Jelaskan Pengertian Halalan Thayyiban Makanan Halal dan Baik (Thoyyib)

Kaum Muslimin diberi perintah oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam sejumlah ayat dalam Al-Quran agar memakan makanan yang halalan thayyiban, yaitu makanan yang halal dan baik.

Tulisan ini mencakup masalah definisi halalan dan thayyiban, dalil-dalil dari al-Quran dan as-Sunnah tentang perintah memakan makanan yang halal dan baik, contoh-contoh makanan halalan thayyiban dalam al-quran dan hadits, serta contoh makanan halal tapi tidak thayyib.

Tulisan berikut ini akan menjelaskan secara lebih detil tentang pengertian dari halalan thayyiban berdasarkan penjelasan para ahli ilmu dan literatur yang bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah.

Semoga para pelajar, pembaca, dan masyarakat umum bisa mendapatkan manfaat dari tulisan ini.

Halalan Thayyiban Adalah

Pengertian Halalan Thayyiban Secara Singkat dan Arti Dari Halalan Thoyyiban

Bagian ini membahas tentang istilah yang sudah sangat populer yaitu halalan thayyiban, sebuah frase yang diambil dari sebuah ayat dalam al-Quran kemudian menjadi istilah umum yang tersebar luas di kalangan kaum muslimin di Indonesia.

Pengertian Makanan Halal / Halalan

Pada asalnya, segala sesuatu yang diciptakan Allah itu halal. Tidak ada yang haram kecuali jika ada nash (dalil dari al-Quran dan sunnah) yang shahih (sah periwayatannya) dan sharih (terang/gamblang penunjukan dalilnya) dari pemilik syariat (Allah Ta’ala dan Rasul-Nya ﷺ ).

Jika tidak ada nash shahih atau tidak ada nash sharih (yang jelas) yang menunjukkan keharamannya, maka sesuatu itu dikembalikan kepada hukum asalnya, yaitu halal.

Para ulama dalam menetapkan prinsip bahwa segala sesuatu pada asalnya adalah boleh, merujuk kepada beberapa ayat dalam Al-Quran. Di antaranya:

هُوَ الَّذِيْ خَلَقَ لَكُمْ مَّا فِى الْاَرْضِ جَمِيْعًا ثُمَّ اسْتَوٰٓى اِلَى السَّمَاۤءِ فَسَوّٰىهُنَّ سَبْعَ سَمٰوٰتٍ ۗ وَهُوَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ – ٢٩

Dialah (Allah) yang menciptakan segala apa yang ada di bumi untukmu kemudian Dia menuju ke langit, lalu Dia menyempurnakannya menjadi tujuh langit. Dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu. [Al-Baqarah: 29]

وَسَخَّرَ لَكُمْ مَّا فِى السَّمٰوٰتِ وَمَا فِى الْاَرْضِ جَمِيْعًا مِّنْهُ ۗاِنَّ فِيْ ذٰلِكَ لَاٰيٰتٍ لِّقَوْمٍ يَّتَفَكَّرُوْنَ – ١٣

Dan Dia menundukkan apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi untukmu semuanya (sebagai rahmat) dari-Nya. Sungguh, dalam hal yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang-orang yang berpikir. [Al-Jatsiyah: 13]

اَلَمْ تَرَوْا اَنَّ اللّٰهَ سَخَّرَ لَكُمْ مَّا فِى السَّمٰوٰتِ وَمَا فِى الْاَرْضِ وَاَسْبَغَ عَلَيْكُمْ نِعَمَهٗ ظَاهِرَةً وَّبَاطِنَةً

Tidakkah kamu memperhatikan bahwa Allah telah menundukkan apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi untuk (kepentingan)mu dan menyempurnakan nikmat-Nya untukmu lahir dan batin… [Lukman: 20]

Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak menciptakan makhluk ini lalu menundukkan dan menjadikannya kenikmatan untuk umat manusia, kemudian menghalanginya untuk dinikmati dengan mengharamkannya.

Bagaimana mungkin Allah telah menciptakannya, lalu menundukkannya untuk manusia, setelah itu mengharamkannya untuk dinikmati?

Kalau kemudian Allah Ta’ala ternyata mengharamkan sebagiannya, itu karena hikmah tertentu yang bisa dijelaskan oleh para ulama.

