَلُوْنَ – ١٦
Itulah orang-orang yang tidak memperoleh (sesuatu) di akhirat kecuali neraka, dan sia-sialah di sana apa yang telah mereka usahakan (di dunia) dan terhapuslah apa yang telah mereka kerjakan. [Hud: 15-16]
Dengan demikian, semestinya, waktu yang terbatas dan terus berkurang ini, harus dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya untuk kebahagiaan di dunia dan akhirat sekaligus.
Harus ada upaya sangat serius dalam memanfaatkan waktu dengan baik agar selamat dari segala kesusahan dan kesengsaraan di akhirat.
Kesadaran akan pentingnya memanfaatkan waktu inilah yang menyebabkan salah seorang sahabat Nabi Muhammad ﷺ , bernama Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, salah satu ulama besar di kalangan sahabat Nabi ﷺ , bersedih bila merasa hari yang telah dia lewati tidak menambah kebaikan yang dia harapkan.
قَالَ ابْنُ مَسْعُوْدٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ مَانَدِمْتُ عَلَى شَيْءٍ نَدَمِيْ عَلَى يَوْمٍ غَرَبَتْ شَمْسُهُ نَقَصَ فِيْهِ أَجَلِيْ وَلَمْ يَزِدْ فِيْهِ عَمَلِيْ
Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu berkata,”Aku tidak pernah merasa menyesal sebagaimana penyesalanku atas hari yang telah berlalu, usiaku berkurang, namun amalku pada hari itu tidak bertambah.”[i]
Tips Agar Hidup Lebih Baik Dunia Akhirat
Jamaah shalat Jumat rahimakumullah,
Mungkin muncul pertanyaan di benak kita, bagaimana caranya agar kehidupan kita dari waktu ke waktu semakin baik untuk masa depan kita di dunia ini dan terutama di akhirat nanti ?
Sebenarnya caranya sudah diajarkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala di dalam Al-Quran. Allah Ta’ala berfirman,
مَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِّنْ ذَكَرٍ اَوْ اُنْثٰى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهٗ حَيٰوةً طَيِّبَةًۚ وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ اَجْرَهُمْ بِاَحْسَنِ مَا كَانُوْا يَعْمَلُوْنَ – ٩٧
Barangsiapa mengerjakan kebajikan, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka pasti akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan akan Kami beri balasan dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan. [An-Nahl: 97]
Dalam ayat ini, Allah Subhanahu wa Ta’ala menegaskan bahwa siapa saja yang melakukan amal shaleh maka benar-benar akan mendapatkan dua balasan:
- Kehidupan yang baik di dunia ini
- Kehidupan yang baik di akhirat nanti berupa mendapatkan pahala yang lebih baik dari apa yang telah diamalkan.
Ini sebagaimana dijelaskan oleh Syaikh Muhammad Amin Asy-Syinqithi rahimahullah dalam tafsirnya Adhwaul Bayan.
Untuk kehidupan yang baik di akhirat persoalannya sudah jelas dan tuntas. Namun yang perlu mendapat penjelasan lebih lanjut adalah tentang kriteria kehidupan yang baik di dunia ini.
Perlu dipahami bahwa kehidupan yang baik di dunia ini sebagaimana yang dijanjikan Allah Ta’ala tidak diukur dari banyaknya anak dan harta, tingginya pangkat dan jabatan, status sosial dan strata pendidikan, bukan pula besar dan luasnya pengaruh serta popularitas seseorang.
Sebab, betapa sering kita dapati orang-orang yang jelas-jelas kita ketahui sebagai orang yang berilmu dan berakhlak mulia, serta ahli ibadah, namun kekayaan, kekuasaan, pengaruh dan popularitasnya kalah dari orang orang kafir serta para ahli maksiat.
Nabi Zakaria ‘alaihis salam baru dikarunia anak saat usianya sudah lanjut usia, akhir hidupnya dibunuh. Nabi Muhammad ﷺ sebagai pemimpin para nabi meninggal dalam keadaan baju perangya masih tergadai kepada orang Yahudi.
