Khutbah Pertama
إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. أَشْهَدُ أَنَّ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ
اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى نَبِيِّنَا وَرَسُوْلِنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى ا للهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ
يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمْ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيراً وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَتَسَاءَلُونَ بِهِ وَالأَرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيباً
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا ، يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا
أَمَّا بَعْدُ
Mukadimah
Jamaah shalat Jumat rahimakumullah,
Marilah kita panjatkan puji syukur ke hadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala, yang telah menganugerahkan kepada kita iman dan Islam, kesehatan dan keamanan, serta kehidupan yang tenteram dan damai di masyarakat kita.
Dan masih banyak lagi nikmat-nikmat Allah Subhanahu wa Ta’ala yang diberikan kepada kita yang tidak akan mungkin bagi kita untuk menghitungnya.
Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada Nabi kita Muhammad ﷺ , keluarganya, para sahabatnya dan siapa saja yang mengikuti sunnahnya dengan ikhlas dan sabar hingga hari kiamat.
Kami wasiatkan kepada diri kami dan kepada kaum Muslimin sekalian, marilah kita berusaha untuk terus bertakwa kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala di mana pun kita berada.
Hanya dengan takwa saja kehidupan kita akan penuh berkah dan jauh dari maksiat. Takwa akan mengundang barokah kepada diri dan keluarga kita.
Sedangkan bermaksiat hanya akan mengundang masalah, bencana dan mala petaka menimpa diri kita dan keluarga kita, wal ‘iyadzu billah.
Hidup Bermasyarakat Satu Keniscayaan
Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman di dalam surat Al-Hujurat, surat nomor ke 49 ayat ke 13,
يٰٓاَيُّهَا النَّاسُ اِنَّا خَلَقْنٰكُمْ مِّنْ ذَكَرٍ وَّاُنْثٰى وَجَعَلْنٰكُمْ شُعُوْبًا وَّقَبَاۤىِٕلَ لِتَعَارَفُوْا ۚ اِنَّ اَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللّٰهِ اَتْقٰىكُمْ ۗاِنَّ اللّٰهَ عَلِيْمٌ خَبِيْرٌ – ١٣
Wahai manusia! Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Mahateliti.
Syaikh Abdurahman bin Nashir as-Sa’di rahimahullah, ulama ahli tafsir dari Saudi Arabia yang wafat pada tahun 1956, saat menerangkan tujuan dari diciptakannya manusia dalam keadaan berbangsa-bangsa dan bersuku-suku mengatakan,
”Hal itu agar mereka saling mengenal. Apabila masing-masing dari mereka hidup sendirian, tentu tujuan saling mengenal satu sama lain itu tidak akan terwujud.
Padahal dengan saling mengenal itu bisa membuahkan sikap saling tolong menolong, saling membantu, saling mewarisi satu sama lain serta menunaikan hak-hak kerabat.
Allah menjadikan manusia itu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar berbagai perkara tersebut dan yang lainnya bisa terwujud. Hal itu bergantung pada saling mengenal satu sama lain serta penggabungan nasab. Namun kemuliaan itu berdasarkan takwa.[i]
Dari penjelasan syaikh Abdurrahman As-Sa’di rahimahullah tersebut kita bisa menyimpulkan bahwa pada dasarnya manusia diciptakan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala sebagai makhluk sosial.
Makhluk yang butuh untuk berinteraksi satu sama lain, saling menutupi kekurangan, saling menolong dan membantu saat menghadapi kesulitan, saling berbagi kebahagiaan dan kesedihan, serta bekerjasama untuk membangun masyarakat yang maju dan beradab.
Masing-masing individu manusia akan bisa merasakan nikmatnya hidup bila dia berada dalam sebuah masyarakat yang beradab. Islam sebagai risalah terakhir untuk umat manusia, memiliki perhatian besar terhadap terciptanya masyarakat yang berperadaban tinggi.