Dari sini jelas bahwa wilayah keharaman dalam syariat Islam sesungguhnya sangatlah sempit. Sebaliknya, wilayah kehalalan terbentang sangatlah luas.

Hal itu karena nash yang shahih dan sharih yang datang dengan pengharaman, sedikit sekali jumlahnya. Selain itu sesuatu yang tidak ada nash yang mengharamkan atau menghalalkannya, ia kembali kepada hukum asalnya, yaitu boleh. Ia berada di wilayah pegampunan dari Tuhan.

Tentang ini, sebuah nash hadits menyebutkan:

“Apa yang Allah halalkan dalam kitab-Nya, maka ia halal dan apa yang Allah haramkan, maka ia haram. Sedangkan hal-hal yang didiamkan oleh Allah, ia dimaafkan. Maka terimalah permaafan dari Allah karena sesungguhnya Allah tidak melupakan sesuatu pun. Lalu Nabi ﷺ membaca ayat:

وَمَا كَانَ رَبُّكَ نَسِيًّا

dan Tuhanmu tidak lupa. (Maryam: 64)[i]

Pengertian Makanan Thayyiban / Thoyyib / Baik

Secara bahasa, kata الطَّيِّبُ Thayyib memiliki sejumlah arti:

  1. Apa saja yang dirasakan enak atau nikmat oleh indera atau jiwa.
  2. Apa saja yang bersih dari segala yang membahayakan dan buruk.
  3. Siapa saja yang jauh dari hal-hal yang hina dan menghiasi dirinya dengan berbagai sifat utama.[ii]

Kalau dari segi padanan katanya dalam bahasa Indonesia, kata thayyib padanannya sangat banyak, yaitu: yang baik, senang, manis, lezat, enak, nikmat, cocok, menggiurkan, baik hati, dermawan, peramah.[iii]

Jadi cakupan kata thayyib bisa terkait makanan maupun orang. Sehingga, bila disebut kata makanan yang thayyiban berarti makanan yang rasanya enak atau lezat dan tidak mengandung hal-hal yang buruk dan membahayakan manusia.

Pengertian Halalan Thayyiban Secara Singkat

Maksud Makanan Halalan Thayyiban Adalah

Bila kita sudah mendapatkan pengertian makanan halalan dan thayyiban, maka kita bisa menarik kesimpulan secara sederhana tentang pengertian dari halalan thayyiban.

Makanan halalan thayyiban yaitu makanan atau minuman yang secara hukum syar’iat tidak ada nash yang secara shahih dan sharih menyatakan keharamannya serta rasanya enak dan tidak mengandung segala unsur yang buruk dan membahayakan tubuh dan jiwa manusia.

Terkait masalah rasa yang enak, itu adalah persoalan yang bersifat relatif antara satu orang dengan yang lain, antara satu daerah atau lingkungan dengan yang lain.

Suatu makanan di satu masyarakat dianggap sebagai makanan istimewa, yang sangat enak rasanya, namun bagi orang asing baru melihat saja sudah mual, hilang selera untuk memakannya. Hal ini tidak bisa dijadikan ukuran untuk menyebut makanan itu tidak thayyiban.

Namun kalau aspek thayyiban berupa tidak mengandung unsur-unsur atau berbagai hal yang membahayakan tubuh dan jiwa manusia, maka di tempat dan lingkungan yang berbeda-beda akan sama.

Makanan yang nampak masih layak makan, namun sudah berbulan-bulan kadaluarsa bukan makanan thayyib di lingkungan mana pun karena jelas akan membahayakan orang.

Pengertian Halalan Thayyiban Menurut Ulama

Adapun pengertian dari halalan thayyiban menurut penjelasan para ulama terhadap tafsir surat Al-Baqarah ayat 168 yang di dalamnya disebutkan perintah untuk memakan apa saja yang ada di muka bumi yang berkualifikasi halalan thayyiban, adalah sebagai berikut:

  1. Imam al-Baghawi rahimahullah mengatakan, ”Halal adalah apa saja yang dihalalkan oleh syara’ sedangkan Thayyiban ada yang berpendapat apa saja yang dipandang baik dan enak. Seorang Muslim memandang baik yang halal dan jijik kepada yang haram. Ada yang berpendapat thayyiban adalah yang suci.”[iv]
  2. Dr. Khalid bin Utsman As-Sabt mengatakan, ”Yang dimaksud halalan adalah yang telah Allah perbolehkan untukmu dan thayyiban adalah yang tidak mengandung ekses atau akibat buruk, dan juga yang suci tidak najis, yang bermanfaat dan tidak menimbulkan bahaya.”[v]
  3. Syaikh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin rahimahullah mengatakan, ”Halalan di sini maksudnya adalah apa saja yang status hukumnya halal. Sedangkan thayyiban, disini kata thayyib (baik) mencakup thayyib dalam dzatnya dan thayyib dalam cara memperolehnya.

