Khutbah Pertama
الحَمْدُ لِلَّهِ ذِيْ اْلفَوَاضِلِ اْلجَلِيَّةِ، وَاْلعَوَائِدِ الطَّيِّبَةِ، الَّذِيْ خَفَّفَ عَنْ عِبَادِهِ اْلمُعْضَلَاتِ وَالشَّدَائِدِ، بِمَا قَيَّضَهُ لَهُمْ مِنْ أَرْزَاقٍ مُتَنَوِّعَةٍ، وَخَيْرَاتٍ مُتَتَابِعَةٍ، وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهَ، وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ، أَجْوَدَ النَّاسِ، وَكَانَ أَجْوَدَ بِاْلخَيْرِ مِنَ الرِّيْحِ اْلمُرْسَلَةِ، فَصَلَّى اللهُ وَسَلَّمَ وَبَارَكَ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ اْلشَّاكِرِيْنَ لِرَبِّهِمْ وَالذَّاكِرِيْنَ لَهُ، وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ
يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُواْ رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُم مِّن نَّفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيرًا وَنِسَاء وَاتَّقُواْ اللّهَ الَّذِي تَسَاءلُونَ بِهِ وَالأَرْحَامَ إِنَّ اللّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا .يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَن يُطِعْ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا
أمَّا بعد
Sulitnya Bersyukur di Masa Kini
Jamaah Jumat rahimakumullah,
Pada kesempatan khutbah ini, kami ingin mengupas satu tema yang sudah sangat sering kita dengar namun belum banyak yang mengetahui hakikatnya. Mudah sekali diucapkan namun sulit dilaksanakan.
Yaitu masalah bersyukur kepada Allah Ta’ala atas segala nikmatnya.
Sebagian besar orang berpandangan bahwa saat mereka mendapatkan nikmat apa pun bentuknya, maka sudah dirasa cukup dengan mengucapkan alhamdulillah.
Dan bila ada satu nikmat yang bersifat khusus atau spesial maka kadang melakukan tasyakuran sebagai bentuk rasa syukur kepada Allah.
Hal itu tidak salah namun belum tepat dan lengkap dalam mewujudkan syukur kepada Allah. Para ulama menegaskan bahwa hakikat syukur adalah mengakui nikmat itu datangnya dari Allah Ta’ala dan menggunakan nikmat tersebut dalam ketaatan kepada-Nya.
Sedangkan kufur nikmat adalah menggunakan nikmat tersebut untuk bermaksiat kepada Allah.
Orang yang mampu mengamalkan syukur dalam bentuk semacam ini sangatlah sedikit, karena kebaikan itu lebih sedikit daripada keburukan dan ketaatan itu lebih sedikit daripada kemaksiatan.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
اعْمَلُوا آلَ دَاوُودَ شُكْرًا ۚ وَقَلِيلٌ مِنْ عِبَادِيَ الشَّكُورُ
Beramallah hai keluarga Daud untuk bersyukur (kepada Allah). Dan sedikit sekali dari hamba-hamba-Ku yang bersyukur. [Saba’: 13]
Misalkan seseorang dikaruniai kemudahan untuk membeli mobil baru. Lalu saat mobil sampai di rumah, dia mengucapkan alhamdulillah dan mengadakan tasyakuran atas nikmat mobil tersebut dengan mengundang para tetangga atau orang-orang miskin dan anak yatim.
Namun bila setelah itu mobilnya dipakai untuk datang ke tempat-tempat maksiat, atau bahkan dipakai untuk bermaksiat dan segala hal yang melanggar syariat, maka orang semacam ini tidak bisa dikatakan bersyukur dengan benar.
Mobilnya menjadi fasilitator kemaksiatan. Ini menjadi musibah agama bukan barokah namun kebanyakan orang tidak mengetahuinya.
Minimnya orang yang mengetahui hakikat bersyukur sesuai syariat memang merupakan salah satu sebab kegagalan banyak orang untuk menjadi orang yang bersyukur pada masa kini dan di masa kapan pun.