Perhatian ini bisa dibuktikan dengan begitu banyak ajaran Islam yang berfungsi untuk menciptakan masyarakat yang maju dan berperadaban tinggi. Dan sebenarnya Islam sudah membutkikan dalam sejarahnya yang panjang.
Perhatian Islam Terkait Hidup Bermasyarakat
Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,
Marilah kita lihat sejumlah ajaran Islam yang mendukung ke arah terciptanya kehidupan masyarakat yang beradab, hubungan antara individunya begitu kuat dan jauh dari pertikaian dan konflik antar individu di dalamnya.
- Islam mengajarkan agar setiap Muslim berakhlak dengan akhlak mulia.
Rasulullah ﷺ bersabda,
أَكْمَلُ المُؤْمِنِينَ إِيمَانًا أَحْسَنُهُمْ خُلُقًا
”Orang beriman yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaknya.”
[Hadits riwayat At- Tirmidzi no. 1162. Syaikh Al-Albani menyatakannya sebagai hadits shahih dalam kitab Silsilah Ash-Shahihah no. 284]
Rasulullah ﷺ bersabda,
إِنَّ مِنْ أَحَبِّكُمْ إِلَيَّ وَأَقْرَبِكُمْ مِنِّي مَجْلِسًا يَوْمَ القِيَامَةِ أَحَاسِنَكُمْ أَخْلَاقًا
”Sesungguhnya orang di antara kalian yang paling aku cintai dan paling dekat tempat duduknya denganku pada hari kiamat adalah yang paling bagus akhlaknya.”
[Hadits riwayat At-Tirmidzi no. 1941. Syaikh Al-Albani menyatakannya sebagai hadits hasan dalam kitab Shahih Al-Jaami’ no. 2201]
Rasulullah ﷺ bersabda,
إِنَّ الْمُؤْمِنَ لَيُدْرِكُ بِحُسْنِ خُلُقِهِ دَرَجَةَ الصَّائِمِ الْقَائِمِ
”Sesungguhnya seorang mukmin benar-benar bisa mencapai derajat orang yang rajin berpuasa dan shalat dengan akhlaknya yang baik.”
[Hadits riwayat Ahmad no. 25013 dan Abu Dawud no. 4165. Syaikh Al-Albani menyatakan sebagai hadits shahih di dalam kitab Shahih At-Targhib wa At-Tarhiib no. 2643]
Individu merupakan elemen paling dasar dari sebuah masyarakat. Bila individu yang menyusun sebuah masyarakat adalah indvidu yang berakhlak mulia, maka akan terciptalah sebuah masyarakat yang beradab dan mulia pula.
- Islam melarang keras akhlak tercela yang bisa merusak kerukunan dan ketentraman hidup dalam masyarakat.
Di dalam surat Al-Hujurat Allah Subhanahu wa Ta’ala banyak menerangkan tentang akhlak tercela yang bisa mengoyak ketenangan dan harmoni dalam kehidupan bermasyarakat.
Allah Subhanahu wa Ta’ala menerangkan tentang bahaya menelan mentah-mentah berita yang disampaikan oleh orang yang dikenal sebagai orang fasik, para pendosa yang tidak takut neraka dan tidak berharap surga, dengan firman-Nya,
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اِنْ جَاۤءَكُمْ فَاسِقٌۢ بِنَبَاٍ فَتَبَيَّنُوْٓا اَنْ تُصِيْبُوْا قَوْمًاۢ بِجَهَالَةٍ فَتُصْبِحُوْا عَلٰى مَا فَعَلْتُمْ نٰدِمِيْنَ – ٦
Wahai orang-orang yang beriman! Jika seseorang yang fasik datang kepadamu membawa suatu berita, maka telitilah kebenarannya, agar kamu tidak mencelakakan suatu kaum karena kebodohan (kecerobohan), yang akhirnya kamu menyesali perbuatanmu itu. [al-Hujurat: 6]
Bila umat Islam berdisiplin dengan ayat ini, maka dia tidak akan mudah termakan hoax yang disebarkan secara sengaja maupun tidak.