Thayyib dalam dzatnya adalah apa saja yang tidak diharamkan. Karena segala yang diharamkan itu adalah buruk. Dalilnya:

وَيُحَرِّمُ عَلَيْهِمُ الْخَبٰۤىِٕثَ

dan mengharamkan segala yang buruk bagi mereka [Al-A’raf:157]

dalil lainnya:

قُلْ لَّآ اَجِدُ فِيْ مَآ اُوْحِيَ اِلَيَّ مُحَرَّمًا عَلٰى طَاعِمٍ يَّطْعَمُهٗٓ اِلَّآ اَنْ يَّكُوْنَ مَيْتَةً اَوْ دَمًا مَّسْفُوْحًا اَوْ لَحْمَ خِنْزِيْرٍ فَاِنَّهٗ رِجْسٌ اَوْ فِسْقًا اُهِلَّ لِغَيْرِ اللّٰهِ بِهٖۚ

Katakanlah, “Tidak kudapati di dalam apa yang diwahyukan kepadaku, sesuatu yang diharamkan memakannya bagi yang ingin memakannya, kecuali daging hewan yang mati (bangkai), darah yang mengalir, daging babi – karena semua itu kotor – atau hewan yang disembelih bukan atas (nama) Allah. [Al-An’am: 145]

Berdasarkan hal ini, kami katakan, sesungguhnya thayyib (baik) itu mencakup thayyib pada dzatnya dan thayyib pada cara memperolehnya.

Thayyib pada dzatnya yang kami maksud adalah apa saja yang tidak buruk (khobiits) sedangkan thayyib dalam cara memperolehnya adalah apa saja yang didapatkan dengan cara yang sesuai syariat.”[vi]

Dalil Al-Quran dan Hadits Tentang Makanan Halal Thayyiban

Dalil-dalil tentang makanan halalan thayyiban banyak terdapat dalam al-Quran dan hadits. Bagian berikut ini akan menyajikan dalil-dalil dari al-Quran maupun hadits – hadits sejauh yang kami mampu jangkau.

Ayat Al-Quran Berkaitan Makanan Halal dan Thoyyib serta Kandungannya

Ayat Al Quran Yang Memerintahkan Mengkonsumsi Makanan Yang Halal dan Baik

Di dalam Al Quran disebutkan beberapa ayat yang memerintahkan manusia secara umum, baik yang beriman maupun yang tidak, ayat yang khusus orang-orang beriman, bahkan Nabi untuk memakan makanan atau rezeki yang halal dan thoyyib.

1. Ayat Perintah Memakan Makanan Halal Dan Thayyib

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

يٰٓاَيُّهَا النَّاسُ كُلُوْا مِمَّا فِى الْاَرْضِ حَلٰلًا طَيِّبًا ۖوَّلَا تَتَّبِعُوْا خُطُوٰتِ الشَّيْطٰنِۗ اِنَّهٗ لَكُمْ عَدُوٌّ مُّبِيْنٌ –

Wahai manusia! Makanlah dari (makanan) yang halal dan baik yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan. Sungguh, setan itu musuh yang nyata bagimu. [Al Baqarah 168]

Imam Ibnu Katsir rahimahullah mengatakan, ”Ini adalah anugerah dari Allah Ta’ala bagi manusia. Juga merupakan arahan bahwa sesungguhnya Dia telah menghalalkan bagi manusia untuk memakan makanan yang halal lagi baik yang terdapat di bumi. Tentu yang tidak merusak badan dan akal manusia.

Allah Ta’ala tegas melarang manusia untuk mengikuti langkah-langkah setan yang berusaha menyesatkan pengikutnya. Di antara langkah-langkahnya adalah mengharamkan sebagian makanan bagi para pengikutnya, baik bahirah, saibah, washilah maupun yang lainya.