Namun, pada masa kini kesulitannya menjadi lebih tinggi mengingat rendahnya semangat kebanyakan orang untuk mendalami agama, sedikitnya orang yang berpegang teguh kepada agama, diperparah dengan lingkungan sosial dan budaya yang tidak kondusif untuk tumbuh suburnya perilaku syukur secara benar sesuai syariat.
Bersyukur dengan Pamer Gaya Hidup Hedonis Melalui Sosial Media?
Ma’asyirol muslimin rahimakumullah,
Sering kita melihat atau membaca gaya hidup hedonis yang ditampilkan secara vulgar di berbagai media, baik televisi atau media sosial dan media lainnya.
Orang-orang yang dikaruniai oleh Allah Ta’ala kekayaan melimpah, kesehatan, popularitas dan pengaruh luas pada usia yang masih muda ternyata memiliki gaya hidup yang sama sekali jauh dari tuntunan syariat Islam.
Sebagian dari mereka adalah bagian dari kaum Muslimin namun bergaya hidup hedonis, suka mempertontonkan kemewahan dan berbagai kelebihan dirinya dalam berbagai kesempatan. Seolah semua itu tidak akan pernah bisa terampas lagi dari dirinya.
Bila gaya hidup semacam ini telah menjadi suatu trend atau kecenderungan umum suatu masyarakat, maka sebenarnya ini menjadi indikasi bahwa masyarakat semacam itu sedang dalam keadaan lalai kepada Sang Pemberi Nikmat dan telah bertindak melampaui batas syariat.
Masyarakat semacam ini adalah masyarakat yang sakit, yang tidak mampu bersyukur kepada Dzat yang telah memberinya berbagai kenikmatan dan tidak peka terhadap kepedihan dan penderitaan orang lain di sekitarnya yang mendapatkan ujian berupa kemiskinan dan kelaparan.
Kelompok masyarakat semacam ini harus disadarkan tentang bahaya gaya hidup hedonis yang sama sekali tidak bermanfaat dan tidak bermaslahat.
Orang-orang semacam itu hanya menunggu tanggal main datangnya teguran dari Allah Ta’ala berupa dirampasnya kembali berbagai nikmat yang telah diberikan agar mereka kembali ke jalan yang benar.
Namun bila anda menyaksikan ada orang yang terus menerus melakukan pelanggaran syariat namun seakan tidak pernah ada musibah yang menimpa dirinya, bahkan dunia semakin melimpah ruah, maka ketahuilah bahwa itu merupakan istidroj dari Allah Subhanahi wa Ta’ala, atau pemberian tanpa ridha.
Dalam sebuah hadits dari ‘Uqbah bin Amir radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah ﷺ bersabda, ”Apabila kamu melihat Allah Ta’ala memberi seorang hamba dunia yang dia sukai sementara dia dalam keadaan terus menerus bermaksiat, itu hanyalah istidroj dari Allah Subhanahu wa Ta’ala.” [Hadits riwayat Ahmad: 4/145]
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
فَلَمَّا نَسُوا مَا ذُكِّرُوا بِهِ فَتَحْنَا عَلَيْهِمْ أَبْوَابَ كُلِّ شَيْءٍ حَتَّىٰ إِذَا فَرِحُوا بِمَا أُوتُوا أَخَذْنَاهُمْ بَغْتَةً فَإِذَا هُمْ مُبْلِسُونَ
Maka tatkala mereka melupakan peringatan yang telah diberikan kepada mereka, Kamipun membukakan semua pintu-pintu kesenangan untuk mereka; sehingga apabila mereka bergembira dengan apa yang telah diberikan kepada mereka, Kami siksa mereka dengan sekonyong-konyong, maka ketika itu mereka terdiam berputus asa. [Al-An’am: 44]
Kedudukan Syukur Dalam Islam
Jamaah Jumat rahimakumullah,
Syukur memiliki kedudukan yang tinggi dalam Islam. Ia merupakan salah satu manzilah atau tempat persinggahan yang sangat tinggi dalam perjalan seorang hamba menuju Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Imam Ibnul Qayyim Al-Jauziyyah berkata, ”Syukur termasuk tempat persinggahan yang paling tinggi dan lebih tinggi daripada ridha. Ridha merupakan satu tahapan dalam syukur. Sebab mustahil ada syukur tanpa ada ridha.