Dalam hadits yang diriwayatkan Imam Al-Bukhari dan yang lainnya dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, dia berkata,
تُوُفِّيَ رَسولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ ودِرْعُهُ مَرْهُونَةٌ عِنْدَ يَهُودِيٍّ، بثَلَاثِينَ صَاعًا مِن شَعِيرٍ
”Rasulullah ﷺ wafat, sedangkan baju perang beliau masih digadaikan kepada seorang Yahudi dengan nilai tiga puluh sha’ gandum. ” [Shahih Al-Bukhari no. 2916]
Di sekeliling kita, banyak kita dapati para ustadz , kyai, ajengan dan habib yang shaleh namun dari sisi harta, pengaruh, kekuasaan, status sosial dan lain-lainnya masih kalah jauh dibanding orang-orang non Muslim, yang jelas-jelas tidak beriman kepada Allah Ta’ala dan Hari Akhir.
Mereka menyekutukan Allah Ta’ala dengan sesama makhluk ciptaan-Nya, menyembahnya dan berdoa kepadanya.
Menurut Islam, orang-orang semacam itu telah melakukan pelanggaran berat yang tidak akan dimaafkan oleh Allah Ta’ala bila meninggal dalam keyakinan semacam itu.
Berarti jelas ukurannya bukan semua itu. Karena mereka bukan orang mukmin dan tidak beramal shaleh bahkan justru melakukan dosa terbesar, yaitu kemusyrikan. Lantas apakah yang dimaksud dengan kehidupan yang baik di dunia ini?
Dr. Badar Abdul Hamid Humaisah mengatakan, ”Kehidupan yang baik di sini sebagaimana dijelaskan oleh para ahli tafsir adalah :
- Kebahagiaan.
- Taufik Allah kepada seorang hamba untuk melakukan berbagai ketaatan.
- Rizki yang halal.
- Qona’ah.
- Kelapangan dada dan ketentraman hati walaupun dalam situasi yang paling buruk dia tetap tenang dan lapang dada.
Ini membuktikan benarnya sabda Nabi Muhammad ﷺ ,
وَعَنْ أبي يَحْيَى صُهَيْبِ بْنِ سِنَانٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ الله ﷺ: عَجَباً لأمْرِ الْمُؤْمِنِ إِنَّ أَمْرَهُ كُلَّهُ لَهُ خَيْرٌ، وَلَيْسَ ذَلِكَ لأِحَدٍ إِلاَّ للْمُؤْمِن: إِنْ أَصَابَتْهُ سَرَّاءُ شَكَرَ فَكَانَ خَيْراً لَهُ، وَإِنْ أَصَابَتْهُ ضَرَّاءُ صَبَرَ فَكَانَ خيْراً لَهُ. رواه مسلم.
Dari Abi Yahya Shuhaib bin Sinan, dia berkata,”Rasulullah ﷺ bersabda,”Urusan orang mukmin memang mengagumkan. Sesungguhnya seluruh urusannya adalah baik baginya.
Tidak seorang pun yang seperti itu urusannya kecuali bagi orang mukmin. Bila dia mendapatkan kebahagiaan dia bersyukur maka hal itu baik baginya. Dan ketika dia tertimpa musibah dia bersabar dan hal itu baik baginya.” [Hadits riwayat Muslim][ii]
Sedangkan Imam Ibnul Qayyim rahimahullah, saat menjelaskan makna hayatan thoyyibah atau kehidupan yang baik dalam ayat tadi mengatakan, ”Kehidupan yang baik telah ditafsirkan dengan qana’ah, ridha, rezeki yang baik dan lain-lain.
Yang tepat, yang dimaksud kehidupan yang baik adalah kehidupan hati dan kenikmatan hati, kesenangan dan kegembiraan hati dengan iman, makrifat kepada Allah, mencintai-Nya, kembali kepada-Nya dan tawakal kepada-Nya.”[iii]
Dari ayat tadi, secara singkat, jalan untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik di dunia dan akhirat adalah:
- Beriman kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala
- Melakukan amal shaleh sesuai dengan syariat Allah Subhanahu wa Ta’ala dan sunnah Rasulullah ﷺ .
Hanya dua ini caranya. Sederhana konsepnya, namun betapa sulit menerapkanya dalam kehidupan sehari-hari.