Setan berhasil membujuk orang-orang jahiliyah untuk mengharamkan makanan-makanan yang mubah, lalu menganggap itu perbuatan yang baik.[vii]

Allah Ta’ala juga berfirman,

وَظَلَّلْنَا عَلَيْكُمُ الْغَمَامَ وَاَنْزَلْنَا عَلَيْكُمُ الْمَنَّ وَالسَّلْوٰى ۗ كُلُوْا مِنْ طَيِّبٰتِ مَا رَزَقْنٰكُمْ ۗ وَمَا ظَلَمُوْنَا وَلٰكِنْ كَانُوْٓا اَنْفُسَهُمْ يَظْلِمُوْنَ

Dan Kami menaungi kamu dengan awan, dan Kami menurunkan kepadamu mann dan salwa. Makanlah (makanan) yang baik-baik dari rezeki yang telah Kami berikan kepadamu. Mereka tidak menzalimi Kami, tetapi justru merekalah yang menzalimi diri sendiri. [Al-Baqarah: 57]

Kemudian Allah Ta’ala Juga berfirman di dalam surat Al-Maidah: 88

وَكُلُوْا مِمَّا رَزَقَكُمُ اللّٰهُ حَلٰلًا طَيِّبًا ۖوَّاتَّقُوا اللّٰهَ الَّذِيْٓ اَنْتُمْ بِهٖ مُؤْمِنُوْنَ

Dan makanlah dari apa yang telah diberikan Allah kepadamu sebagai rezeki yang halal dan baik, dan bertakwalah kepada Allah yang kamu beriman kepada-Nya. [Al-Maidah: 88]

2. Perintah Kepada Orang Beriman Memakan Rezeki Yang Thayyib

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا كُلُوْا مِنْ طَيِّبٰتِ مَا رَزَقْنٰكُمْ وَاشْكُرُوْا لِلّٰهِ اِنْ كُنْتُمْ اِيَّاهُ تَعْبُدُوْنَ

Wahai orang-orang yang beriman! Makanlah dari rezeki yang baik yang Kami berikan kepada kamu dan bersyukurlah kepada Allah, jika kamu hanya menyembah kepada-Nya.

اِنَّمَا حَرَّمَ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةَ وَالدَّمَ وَلَحْمَ الْخِنْزِيْرِ وَمَآ اُهِلَّ بِهٖ لِغَيْرِ اللّٰهِ ۚ فَمَنِ اضْطُرَّ غَيْرَ بَاغٍ وَّلَا عَادٍ فَلَآ اِثْمَ عَلَيْهِ ۗ اِنَّ اللّٰهَ غَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ – ١٧٣

Sesungguhnya Dia hanya mengharamkan atasmu bangkai, darah, daging babi, dan (daging) hewan yang disembelih dengan (menyebut nama) selain Allah.

Tetapi barangsiapa terpaksa (memakannya), bukan karena menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya. Sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang. [Al-Baqarah 172-173]

Imam Ibnu Katsir menjelaskan, ”Allah Ta’ala memerintahkan orang-orang yang beriman agar memakan yang baik-baik dari apa yang telah Allah karuniakan kepada mereka.

Allah juga menyuruh agar bersyukur atas kenikmatan itu, jika mereka betul-betul ikhlas beribadah kepada-Nya. Makanan halal adalah sebab diterimanya doa dan ibadah. Sebaliknya, makanan haram menghalanginya.

Allah Subhanahu wa Ta’ala menganugerahi hamba-Nya denga pemberian rezeki. Dia juga membimbing hamba-Nya agar memakan makanan yang baik. Selanjutnya, Allah menyebutkan bahwa Dia tidak mengharamkan kecuali yang buruk-buruk dan membahayakan.[viii]

3. Perintah Kepada Rasul Memakan Yang Baik Thayyib

Alah Ta’ala berfirman,

يٰٓاَيُّهَا الرُّسُلُ كُلُوْا مِنَ الطَّيِّبٰتِ وَاعْمَلُوْا صَالِحًاۗ اِنِّيْ بِمَا تَعْمَلُوْنَ عَلِيْمٌ ۗ – ٥١

Allah berfirman, “Wahai para rasul! Makanlah dari (makanan) yang baik-baik, dan kerjakanlah kebajikan. Sungguh, Aku Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. [Al-Mukminun: 51]

Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa’di rahimahullah menjelaskan ayat ini dengan mengatakan dalam tafsirnya,”Ini merupakan perintah dari Allah Ta’ala kepada para rasul-Nya untuk memakan yang baik-baik yaitu rezeki yang baik dan halal dan bersyukur kepada Allah dengan amal shalih.