Syukur merupakan separuh iman. Separuh yang lainnya adalah sabar. Allah memerintahkan syukur dan melarang kebalikannya. Allah memuji pelakunya, mensifatinya sebagai makhluk-Nya yang khusus atau spesial.
Allah menjanjikan kepadanya pahala yang besar, menjadikan syukur sebagai sebab untuk mendapatkan tambaha karunia-Nya, memelihara dan menjaga nikmatnya.
Allah juga mengabarkan bahwa orang-orang yang bersyukur adalah orang-orang yang dapat mengambil manfaat dan pelajaran dari ayat-ayat-Nya.
Mengambil salah satu dari nama-nama-Nya, yaitu Asy-Syakuur yang berarti menghantarkan orang yang bersyukur kepada Dzat yang disyukurinya, sementara orang-orang yang bersyukur di antara hamab-hamba-Nya amatlah sedikit.
Keutamaan & Urgensi Syukur
Ma’asyirol Muslimin rahimakumullah,
Syukur kepada Allah merupakan perkara yang sangat penting dalam kehidupan seorang Muslim. kita bisa melihat urgensi dari syukur ini dari hal-hal berikut ini:[i]
1. Di antara nama Allah Subhanahu wa Ta’ala adalah Asy-Saakir dan Asy-Syakuur.
Allah Ta’ala berfirman,
فَإِنَّ اللَّهَ شَاكِرٌ عَلِيمٌ
Maka sesungguhnya Allah Maha Mensyukuri kebaikan lagi Maha Mengetahui. [Al-Baqarah: 158]
إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ شَكُورٌ
Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Mensyukuri. [Asy-Syura: 23]
2. Syukur merupakan sifat yang lazim ada pada para Nabi
Allah Ta’ala berfirman tentang Nabi Nuh ‘alaihis salam,
إِنَّهُ كَانَ عَبْدًا شَكُورًا
Sesungguhnya dia adalah hamba (Allah) yang banyak bersyukur. [Al-Isra’: 3]
Tentang Nabi Ibrahim ‘alaihis salam,
إِنَّ إِبْرَاهِيمَ كَانَ أُمَّةً قَانِتًا لِلَّهِ حَنِيفًا وَلَمْ يَكُ مِنَ الْمُشْرِكِينَ .شَاكِرًا لِأَنْعُمِهِ ۚ اجْتَبَاهُ وَهَدَاهُ إِلَىٰ صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ
Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang imam yang dapat dijadikan teladan lagi patuh kepada Allah dan hanif. Dan sekali-kali bukanlah dia termasuk orang-orang yang mempersekutukan (Tuhan),
(lagi) yang mensyukuri nikmat-nikmat Allah. Allah telah memilihnya dan menunjukinya kepada jalan yang lurus. [an-Nahl: 120-121]
dan Nabi kita Muhammad ﷺ yang setiap hari shalat tahajjud hingga kedua telapak kakinya bengkak, lalu dikatakan kepadanya bahwa kesalahan beliau sudah diampuni yang telalu maupun yang akan datang, lalu beliau ditanya tentang hal itu, beliau bersabda, ”Tidakkah aku menjadi hamba yang senantiasa bersyukur?” [Hadits riwayat Al-Bukhari dari Al-Mughirah bin Syu’bah]