Sayangnya, tidak banyak kaum Muslimin yang paham masalah ini, sehingga mudah sekali termakan isu tak jelas. Akibatnya, muncul banyak kejadian yang sangat merugikan orang lain.
Kemudian Allah Ta’ala memperingatkan sejumlah perilaku buruk yang bisa menghancurkan soliditas dan kohesi masyarakat yaitu, saling mengolok, berprasangka buruk, mencari-cari kesalahan orang lain dan membicarakan kejelekan orang lain atau lebih dikenal dengan ghibah.
Allah Ta’ala berfirman dalam surat Al-Hujurat ayat 11-12,
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا يَسْخَرْ قَوْمٌ مِّنْ قَوْمٍ عَسٰٓى اَنْ يَّكُوْنُوْا خَيْرًا مِّنْهُمْ وَلَا نِسَاۤءٌ مِّنْ نِّسَاۤءٍ عَسٰٓى اَنْ يَّكُنَّ خَيْرًا مِّنْهُنَّۚ وَلَا تَلْمِزُوْٓا اَنْفُسَكُمْ وَلَا تَنَابَزُوْا بِالْاَلْقَابِۗ بِئْسَ الِاسْمُ الْفُسُوْقُ بَعْدَ الْاِيْمَانِۚ وَمَنْ لَّمْ يَتُبْ فَاُولٰۤىِٕكَ هُمُ الظّٰلِمُوْنَ – ١١
Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang diperolok-olokkan) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olok) dan jangan pula perempuan-perempuan (mengolok-olokkan) perempuan lain (karena) boleh jadi perempuan (yang diperolok-olokkan) lebih baik dari perempuan (yang mengolok-olok).
Janganlah kamu saling mencela satu sama lain dan janganlah saling memanggil dengan gelar-gelar yang buruk. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk (fasik) setelah beriman. Dan barangsiapa tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim.
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اجْتَنِبُوْا كَثِيْرًا مِّنَ الظَّنِّۖ اِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ اِثْمٌ وَّلَا تَجَسَّسُوْا وَلَا يَغْتَبْ بَّعْضُكُمْ بَعْضًاۗ اَيُحِبُّ اَحَدُكُمْ اَنْ يَّأْكُلَ لَحْمَ اَخِيْهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوْهُۗ وَاتَّقُوا اللّٰهَ ۗاِنَّ اللّٰهَ تَوَّابٌ رَّحِيْمٌ – ١٢
Wahai orang-orang yang beriman! Jauhilah banyak dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah ada di antara kamu yang menggunjing sebagian yang lain.
Apakah ada di antara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Tentu kamu merasa jijik. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Penerima tobat, Maha Penyayang.
Ayat-ayat ini bila dipahami dengan baik dan benar serta dipegang teguh oleh setiap individu Muslim, maka akan tercipta suatu masyarakat yang harmoni, solid dan penuh suasana persaudaraan di antara individu di dalamnya.
Namun bila diabaikan, maka akan terciptalah suatu kondisi kehidupan masyarakat yang tidak rukun, saling tidak percaya, mudah bertikai satu sama lain dan saling menjatuhkan.
Hidup dalam lingkungan masyarakat semacam ini sangat tidak nyaman dan tidak kondusif bagi tumbuh kembang anak-anak kita. Wal ‘iyadzu billah.
- Islam sangat memperhatikan lembaga perkawinan dan pembentukan keluarga yang harmonis.
Hal ini karena ada tujuan-tujuan yang telah ditetapkan bagi pernikahan tersebut yang harus diwujudkan. Tujuan utama pernikahan adalah terus berkelanjutannya keturunan umat manusia. Hal ini akan menjaga eksistensi masyarakat manusia dan melindunginya dari kepunahan.
Selain tujuan utama tersebut juga banyak tujuan lainnya, di antaranya adalah terciptanya keluarga yang harmonis, penuh kasih sayang dan cinta di antara sesama anggota keluarganya.
Terpeliharanya keturunan dan terciptanya keluarga yang harmonis memiliki pengaruh besar dalam mewujudkan sebuah masyarakat yang beradab dan mulia.