Butuh ilmu dan takwa, sabar dan syukur, yakin dan tawakal, zuhud kepada dunia dan cinta kepada akhirat, dzikir dan doa, terus menerus memohon pertolongan kepada Allah Ta’ala agar bisa terus melakukan amal shaleh, sesuai tuntunan Nabi ﷺ semata demi meraih ridha-Nya.
Satu contoh nyata kehidupan yang penuh ketenangan dan ketentraman hati di bawah situasi yang penuh dengan tekanan adalah kehidupan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah, ulama besar abad 7 H.
Imam Ibnul Qayyim Al-Jauziyyah rahimahullah -salah murid terdekat Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah- mengatakan, ”Suatu kali Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata kepadaku, ”Apa yang akan dilakukan musuh-musuhku kepadaku?
Sesungguhnya taman dan kebun surgaku ada di dadaku. Kemana pun aku pergi, ia tak pernah berpisah dariku. Sungguh, bila aku dipenjara itu adalah khalwat, bila aku dibunuh itu berarti kematian syahid dan bila aku diusir dari negeriku maka itu adalah tamasya.”
Ketika Ibnu Taimiyyah dipenjara di benteng, beliau berkata, ”Andaikan aku berikan emas sepenuh benteng ini, hal itu tidak akan setara di sisiku dibandingkan dengan syukur atas nikmat ini.”
Atau dia berkata, ”Aku belum bisa membalas budi kepada mereka atas apa yang telah mereka lakukan, yang telah menyebabkan aku berada dalam kebaikan ini.”[iv]
Dalam sejarah terungkap bukti nyata bahwa Ibnu Taimiyah rahimahullah dipenjara berkali-kali karena fitnah yang dilontarkan oleh para ulama kerajaan yang dengki kepada beliau.
Sampai-sampai, Sultan An-Nashir Al-Qalawun saat itu meminta ijin kepada Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah agar beliau mengeluarkan fatwa yang bisa menjadi dasar baginya untuk menangkap dan menghukum mati sebagian ulama yang telah memfitnah dirinya.
Namun Ibnu Taimiyah rahimahullah bersikeras tidak mau, bahkan menyebut kebaikan dan kelebihan para ulama yang sangat memusuhi dirinya, dan memaafkan kesalahan mereka. Padahal ulama tersebut telah mengeluarkan fatwa untuk membunuh Ibnu Taimiyah.
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ, وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ, وَتَقَبَّلَ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ. أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَاسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ فَاسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ
Khutbah Kedua
اَلْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِيْ كَانَ بِعِبَادِهِ خَبِيْرًا بَصِيْرًا، تَبَارَكَ الَّذِيْ جَعَلَ فِي السَّمَاءِ بُرُوْجًا وَجَعَلَ فِيْهَا سِرَاجًا وَقَمَرًا مُنِيْرًا. أَشْهَدُ اَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وأَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وُرَسُولُهُ الَّذِيْ بَعَثَهُ بِالْحَقِّ بَشِيْرًا وَنَذِيْرًا، وَدَاعِيَا إِلَى الْحَقِّ بِإِذْنِهِ وَسِرَاجًا مُنِيْرًا
اللَّهُمَّ صَلِّ وَ سَلِّمْ عَلَى هَذَا النَّبِيِّ اْلكَرِيْمِ وَ عَلَى آلِهِ وَ أَصْحَابِهِ وَ مَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ. أَمَّا بَعْدُ
Kebaikan Kita Harus Dirasakan Banyak Orang
Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,
Di antara amal shalih yang dapat menjadikan kehidupan kita semakin berkah adalah dengan melakukan kebaikan yang manfaatnya bisa dirasakan oleh orang lain selain diri kita sendiri.
Artinya, amal shaleh yang bisa dirasakan manfaatnya oleh orang lain itu menjadi efek pengali atau pelipat ganda pahala dari kebaikan yang dilakukan.
Misalnya, i’tikaf di masjid nabawi itu merupakan amal shalih namun manfaatnya hanya untuk dirinya sendiri.