3. Allah Ta’ala telah memerintahkan kepada kita agar bersyukur kepada-Nya.
Allah Ta’ala berfirman,
فَاذْكُرُونِي أَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوا لِي وَلَا تَكْفُرُونِ
Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya Aku ingat (pula) kepadamu, dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari (nikmat)-Ku. [Al-Baqarah: 152]
وَوَصَّيْنَا الْإِنْسَانَ بِوَالِدَيْهِ حَمَلَتْهُ أُمُّهُ وَهْنًا عَلَىٰ وَهْنٍ وَفِصَالُهُ فِي عَامَيْنِ أَنِ اشْكُرْ لِي وَلِوَالِدَيْكَ إِلَيَّ الْمَصِيرُ
Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu. [Lukman: 14]
dan masih banyak ayat yang memerintahkan kepada kita untuk bersyukur kepada Allah dan menjadi orang-orang yang senantiasa bersyukur kepada-Nya.
4. Syukur merupakan sifat orang mukmin
Hal ini sebagaiman disebutkan dalam hadits dari Shuhaib radhiyallahu ‘anhu, dia berkata, ” Rasulullah ﷺ bersabda,
عَجَبًا لِأَمْرِ الْمُؤْمِنِ إِنَّ أَمْرَهُ كُلَّهُ خَيْرٌ، وَلَيْسَ ذَاكَ لِأَحَدٍ إِلَّا لِلْمُؤْمِنِ؛ إِنْ أَصَابَتْهُ سَرَّاءُ شَكَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ، وَإِنْ أَصَابَتْهُ ضَرَّاءُ صَبَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ
“Perkara orang mukmin itu menakjubkan. Sesungguhnya seluruh urusannya adalah baik dan hal itu tidak ada kecuali pada seorang mukmin. Apabila dia mendapatkan kebahagiaan dia bersyukur. Maka ini baik baginya. dan bila dia tertimpa musibah dia bersabar. maka ini baik baginya.” [Hadits shahih riwayat Muslim]
5. Syukur merupakan sebab bertambahnya nikmat.
Allah ta’ala berfirman,
وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِنْ شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ
Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, [Ibrahim: 7]
6. Syukur merupakan sebab keamanan dari siksa.
Allah Ta’ala berfirman,
مَا يَفْعَلُ اللَّهُ بِعَذَابِكُمْ إِنْ شَكَرْتُمْ وَآمَنْتُمْ
Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu memaklumkan, “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepadamu, [an-Nisa’: 147]
7. Syukur merupakan sebab keridhaan Allah
Allah Ta’ala berfirman,
وَإِنْ تَشْكُرُوا يَرْضَهُ لَكُمْ
dan jika kamu bersyukur, niscaya Dia meridhai bagimu kesyukuranmu itu; [az-Zumar: 7]
8. Keselamatan yang diiringi syukur lebih baik dari bencana yang diiringi sabar.
Seorang tokoh ulama Tabi’in bernama Mutharrif bin Abdullah rahimahullah berkata,
لِأَنْ أُعَافَى فَأَشْكُرُ، أَحَبُّ إِلَيَّ مِنْ أَنْ أُبْتَلَى فَأَصْبِرَ” “مختصر منهاج القاصدين “295”
” Aku diberi ‘afiyah atau keselamatn kemudian aku bersyukur lebih kusukai daripada aki ditimpa bencana lalu aku bersabar.” (Mukhatashar Minhajul Qashidin: 295)
Tingkatan Syukur Kepada Allah
Ma’asyirol Muslimin rahimakumullah,
Bersyukur kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala itu ternyata ada tingkatan-tingkatannya.
Menurut Imam Ibnul Qayyim Al-Jauziyyah dalam kitabnya Madarijus Salikin Bab Manzilah Syukur beliau mengatakan bahwa syukur itu ada tiga tingkatan:[ii]
- Tingkatan pertama adalah bersyukur terhadap hal-hal yang disukai atau dicintai.
- Tingkatan kedua adalah bersyukur terhadap hal-hal yang tidak disukai.
- Tingkatan ketiga adalah seorang hamba tidak menyaksikan kecuali sang Pemberi Nikmat.