Dengan amal shalih tersebut hati dan badan, dunia dan akhirat akan menjadi baik. Allah juga memberitahu mereka bahwa Allah Ta’ala Maha Mengetahui apa yang mereka kerjakan.

Jadi, setiap perbuatan yang mereka lakukan dan setiap upaya yang mereka curahkan sesungguhnya diketahui oleh Allah.

Allah akan memberikan balasan kepada mereka atas perbuatan tersebut dengan balasan yang paling sempurna dan paling utama.[ix]

4. Perintah Untuk Memakan Yang Thayyib (Baik) Dan Tidak Boleh Melampaui Batas

Allah Ta’ala berfirman,

كُلُوْا مِنْ طَيِّبٰتِ مَا رَزَقْنٰكُمْۙ وَلَا تَطْغَوْا فِيْهِ فَيَحِلَّ عَلَيْكُمْ غَضَبِيْۚ وَمَنْ يَّحْلِلْ عَلَيْهِ غَضَبِيْ فَقَدْ هَوٰى

Makanlah dari rezeki yang baik-baik yang telah Kami berikan kepadamu, dan janganlah melampaui batas, yang menyebabkan kemurkaan-Ku menimpamu. Barangsiapa ditimpa kemurkaan-Ku, maka sungguh, binasalah dia. [Thaha: 81]

Imam Al-Hafizh Ibnu Katsir rahimahullah saat menjelaskan ayat ini mengatakan,”Makanlah dari rezeki yang Aku berikan kepada kalian. Janganlah kalian melampaui batas dalam rezeki-Ku dengan cara kalian mengambil di luar kebutuhan dan menyelisihi apa yang Aku perintahkan kepada kalian.

Jika kalian melakukan itu, maka kalian akan ditimpa murka-Ku. Siapa yang Aku murkai, maka dia telah sesat, celaka dan merugi.”[x]

5. Allah Menghalalkan Ath-Thayyibaat (Yang Baik-Baik).

Allah Ta’ala berfirman,

يَسْـَٔلُوْنَكَ مَاذَآ اُحِلَّ لَهُمْۗ قُلْ اُحِلَّ لَكُمُ الطَّيِّبٰتُۙ

Mereka bertanya kepadamu (Muhammad), “Apakah yang dihalalkan bagi mereka?” Katakanlah, ”Yang dihalalkan bagimu (adalah makanan) yang baik-baik. [Al-Maidah: 4]

Imam Ibnu Katsir rahimahullah menjelaskan tafsir ayat ini dengan mengatakan,”Sa’id bin Jubair berkata yang dimaksud dengan الطَّيِّبٰتُۗ (yang baik-baik) adalah sembelihan-sembelihan yang halal.”

Muqatil berkata,”Yang dimaksud dengan الطَّيِّبٰتُۗ adalah apa saja yang dihalalkan Allah bagi mereka, yaitu berupa rezeki yang halal.”

Az-Zuhri ditanya tentang meminum air kencing untuk pengobatan, beliau menjawab,”Itu tidak termasuk الطَّيِّبٰتُۗ.”[xi]

Allah Ta’ala juga berfirman di ayat berikutnya:

اَلْيَوْمَ اُحِلَّ لَكُمُ الطَّيِّبٰتُۗ

Pada hari ini dihalalkan bagimu segala yang baik-baik. [Al-Maidah: 5]

Imam Ibnu Katsir mengatakan,”Ini adalah penegas tentang dibolehkannya hal yang baik-baik yang telah disebutkan pada ayat sebelumnya (yaitu ayat 4).”[xii]

6. Allah Ta’ala Memerintahkan Untuk Memakan Ghanimah Sebagai Rezeki Halalan Thayyiban.

Allah Ta’ala berfirman,

فَكُلُوْا مِمَّاغَنِمْتُمْ حَلٰلًا طَيِّبًاۖ وَّاتَّقُوا اللّٰهَ ۗاِنَّ اللّٰهَ غَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ – ٦٩

Maka makanlah dari sebagian rampasan perang yang telah kamu peroleh itu, sebagai makanan yang halal lagi baik, dan bertakwalah kepada Allah. Sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang. [Al-Anfal: 69]

Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di rahimahullah mengatakan, ”Hal ini merupakan kelembutan Allah Ta’ala kepada umat ini dengan menghalalkan ghanimah (rampasan perang) untuk umat ini dan tidak menghalalkannya untuk umat-umat sebelum umat Islam.”[xiii]

Hadits Makanan Halal & Baik (Thoyyib) & Kandungannya

Hadits Tentang Makanan Halal dan Baik Thoyyib

Perintah untuk memakan makanan yang halal juga terdapat di dalam hadits-hadits Nabi ﷺ . di antaranya adalah sebagai berikut:

1. Hadits Makanlah Dari Rezeki Yang Halal dan baik (Thoyyib)

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّ اللَّهَ طَيِّبٌ لَا يَقْبَلُ إِلَّا طَيِّبًا وَإِنَّ اللَّهَ أَمَرَ الْمُؤْمِنِينَ بِمَا أَمَرَ بِهِ الْمُرْسَلِينَ فَقَالَ { يَا أَيُّهَا الرُّسُلُ كُلُوا مِنْ الطَّيِّبَاتِ وَاعْمَلُوا صَالِحًا إِنِّي بِمَا تَعْمَلُونَ عَلِيمٌ } وَقَالَ { يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُلُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا رَزَقْنَاكُمْ } ثُمَّ ذَكَرَ الرَّجُلَ يُطِيلُ السَّفَرَ أَشْعَثَ أَغْبَرَ يَمُدُّ يَدَيْهِ إِلَى السَّمَاءِ يَا رَبِّ يَا رَبِّ وَمَطْعَمُهُ حَرَامٌ وَمَشْرَبُهُ حَرَامٌ وَمَلْبَسُهُ حَرَامٌ وَغُذِيَ بِالْحَرَامِ فَأَنَّى يُسْتَجَابُ لِذَلِكَ

Dari Abu Hurairah ia berkata,” Rasulullah ﷺ bersabda, ”Wahai manusia! Sesungguhnya Allah itu baik. Dia tidak menerima (sesuatu) kecuali yang baik. Dan sesungguhnya Allah telah memerintahkan kepada orang-orang mukmin seperti yang diperintahkan-Nya kepada para Rasul.

Allah berfirman,

يَا أَيُّهَا الرُّسُلُ كُلُوا مِنْ الطَّيِّبَاتِ وَاعْمَلُوا صَالِحًا إِنِّي بِمَا تَعْمَلُونَ عَلِيمٌ

“Wahai para Rasul! Makanlah makanan yang baik-baik (halal) dan kerjakanlah amal shalih. Sesungguhnya Aku Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.”

Dan Allah juga berfirman,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُلُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا رَزَقْنَاكُمْ

Wahai orang-orang yang beriman! Makanlah rezeki yang baik-baik yang telah kami rezekikan kepadamu.”

Kemudian Rasulullah ﷺ menyebut tentang seorang pria yang telah lama melakukan perjalanan. Rambutnya kusut masai dan berdebu. Orang itu mengangkat tangannya ke langit seraya berdo’a:

“Wahai Tuhanku, wahai Tuhanku.” Padahal, makanannya dari yang haram, minumannya dari yang haram, pakaiannya dari yang haram dan diberi makan dengan makanan yang haram, maka bagaimana do’anya akan dikabulkan bila seperti itu keadaannya?.” [Hadits riwayat Muslim no. 1686]

Penjelasan hadits ini adalah sebagai berikut:

”Sesungguhnya Allah Ta’ala disucikan dari segala kekurangan dan aib. Dia disifati dengan sifat-sifat yang agung , indah dan sempurna. Sehingga Dia tidak didekati dengan nafkah atau sedekah yang berasal dari yang haram atau yang mengandung syubhat atau makanan yang tidak baik.

Allah telah memperbolehkan orang-orang beriman untuk makan yang baik-baik sebagaimana Allah membolehkan bagi para rasul dengan diiringi amal shaleh dan syukur kepada Allah atas nikmat-Nya.

Kemudian Rasulullah ﷺ menjelaskan bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala itu menyukai infaq dari yang baik sehingga Dia juga tidak menyukai amal shaleh kecuali yang baik. Amalan itu tidak akan menjadi baik kecuali bila mengikuti sunnah nabi ﷺ dan ikhlas.