Lembaga perkawinan memberikan saluran yang sehat dan legal bagi setiap individu masyarakat untuk menyalurkan kecenderungan alaminya terhadap lawan jenisnya dan menghindarkan masyarakat dari gaya hidup bebas yang sangat merusak kehormatan dan mengacaukan hubungan nasab.
Runtuhnya lembaga perkawinan merupakan awal runtuhnya sebuah masyarakat. Dalam jangka panjang, bila suatu bangsa sudah terjangkit gaya hidup bebas tanpa lembaga perkawinan maka itu merupakan lonceng kematian dari bangsa tersebut. Wal ‘iadzu billah.
- Islam sangat memperhatikan persoalan kehidupan bertetangga secara baik.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman dalam surat An-Nisa’ ayat 36 yang memerintahkan kaum Muslimin agar berbuat baik kepada para tetangganya,
وَاعْبُدُوا اللّٰهَ وَلَا تُشْرِكُوْا بِهٖ شَيْـًٔا وَّبِالْوَالِدَيْنِ اِحْسَانًا وَّبِذِى الْقُرْبٰى وَالْيَتٰمٰى وَالْمَسٰكِيْنِ وَالْجَارِ ذِى الْقُرْبٰى وَالْجَارِ الْجُنُبِ وَالصَّاحِبِ بِالْجَنْۢبِ وَابْنِ السَّبِيْلِۙ وَمَا مَلَكَتْ اَيْمَانُكُمْ ۗ اِنَّ اللّٰهَ لَا يُحِبُّ مَنْ كَانَ مُخْتَالًا فَخُوْرًاۙ – ٣٦
”Dan sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apa pun. Dan berbuat-baiklah kepada kedua orang tua, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga dekat dan tetangga jauh, teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahaya yang kamu miliki. Sungguh, Allah tidak menyukai orang yang sombong dan membanggakan diri.”
Kemudian Rasulullah ﷺ juga menekankan masalah ini dalam sejumlah haditsnya:
- Hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari (5185) dan Muslim (47)
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : ( مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَاليَوْمِ الآخِرِ فَلاَ يُؤْذِي جَارَهُ )
Dari Abu Hurairah, dari Nabi ﷺ , beliau bersabda,”Siapa saja yang beriman kepada hari Akhir maka janganlah menyakiti tetangganya.”
- Hadits Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari (6015) dan Muslim (2625)
عَنِ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : ( مَا زَالَ جِبْرِيلُ يُوصِينِي بِالْجَارِ، حَتَّى ظَنَنْتُ أَنَّهُ سَيُوَرِّثُهُ
Dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma, dia berkata,”Rasulullah ﷺ bersabda,”Jibril terus menerus berwasiat kepadaku (untuk berbuat baik) terhadap tetangga hingga aku meyakini bahwa ia (seorang tetangga itu) akan mewariskan hartanya kepada tetangga yang lain.”