Apabila seorang hamba menyaksikan Sang Pemberi nikmat sebagai bentuk ubudiyah, maka nikmat dari Allah tersebut akan nampak besar di matanya. Bila dia menyaksikan Sang Pemberi nikmat karena rasa cinta maka perkara yang menyusahkan menjadi terasa manis.
Dan bila dia menyaksikan Sang Pemberi nikmat sebagai bentuk Pengesaan maka dia tidak lagi melihat nikmat dan perkara yang berat. Orang yang berada pada tingkatan ini tenggelam dalam persaksian terhadap Yang Memberi Nikmat bukan kepada kepada nikmat itu sendiri.
Hal Yang Dapat Membantu Bersyukur
Ma’asyirol Muslimin rahimakumullah,
Al-Quran al-Karim dan as-sunnah an-nabawiyah telah menunjukkan kepada kita sejumlah cara yang akan memudahkan kita untuk mampu bersyukur kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala atas segala nikmat dan karunia-Nya.
Di antara cara agar mudah bersyukur adalah sebagaimana yang dijelaskan oleh Syaikh Muhammad Shalih Al-Munajjid berikut ini:[iii]
- Melihat kepada yang berada di bawahnya keadaannya dalam masalah duniawi.
اُنْظُرُوْا إِلَى مَنْ هُوَ أَسْفَلَ مِنْكُمْ وَلَا تَنْظُرُوْا إِلَى مَنْ هُوَ فَوْقَكُمْ ، فَهُوَ أَجْدَرُ أَنْ لَا تَزْدَرُوْا نِعْمَةَ اللهِ عَلَيْكُمْ
”Lihatlah kepada orang yang berada di bawah kalian (dalam masalah duniawi) dan janganlah engkau melihat kepada orang yang berada di atas kalian. Dengan demikian, hal itu akan membuat kalian tidak meremehkan nikmat Allah pada kalian.” (Hadits riwayat At-Tirmidzi (2513) dan dia menyatakan sebagai hadits shahih.
- Mengingat nikmat-nikmat Allah Ta’ala
Sesungguhnya nikmat-nikmat Allah Ta’ala kepada para hamba-Nya itu tidak bisa dihitung karena tidak terhitung jumlahnya. Allah Ta’ala berfirman,
وَإِنْ تَعُدُّوا نِعْمَةَ اللَّهِ لَا تُحْصُوهَا ۗ إِنَّ اللَّهَ لَغَفُورٌ رَحِيمٌ
Dan jika kamu menghitung-hitung nikmat Allah, niscaya kamu tak dapat menentukan jumlahnya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. [An-Nahl: 18]
Imam Asy-Syaukani mengatakan, ”Mengingat nikmat merupakan sebab yang mendorong untuk bersyukur atas nikmat tersebut.” [Fathul Qadir: 2/317]
- Menyadari bahwa dirinya akan dimintai pertanggung jawaban atas segala nikmat yang telah diberikan.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
ثُمَّ لَتُسْأَلُنَّ يَوْمَئِذٍ عَنِ النَّعِيمِ
kemudian kamu pasti akan ditanyai pada hari itu tentang kenikmatan (yang kamu megah-megahkan di dunia itu). [At-Takatsur: 8]
Apabila seorang hamba mengetahui bahwa dirinya akan dimintai pertanggung jawaban atas segala nikmat yang diterima pada yaumul hisab (hari perhitungan) serta dihisab atas nikmat tersebut meskipun hanya berupa air dingin, maka dia akan bersyukur kepada Allah karena khawatir atas hisab tersebut.
- Berdoa kepada Allah agar menolong kita agar bisa bersyukur.
Di antara doa agar Allah membantu kita menjadi hamba yang bersyukur adalah,
اللَّهُمَّ أَعِنِّي عَلَى ذِكْرِكَ وَشُكْرِكَ وَحُسْنِ عِبَادَتِكَ
Allahumma a’innii ‘alaa dzikrika wa syukrika wa husni ‘ibaadatik.