Sedangkan membantu memenuhi kebutuhan seseorang yang sedang dalam kesulitan hingga tuntas, merupakan kebaikan yang membuat orang lain bahagia, karena mendapatkan jalan keluar atas masalah yang dihadapi.
Dalam sebuah hadits dari Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhu, Nabi ﷺ bersabda,
أَحَبُّ النَّاسِ إِلَى اللهِ أَنْفَعُهُمْ لِلنَّاسِ، وَ أَحَبُّ اْلأَعْمَالِ إِلَى اللهِ عَزَّ وَجَلَّ سُرُوْرٌ يُدْخِلُهُ عَلَى مُسْلِمٍ ، أوْ يَكْشِفُ عَنْهُ كُرْبَةً، أَوْ يَقْضِيْ عَنْهُ دَيْنًا، أَوْ تَطْرُدُ عَنْهُ جُوْعًا ، وَ لِأَنْ أَمْشِيْ مَعَ أَخٍ لِيْ فِيْ حَاجَةٍ أَحَبُّ إِلَيَّ مِنْ أنْ أَعْتَكِفَ فْيْ هَذَا اْلمَسْجِدِ ، يَعْنِيْ مَسْجِدَ اْلمَدِيْنَةِ شهرًا
”Orang yang paling dicintai oleh Allah adalah yang paling bermanfaat bagi orang lain dan amalan yang paling dicintai oleh Allah adalah kegembiraan yang dimasukkan ke dalam hati seorang Muslim, atau menghilangkan satu derita berat dari dirinya atau membebaskan hutangnya atau menghilangkan kelaparannya.
Dan sungguh, aku berjalan bersama dengan saudaraku untuk menyelesaikan suatu kebutuhan lebih aku sukai daripada aku beri’tikaf di masjid ini, yaitu masjid Nabawi, selama satu bulan.”
[Hadits riwayat Ath-Thabrani (6026), dinyatakan shahih oleh Syaikh Al-Albani di dalam As-Silsilah Ash-Shahihah no. 906]
Para sahabat sangat sadar akan pentingnya memprioritaskan amal yang bermanfaat luas kepada kaum Muslimin. Sebagai contoh adalah ucapan Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu,
لِأَنْ أُرَابِطَ لَيْلَةً فِيْ سَبِيْلِ اللهِ أَحَبُّ إِلَيَّ مِنْ أَنْ أَقُوْمَ لَيْلَةَ اْلقَدْرِ عِنْدَ اْلحَجَرِ اْلأَسْوَدِ
”Aku melakukan ribath di jalan Allah lebih aku sukai daripada melakukan qiyamul lail pada malam lailatul qadar di dekat Hajar Aswad.”
Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan bahwa ribath adalah termasuk bagian dari jenis jihad dan jenis jihad itu lebih didahulukan daripada jenis haji.” [Al-Fatawa al-Kubra, Ibnu Taimiyah (5/146)]
Ribath adalah menjaga wilayah – wilayah paling dekat dengan musuh yang diperkirakan akan menjadi celah masuk musuh kaum Muslimin dalam upaya menyerang kaum Muslimin.
Melindungi kaum Muslimin lebih disukai Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu dari pada qiyamullail di malam bernilai seribu bulan di samping Ka’bah.
Padahal shalat di Masjidil haram bernilai 100 ribu kali lipat dibanding masjid lainnya sebagaimana disebutkan dalam hadits shahih riwayat Ahmad dan Ibnu Majah.[v]
Ini hanyalah sekedar contoh amalan yang bermanfaat besar kepada orang lain yang bisa mendongkrak capaian kebaikan kita pada kurun waktu yang sama yang dilalui oleh orang lain, dengan kelipatan yang tak terbayangkan.
Doa Penutup
Masih banyak amal lainnya yang tidak bisa disampaikan dalam kesempatan yang terbatas ini. Semoga Allah Ta’ala mengaruniakan kepada kita semua petunjuk dan taufik untuk senantiasa mentaati-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Sehingga kehidupan kita tahun ini lebih baik dari tahun-tahun sebelumnya.