- Islam mensyariatkan amar ma’ruf nahyi mungkar untuk menjaga agar masyarakat tetap berada dalam kebaikan dan tidak tenggelam dalam kemungkaran yang menghancukan kehidupannya.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
وَلْتَكُنْ مِّنْكُمْ اُمَّةٌ يَّدْعُوْنَ اِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُوْنَ بِالْمَعْرُوْفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ ۗ وَاُولٰۤىِٕكَ هُمُ الْمُفْلِحُوْنَ – ١٠٤
Dan hendaklah di antara kamu ada segolongan orang yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar. Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung. [Ali Imran: 104]
Nabi ﷺ menggambarkan urgensi amar makruf nahyi mungkar dalam melindungi masyarakat dari kehancuran dalam sebuah hadits dari An Nu’man bin Basyir rahiyallahu ‘anhuma, ia berkata bahwa Nabi ﷺ bersabda,
مَثَلُ الْقَائِمِ عَلَى حُدُودِ اللَّهِ وَالْوَاقِعِ فِيهَا كَمَثَلِ قَوْمٍ اسْتَهَمُوا عَلَى سَفِينَةٍ ، فَأَصَابَ بَعْضُهُمْ أَعْلاَهَا وَبَعْضُهُمْ أَسْفَلَهَا ، فَكَانَ الَّذِينَ فِى أَسْفَلِهَا إِذَا اسْتَقَوْا مِنَ الْمَاءِ مَرُّوا عَلَى مَنْ فَوْقَهُمْ فَقَالُوا لَوْ أَنَّا خَرَقْنَا فِى نَصِيبِنَا خَرْقًا ، وَلَمْ نُؤْذِ مَنْ فَوْقَنَا . فَإِنْ يَتْرُكُوهُمْ وَمَا أَرَادُوا هَلَكُوا جَمِيعًا ، وَإِنْ أَخَذُوا عَلَى أَيْدِيهِمْ نَجَوْا وَنَجَوْا جَمِيعًا
”Perumpamaan orang yang memelihara batas-batas hukum Allah dan orang yang melanggar batas-batas hukum Allah adalah bagaikan suatu kaum yang melakukan undian di sebuah kapal.
Sebagian orang mendapat hasil berada di bagian atas dan sebagiannya lagi di bagian bawah kapal tersebut.
Orang-orang yang berada di bagian bawah ketika ingin mengambil air harus melewati orang-orang di atasnya. Lantas mereka berkata, “Andai kita membuat sebuah lubang di bagian kita ini. maka tidak akan mengganggu orang yang berada di atas kita.”
Bila orang-orang yang berada di bagian atas membiarkan orang-orang di bawah menuruti kehendaknya, niscaya semuanya akan binasa.
Namun, jika mereka mencegah orang bagian bawah berbuat demikian, niscaya mereka selamat dan selamat pula semua penumpang kapal itu.” [Hadits riwayat Al- Bukhari no. 2493]
Nahi mungkar sebagai media melindungi masyarakat ini akan sangat efektif bila dilakukan oleh pihak yang berwenang yang memiliki kekuatan dan legitimasi hukum dalam menghilangkan kemungkaran.
Hal ini sebagaimana dijelaskan oleh Nabi ﷺ dalam sabdanya,
عَنْ أَبِي سَعِيْدٍ الخُدْرِيِّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ، قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللهِ ﷺ يَقُوْلُ: «مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَراً فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ، فَإِنْ لَمْ يَستَطِعْ فَبِلِسَانِهِ، فَإِنْ لَمْ يَستَطِعْ فَبِقَلْبِهِ وَذَلِكَ أَضْعَفُ الإِيْمَانِ» رَوَاهُ مُسْلِمٌ.
Dari Abu Sa’id Al-Khudri radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Aku mendengar Rasulullah ﷺ bersabda, ‘Siapa saja dari kalian yang melihat kemungkaran, ubahlah dengan tangannya. Jika tidak bisa, ubahlah dengan lisannya. Jika tidak bisa, ingkarilah dengan hatinya, dan itu adalah selemah-lemah iman.” [Hadits riwayat Muslim, no. 49]
Level pertama mengubah kemungkaran adalah dengan tangan, maksudnya setiap orang yang memiliki kemampuan dan kekuatan, terutama para pemegang kekuasaan. Pendekatan kekuasaan untuk menghilangkan kemungkaran ini sangat efektif.
Sebagai contoh kasus adalah penutupan lokalisasi pelacuran terbesar di Asia Tenggara yaitu di Gang Dolly Surabaya, berhasil dilakukan oleh seorang walikota wanita bekerja sama dengan Gubernur Jawa Timur, aparat TNI – Polri dan tokoh-tokoh masyarakat setempat.
Penutupan Dolly pada bulan Juni 2014 silam menggegerkan dunia. Komitmen yang kuat terhadap penghilangan kemungkaran yang didukung oleh kekuasaan akan jauh lebih efektif dibandingkan hanya dengan nasehat, apalagi sekedar kebencian dalam hati. Inilah urgensi dari kekuasaan dalam Islam.