Ya Allah, Tolonglah hamba untuk berdzikir kepada-Mu, bersyukur kepada-Mu dan beribadah kepada-Mu dengan sebaik-baiknya. [Hadits riwayat Abu Dawud (1522), Al- Hakim menshahihkannya dan disepakati oleh Adz-Dzahabi]
- Mengetahui bahwa Allah mencintai syukur.
Qatadah berkata, “Sesungguhnya Rabb kalian itu Maha Pemberi Nikmat yang mencintai syukur.” [Tafsir ath-Thabari (6/218)
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ, وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ, وَتَقَبَّلَ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ. أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَاسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ فَاسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ
Khutbah Kedua
الحَمْدُ لِلَّهِ مُسْتوجِبِ اْلحَمْدُ وَاْلعِبَادَةُ، المُتَابِعِ لِأَهْلِ طَاعَتِهِ إِعَانَتَهُ وَإِمْدَادَهُ، وَالصَّلاَةُ وَالسَّلَامُ عَلَى نَبِيِّهِ وَحَبِيْبِهِ مُحَمَّدٍ، وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ، وَمَنِ اتَّبَعَ رَشَادَهُ
أمَّا بَعْدُ
Buah Syukur Kepada Allah
Ma’asyirol Muslimin rahimakumullah,
Syukur itu memiliki banyak buah dan faedah. Seluruhnya kembali kepada sang hamba dan tidak sedikit pun yang kembali kepada Allah. Apabila seorang hamba bersyukur maka dia bersyukur untuk kebaikan dirinya sendiri.
Apabila seorang hamba mengingkari nikmat atau kufur nikmat, maka kekufurannya itu akan merugikan dirinya sendiri pula. Nabi Sulaiman ‘alaihis salam berkata sebagaimana diberitakan oleh Allah Ta’ala dalam al-Quran,
هَٰذَا مِنْ فَضْلِ رَبِّي لِيَبْلُوَنِي أَأَشْكُرُ أَمْ أَكْفُرُ ۖ وَمَنْ شَكَرَ فَإِنَّمَا يَشْكُرُ لِنَفْسِهِ ۖ وَمَنْ كَفَرَ فَإِنَّ رَبِّي غَنِيٌّ كَرِيمٌ
Ini termasuk kurnia Tuhanku untuk mencoba aku apakah aku bersyukur atau mengingkari (akan nikmat-Nya). Dan barangsiapa yang bersyukur maka sesungguhnya dia bersyukur untuk (kebaikan) dirinya sendiri dan barangsiapa yang ingkar, maka sesungguhnya Tuhanku Maha Kaya lagi Maha Mulia”. [An-Naml: 40]
Di antara buah-buah syukur adalah sebagai berikut:[iv]
- Selamat dari siksa Allah.