Setelah itu Nabi ﷺ memperingatkan umat ini dari hal yang haram. Rasulullah ﷺ menyebutkan seorang pria yang telah lama safar, maksudnya safar dalam ketaatan seperti haji, jihad, mencari penghidupan.

Rambutnya kusut dan berdebu karena lamanya perjalanannya dalam ketaatan. Dia menengadahkan tangannya ke langit untuk berdoa kepada Allah dengan merendahkan diri kepada-Nya dan menundukkan diri di hadapan-Nya.

Meski demikian, doanya jauh dari dikabulkan oleh Allah karena buruknya mata pencahariannya sehingga makanannya dan minumannya berasal dari yang haram.”[xiv]

2. Hadits Tentang Sesuatu Yang Tidak Disebut Keharamannya

عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ كَانَ أَهْلُ الْجَاهِلِيَّةِ يَأْكُلُونَ أَشْيَاءَ وَيَتْرُكُونَ أَشْيَاءَ تَقَذُّرًا فَبَعَثَ اللَّهُ تَعَالَى نَبِيَّهُ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَنْزَلَ كِتَابَهُ وَأَحَلَّ حَلَالَهُ وَحَرَّمَ حَرَامَهُ فَمَا أَحَلَّ فَهُوَ حَلَالٌ وَمَا حَرَّمَ فَهُوَ حَرَامٌ وَمَا سَكَتَ عَنْهُ فَهُوَ عَفْوٌ وَتَلَا { قُلْ لَا أَجِدُ فِيمَا أُوحِيَ إِلَيَّ مُحَرَّمًا } إِلَى آخِرِ الْآيَةِ

Dari Ibnu Abbas ia berkata, “Dahulu orang-orang jahiliyah biasa makan beberapa macam makanan dan meninggalkan beberapa makanan karena jijik.

Kemudian Allah Ta’ala mengutus Nabi-Nya ﷺ dan menurunkan Kitab-Nya, serta menghalalkan yang halal dan mengharamkan yang haram.

Maka apa yang Allah halalkan adalah halal, apa yang Allah haramkan adalah haram, dan apa yang Allah diamkan maka hukumnya dimaafkan.”

Kemudian Ibnu Abbas membaca ayat: “(Katakanlah: “Aku tidak mendapatkan dalam wahyu yang diwahyukan kepadaku, sesuatu yang diharamkan…)” [Al An’am: 145] hingga akhir ayat.” [Hadits riwayat Abu Dawud. Syaikh Al Albani menyatakan isnadnya shahih di dalam Shahih Abu Dawud no. 3800]

Syaikh Alawi bin Abdul Qadir as-Saqqaf menjelaskan bahwa Al-Quran Al-Karim dan As-Sunnah An-Nabawiyah yang mulia telah mencakup perkara halal dan haram dalam makanan yang dimakan manusia dan dihindari manusia.

Di antaranya adalah apa yang dikabarkan oleh Abdullah bin Abbas radhiyallahu ‘anhuma dalam hadits ini.

Sebelum diutusnya Rasulullah ﷺ orang-orang Arab Jahiliyah itu menetapkan halal dan haramnya suatu makanan sesuai dengan pandangan dan tabiat mereka, bukan berdasarkan suatu prinsip yang mereka pegang.

Sesungguhnya yang dijadikan pertimbangan dalam menghalalkan dan mengharamkan makanan adalah apa yang ada di dalam kitab Allah dan sunnah Nabi-Nya ﷺ .

Apa yang Allah Ta’ala atau rasul-Nya tetapkan halal maka dia halal. Dan apa yang Allah Ta’ala atau Rasul-Nya tetapkan haram maka ia haram.

Sedangan apa yang tidak Allah Ta’ala dan Rasul-Nya ﷺ jelaskan hukumnya apakah halal atau haram maka terimalah pengampunan dari Allah tersebut. Orang yang memakannya tidak mendapat beban apa pun.”[xv]

3. Hadits Tentang Ghanimah Halalan Thoyyiban Untuk Umat Islam

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَمْ تَحِلَّ الْغَنَائِمُ لِقَوْمٍ سُودِ الرُّءُوسِ قَبْلَكُمْ كَانَتْ تَنْزِلُ النَّارُ مِنْ السَّمَاءِ فَتَأْكُلُهَا كَانَ يَوْمَ بَدْرٍ أَسْرَعَ النَّاسُ فِي الْغَنَائِمِ فَأَنْزَلَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ { لَوْلَا كِتَابٌ مِنْ اللَّهِ سَبَقَ لَمَسَّكُمْ فِيمَا أَخَذْتُمْ عَذَابٌ عَظِيمٌ فَكُلُوا مِمَّا غَنِمْتُمْ حَلَالًا طَيِّبًا }