إِنَّ اللهَ وَمَلآئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ يَآأَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا
الَّلهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَعَلَى خُلَفَائِهِ الرَّاشِدِيْنَ الْمَهْدِيِّيْنَ وَأَصْحَابِهِ أَجْمَعِيْنَ وَمَنْ سَارَ عَلَى نَهْجِهِمْ وَطَرِيْقَتِهِمْ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ وَارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَاأَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ
اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَالْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ الأَحْيَآءِ مِنْهُمْ وَالأَمْوَاتِ، إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مَجِيْبُ الدَّعَوَاتِ
اللَّهُمَّ أَعِزَّ الإِسْلاَمَ وَالْمُسْلِمِيْنَ، وَوَحِّدِ اللَّهُمَّ صُفُوْفَهُمْ، وَأَجْمِعْ كَلِمَتَهُمْ عَلَى الحَقِّ، وَاكْسِرْ شَوْكَةَ الظَّالِمِينَ، وَاكْتُبِ السَّلاَمَ وَالأَمْنَ لِعِبادِكَ أَجْمَعِينَ
اللَّهُمَّ أَعِزَّ الإِسْلاَمَ وَالْمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَالْمُشْرِكِيْنَ وَانْصُرْ عِبَادَكَ الْمُوَحِّدِيْنَ الْمُخْلِصِيْنَ وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ الْمُسْلِمِيْنَ ودَمِّرْ أَعْدَآئَنَا وَأَعْدَآءَ الدِّيْنِ وأَعْلِ كَلِمَاتِكَ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ
رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنْفُسَنَا وَإِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ الخَاسِرِيْنَ
رَبَّنَا لا تُزِغْ قُلُوْبَنَا بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنَا، وَهَبْ لَنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً، إِنَّكَ أَنْتَ الوَهَّابُ
رَبَّنَا آتِنَا في الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ
وَصَلَّى اللهُ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ و َمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدّيْن
وَآخِرُ دَعْوَانَا أَنِ الْحَمْدُ لله رَبِّ الْعَالَمِيْنَ
عِبَادَ اللهِ
إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالإِحْسَانِ وَإِيْتَاءِ ذِي القُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ
[i] http://iswy.co/e25614
[ii] http://www.saaid.net/rasael/510.htm
[iii]https://islamqa.info/ar/answers/135711/%D9%83%D9%8A%D9%81%D9%8A%D8%A8%D8%AA%D9%84%D9%89%D8%A7%D9%84%D8%B5%D8%A7%D9%84%D8%AD%D9%88%D9%86%D9%81%D9%8A%D8%A7%D9%84%D8%AF%D9%86%D9%8A%D8%A7%D9%88%D8%A7%D9%84%D9%84%D9%87%D9%8A%D9%82%D9%88%D9%84%D9%81%D9%8A%D8%A7%D9%84%D9%82%D8%B1%D8%A7%D9%86%D9%81%D9%84%D9%86%D8%AD%D9%8A%D9%8A%D9%86%D9%87%D8%AD%D9%8A%D8%A7%D8%A9%D8%B7%D9%8A%D8%A8%D8%A9
[iv] https://islamqa.info/ar/answers/135711/%D9%83%D9%8A%D9%81-%D9%8A%D8%A8%D8%AA%D9%84%D9%89-%D8%A7%D9%84%D8%B5%D8%A7%D9%84%D8%AD%D9%88%D9%86-%D9%81%D9%8A-%D8%A7%D9%84%D8%AF%D9%86%D9%8A%D8%A7-%D9%88%D8%A7%D9%84%D9%84%D9%87-%D9%8A%D9%82%D9%88%D9%84-%D9%81%D9%8A-%D8%A7%D9%84%D9%82%D8%B1%D8%A7%D9%86-%D9%81%D9%84%D9%86%D8%AD%D9%8A%D9%8A%D9%86%D9%87-%D8%AD%D9%8A%D8%A7%D8%A9-%D8%B7%D9%8A%D8%A8%D8%A9
[v] Hadits riwayat Ahmad 3/343 dan Ibnu Majah no. 1406, dari Jabir bin ‘Abdillah. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih. Lihat Shahih At Targhib wa At Tarhib no. 1173
Baca Juga Tentang Khutbah Jum’at:
– Khutbah Jumat Paling Bagus
– Khutbah Jumat Bulan Rajab