Allah Ta’ala berfirman,
مَا يَفْعَلُ اللَّهُ بِعَذَابِكُمْ إِنْ شَكَرْتُمْ وَآمَنْتُمْ ۚ وَكَانَ اللَّهُ شَاكِرًا عَلِيمًا
Mengapa Allah akan menyiksamu, jika kamu bersyukur dan beriman? Dan Allah adalah Maha Mensyukuri lagi Maha Mengetahui. [An-nisa’: 147]
Imam Ibnu Jarir berkata, ”Sesungguhnya Allah Jalla Tsanaauhu tidak akan menyiksa orang yang bersyukur dan beriman.” [Tafsir Ath-thabari (4/338)
Hal ini sebagaimana dalam hadits Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, dia berkata, ”Rasulullah ﷺ
“Sungguh Allah benar-benar ridha kepada seorang hamba yang memakan suatu makanan lalu mengucapkan alhamdulillah atas makanan tersebut atau meminum suatu minuman lalu mengucapkan atas minuman tersebut.” [Hadits riwayat Muslim (2734)]
- Dikhususkan dengan anugerah hidayah.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
وَكَذَٰلِكَ فَتَنَّا بَعْضَهُمْ بِبَعْضٍ لِيَقُولُوا أَهَٰؤُلَاءِ مَنَّ اللَّهُ عَلَيْهِمْ مِنْ بَيْنِنَا ۗ أَلَيْسَ اللَّهُ بِأَعْلَمَ بِالشَّاكِرِينَ
Dan demikianlah telah Kami uji sebahagian mereka (orang-orang kaya) dengan sebahagian mereka (orang-orang miskin), supaya (orang-orang yang kaya itu) berkata: “Orang-orang semacam inikah di antara kita yang diberi anugerah Allah kepada mereka?” (Allah berfirman): “Tidakkah Allah lebih mengetahui tentang orang-orang yang bersyukur (kepada-Nya)?” [Al-An’am: 53]
- Terpeliharanya nikmat
Syukur adalah penjaga nikmat dari segala sebab yang mengakibatkan sirnanya nikmat tersebut. Oleh karena itu sebagian ulama menamakan syukur itu sebagai pengikat nikmat karena sukur itu mengikat nikmat sehingga tidak lepas dan kabur.
Umar bin Abdul Azis rahimahullah berkata, ”Ikatlah nikmat-nikmat Allah dengan bersyukur kepada Allah.” (Syu’abul Iman (4546)
- Bertambahnya nikmat
Allah ‘Azza wa Jalla telah menjanjikan dalam kitab-Nya yang mulia bahwa Dia akan memberikan tambahan nikmat kepada orang-orang yang bersyukur. Allah Ta’ala berfirman,
وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِنْ شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ
Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, [Ibrahim: 7]
- Pahala syukur tidak digantungkan kepada kehendak Allah.
Allah Ta’ala menggantungkan banyak baasan suatu amal dengan kehendak, seperti firman Allah,
بَلْ إِيَّاهُ تَدْعُونَ فَيَكْشِفُ مَا تَدْعُونَ إِلَيْهِ إِنْ شَاءَ
Tidak), tetapi hanya Dialah yang kamu seru, maka Dia menghilangkan bahaya yang karenanya kamu berdoa kepada-Nya, jika Dia menghendaki, [Al-An’am: 41]
يَغْفِرُ لِمَنْ يَشَاءُ
Dia memberi ampun kepada siapa yang Dia kehendaki; [Ali Imran: 129]
وَاللَّهُ يَرْزُقُ مَنْ يَشَاءُ بِغَيْرِ حِسَابٍ
Dan Allah memberi rezeki kepada orang-orang yang dikehendaki-Nya tanpa batas. [Al-Baqarah: 212]
وَيَتُوبُ اللَّهُ عَلَىٰ مَنْ يَشَاءُ
Dan Allah menerima taubat orang yang dikehendaki-Nya. [At-Taubah: 15]
Adapun Syukur maka Allah membebaskannya. Allah berfirman,
وَسَيَجْزِي اللَّهُ الشَّاكِرِينَ
dan Allah akan memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur. [Ali Imran: 144 ]
وَسَنَجْزِي الشَّاكِرِينَ
Dan kami akan memberi jaza’ (balasan) kepada orang-orang yang bersyukur. [Ali Imran 145]
- Dikabulkan doanya,
Ibrahim bin Adham, seorang tokoh tabi’in pernah ditanya, ”Mengapa kami berdoa namun tidak dikabulkan?” Dia menjawab, ”Karena kalian mengenal Allah tapi tidak mentaati-Nya. Kalian mengenal Rasulullah ﷺ tapi kalian tidak mengikuti sunnahnya.
Kalian mengetahui al-Quran tapi tidak mengamalkannya. Kalian memakan nikmat-nikmat Allah namun kalian tidak menysukuri nikmat-nikmat tersebut. Kalian mengetahui surga namun tidak memburunya dan kalian mengetahui neraka namun tidak berlari darinya.