عن عثمانَ بنِ عفانَ رضي الله عنه قال إنَّ اللهَ يزَعُ بالسلطانِ ما لا يزَعُ بالقرآنِ
Utsman bin ‘Affan radhiyallahu ‘anu, Khalifah ketiga dalam Islam pernah mengatakan,”Sesungguhnya Allah mencegah dengan kekuasaan apa yang Allah tidak cegah dengan Al-Quran.” [Majmu’ Fatawa Ibni Baz 27/393]
Ulama besar Indonesia, Buya Hamka rahimahullah, dalam buku beliau “Keadilan Sosial dalam Islam” mengomentari perkataan Utsman bin ‘Affan radhiyallahu ‘anhu ini dengan mengatakan,”Al-Quran yang begitu suci isinya, hanya akan menjadi bacaan mati, kalau sekiranya tidak ada pemerintahan yang menjalankannya.”[ii]
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ, وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ, وَتَقَبَّلَ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ. أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَاسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ فَاسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ
Khutbah Kedua
اَلْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِيْ كَانَ بِعِبَادِهِ خَبِيْرًا بَصِيْرًا، تَبَارَكَ الَّذِيْ جَعَلَ فِي السَّمَاءِ بُرُوْجًا وَجَعَلَ فِيْهَا سِرَاجًا وَقَمَرًا مُنِيْرًا. أَشْهَدُ اَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وأَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وُرَسُولُهُ الَّذِيْ بَعَثَهُ بِالْحَقِّ بَشِيْرًا وَنَذِيْرًا، وَدَاعِيَا إِلَى الْحَقِّ بِإِذْنِهِ وَسِرَاجًا مُنِيْرًا.
اللَّهُمَّ صَلِّ وَ سَلِّمْ عَلَى هَذَا النَّبِيِّ اْلكَرِيْمِ وَ عَلَى آلِهِ وَ أَصْحَابِهِ وَ مَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ. أَمَّا بَعْدُ
Meraih Kedamaian Hidup Bermasyarakat Dengan Islam
Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,
Dari uraian dalam khutbah pertama kita bisa menarik kesimpulan bahwa tidak ada jalan untuk menciptakan masyarakat yang damai, aman, tenang dan tentram serta penuh dengan berkah, kecuali bila masing-masing individu dalam masyarakat tersebut menjadikan ajaran Islam yang terkandung dalam Al-Quran dan As-Sunnah sebagai tuntunan yang diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.
Setiap individu atau sebuah masyarakat secara keseluruhan yang berpaling dari petunjuk Allah dalam menjalani kehidupan ini hanya akan menemui kesengsaraan dan kesempitan dalam hidup.
Tidak ada kebahagiaan dan kedamaian, karena berpaling dari petunjuk al-Quran itu berarti meninggalkan panduan kehidupan dari Dzat yang Mahatahu bagaimana semestinya meraih kebahagiaan dalam hidup di dunia ini dan bahkan di akhirat nanti.
Allah lah yang menciptakan kehidupan ini. Dengan demikian Allah yang paling mengerti tabiat kehidupan berikut seluruh dinamika yang akan dijalani oleh umat manusia dalam hidupnya.
Oleh karenanya jangan berpaling dari petunjuk-Nya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman dalam surat Thaha: 123-124
قَالَ اهْبِطَا مِنْهَا جَمِيعًاۢ بَعْضُكُمْ لِبَعْضٍ عَدُوٌّ ۚفَاِمَّا يَأْتِيَنَّكُمْ مِّنِّيْ هُدًى ەۙ فَمَنِ اتَّبَعَ هُدٰيَ فَلَا يَضِلُّ وَلَا يَشْقٰى – ١٢٣
”Dia (Allah) berfirman, “Turunlah kamu berdua dari surga bersama-sama, sebagian kamu menjadi musuh bagi sebagian yang lain. Jika datang kepadamu petunjuk dari-Ku, maka (ketahuilah) barang siapa mengikuti petunjuk-Ku, dia tidak akan sesat dan tidak akan celaka.”