Kalian mengetahui setan namun tidak memeranginya malah menyepakatinya. Kalian mengetahui kematian namun tidak bersiap untuknya dan kalian menguburkan orang mati namun tidak mengambil pelajaran dan kalian meninggalkan aib-aib kalian sendiri namun sibuk dengan aib-aib orang lain.” [Tafsir Ath-Thabari: 2/303]
Doa Penutup
Demikianlah khutbah Jumat kali ini. Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala memudahkan kita semua dan seluruh kaum Muslimin untuk bisa bersyukur kepada-Nya atas segala nikmat-Nya dan menggolongkan kita ke dalam hamba-hamba-Nya yang pandai bersyukur.
Marilah kita akhiri khutbah Jumat ini dengan berdoa kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.
عباد الله: إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا
فَصَلُّوْا وَسَلِّمُوْا عَلَى سَيِّدِ اْلأَوَّلِيْنَ وَاْلآخِرِيْنَ وَإِمَامِ اْلمُرْسَلِيْنَ، اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كَبِيْرًا
اللَّهُمَّ اهْدِنَا الصِّرَاطَ اْلمُسْتَقِيْمَ، وَأَكْرَمَنَا بِذِكْرِكَ فِيْ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ، وَمُنَّ عَلَيْنَا بِالتَّوْبَةِ وَاْلإِنَابَةِ وَالْخَشْيَةِ، اللَّهُمَّ تَجَاوَزْ عَنْ تَقْصِيْرِنَا وَسَيِّئَاتِنَا، وَاغْفِرْ لَنَا وَلِوَالِدَيْنَا وَسَائِرِ أَهْلِيْنَا، وَبَارَكَ لَنَا فِيْ أَعْمَارِنَا وَأَعْمَالِنَا وَأَقْوَاتَنَا وَأَوْقَاتَنَا
اللَّهُمَّ اكْشِفْ عَنِ اْلمُسْلِمِيْنَ مَا نَزَلَ بِهِمْ مِنْ ضُرٍّ وَبَلَاءٍ، وَفَقْرٍ وَتَشَرُّدٍ، وَقَتْلٍ وَاقْتِتَالٍ، وَوَسِّعْ عَلَيْهِمْ فِيْ اْلأَمْنِ وَالرِّزْقِ، وَجَنِّبْنَا وَإيَّاهُمُ اْلفِتَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ، إِنَّكَ سَمِيْعُ الدُّعَاءِ
رَبَّنَا آَتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآَخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ
عباد الله: إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإِحْسَانِ وَإِيتَاءِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ * وَأَوْفُوا بِعَهْدِ اللَّهِ إِذَا عَاهَدْتُمْ وَلَا تَنْقُضُوا الْأَيْمَانَ بَعْدَ تَوْكِيدِهَا وَقَدْ جَعَلْتُمُ اللَّهَ عَلَيْكُمْ كَفِيلًا إِنَّ اللَّهَ يَعْلَمُ مَا تَفْعَلُون.
اُذْكُرُوْا اللهَ اْلعَظِيْمَ اْلجَلِيْلَ يَذْكُرْكُمْ، وَاشْكُرُوْهُ عَلَى نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ، وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ وَاللهُ يَعْلَمُ مَا تَصْنَعُوْنَ
[i] Lihat: https://www.alukah.net/sharia/0/106098/
[ii] lihat: https://www.islamweb.net/ar/fatwa/340483/
[iii] Lihat: Asy-Syukru, Syaikh Muhamma Shalih Al-Munajjid, Majmu’atuz zaad Lin Nasyr, 1430 H / 2009 M, cetakan pertama, hal. 32-41 secara ringkas.
[iv] Ibid hal. 42-47.
Baca Juga Tentang Khutbah Jum’at:
– Khutbah Jum’at Singkat Padat
– Khutbah Jumat Tentang Sabar
– Khutbah Jumat Tentang Nikmat Allah