وَمَنْ اَعْرَضَ عَنْ ذِكْرِيْ فَاِنَّ لَهٗ مَعِيْشَةً ضَنْكًا وَّنَحْشُرُهٗ يَوْمَ الْقِيٰمَةِ اَعْمٰى – ١٢٤
”Dan barang siapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sungguh, dia akan menjalani kehidupan yang sempit, dan Kami akan mengumpulkannya pada hari Kiamat dalam keadaan buta.”
Syaikh Prof.Dr. Imad Zuhair Hafizh, Guru Besar Fakultas Al-Quran Universitas Islam Madinah dalam tafsir Al-Madinah Al-Munawwarah menerangkan ayat ini dengan mengatakan:
”Dan barangsiapa yang berpaling dari petunjuk Allah, maka di dunia dia akan mendapat kehidupan yang menderita dan penuh kesulitan meski secara zahir dia mendapat kenikmatan.”[iii]
Kita berlindung kepada Allah dari menjauhi petunjuk-Nya dan berpaling dari Al-Quran. Semoga Allah karuniakan taufik kepada kita semuanya untuk mampu mengikuti petunjuk-Nya dengan sebaik-baiknya. Kita akhiri khutbah ini dengan berdoa kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala
Doa Penutup
إِنَّ اللهَ وَمَلآئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ يَآأَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا
الَّلهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَعَلَى خُلَفَائِهِ الرَّاشِدِيْنَ الْمَهْدِيِّيْنَ وَأَصْحَابِهِ أَجْمَعِيْنَ وَمَنْ سَارَ عَلَى نَهْجِهِمْ وَطَرِيْقَتِهِمْ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ وَارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَاأَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ
اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَالْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ الأَحْيَآءِ مِنْهُمْ وَالأَمْوَاتِ، إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مَجِيْبُ الدَّعَوَاتِ
اللَّهُمَّ أَعِزَّ الإِسْلاَمَ وَالْمُسْلِمِيْنَ، وَوَحِّدِ اللَّهُمَّ صُفُوْفَهُمْ، وَأَجْمِعْ كَلِمَتَهُمْ عَلَى الحَقِّ، وَاكْسِرْ شَوْكَةَ الظَّالِمِينَ، وَاكْتُبِ السَّلاَمَ وَالأَمْنَ لِعِبادِكَ أَجْمَعِينَ
اللَّهُمَّ أَعِزَّ الإِسْلاَمَ وَالْمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَالْمُشْرِكِيْنَ وَانْصُرْ عِبَادَكَ الْمُوَحِّدِيْنَ الْمُخْلِصِيْنَ وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ الْمُسْلِمِيْنَ ودَمِّرْ أَعْدَآئَنَا وَأَعْدَآءَ الدِّيْنِ وأَعْلِ كَلِمَاتِكَ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ
رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنْفُسَنَا وَإِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ الخَاسِرِيْنَ
رَبَّنَا لا تُزِغْ قُلُوْبَنَا بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنَا، وَهَبْ لَنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً، إِنَّكَ أَنْتَ الوَهَّابُ
رَبَّنَا آتِنَا في الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ
وَصَلَّى اللهُ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ و َمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدّيْن
وَآخِرُ دَعْوَانَا أَنِ الْحَمْدُ لله رَبِّ الْعَالَمِيْنَ
عِبَادَ اللهِ
إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالإِحْسَانِ وَإِيْتَاءِ ذِي القُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ
[i] Taisiru Karimir rahman fi tafsiri kalamil mannaan, hal.946.
[ii] Keadilan Sosial dalam Islam, Buya Hamka, Penerbit Widjaya, Jakarta, 1951 hal. 6.
[iii] https://tafsirweb.com/5366-surat-thaha-ayat-124.html
Baca Juga Tentang Khutbah Jum’at:
– Materi Khutbah Jumat Terbaru PDF
– Khutbah Jumat Hidup Bertetangga
– Khutbah Jumat Belajar dari Lebah