Dari Abu Hurairah, dia berkata,” Rasulullah ﷺ bersabda,” Ghanimah tidak dihalalkan bagi orang-orang sebelum kalian. Dahulu api turun dari langit lalu melahap harta ghanimah.” Pada perang Badar orang-orang bersegera untuk mendapatkan harta ghanimah, maka Allah Azza Wa Jalla menurunkan ayat:

لَوْلَا كِتَابٌ مِنْ اللَّهِ سَبَقَ لَمَسَّكُمْ فِيمَا أَخَذْتُمْ عَذَابٌ عَظِيمٌ فَكُلُوا مِمَّا غَنِمْتُمْ حَلَالًا طَيِّبًا

”Kalau sekiranya tidak ada ketetapan yang telah terdahulu dari Allah, niscaya kamu ditimpa siksaan yang besar karena tebusan yang kamu ambil. Maka makanlah dari sebagian rampasan perang yang telah kamu ambil itu, sebagai makanan yang halal lagi baik.” [Hadits riwayat At-Tirmidzi (3085), An-Nasa’i (11209) dan Ahmad (7433). Syaikh Al-Albani menyatakan sebagai hadits shahih di dalam Shahih At-Tirmidzi no. 3085]

Syaikh Alawi bin Abdul Qadir as-Saqqaf menjelaskan hadits ini,”Allah Ta’ala telah menghalalkan bagi umat Islam yang baik-baik dan mengharamkan atas umat Islam segala yang buruk.

Allah juga memberikan kelonggaran pada banyak perkara yang pada masa dahulu dipersempit bagi umat sebelum umat Islam. Di antaranya adalah Allah menghalalkan bagi kaum Muslimin ghanimah perang.

Ini merupakan salah satu kekhususan umat Islam dengan dihalalkannya ghanimah buat mereka. Permulaan dari dihalalkannya ghanimah buat umat Islam adalah pada perang Badar. Dalam perang ini turunlah firman Allah Ta’ala,

فَكُلُوا مِمَّا غَنِمْتُمْ حَلَالًا طَيِّبًا

”Maka makanlah dari sebagian rampasan perang yang telah kamu peroleh itu, sebagai makanan yang halal lagi baik.” [Al-Anfal: 69][xvi]

Contoh Makanan Halal Thayyib Dalam Quran dan Hadits

Bagian berikut ini akan memberikan penjelasan tentang sejumlah contoh makanan halal dan thayyib yang disebutkan di dalam al-Quran dan hadits-hadits Nabi ﷺ .

Contoh Makanan Yang Halal Thayyib Disebut Dalam Al Quran

Contoh Makanan Yang Halal dan Baik Thoyyib Dalam Al Quran
Contoh Makanan Yang Halal dan Baik (Thoyyib) Dalam Al Quran

Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya bahwa makanan apa pun yang dihalalkan al-Quran dan as-Sunnah maka itulah makanan yang halal.

Dan apa saja yang dinyatakan sebagai haram oleh Al-Quran dan as-Sunnah maka itulah yang hukumnya haram. Sedangkan sisanya yaitu yang tidak diberikan status hukum yang tegas dari al-Quran dan as-Sunnah maka hukum asalnya adalah diperbolehkan.

Bagian ini akan memberikan contoh-contoh makanan yang halalan thayyiban yang disebutkan di dalam al-Quran.

Ini bukan merupakan batasan bahwa hanya ini saja makanan yang halalan thayyiban. Hanya saja Al-Quran menyebutkannya. Di antaranya adalah sebagai berikut:

1. Buah-buahan, kurma dan delima

Hal ini sebagaimana dalam firman-Nya,

فِيْهِمَا فَاكِهَةٌ وَّنَخْلٌ وَّرُمَّانٌۚ – ٦٨

Di dalam kedua surga itu ada buah-buahan, kurma dan delima. [Ar-Rahman: 68]

Di dunia ini buahan-buahan, kurma dan delima termasuk makanan yang halalan thayyiban.

2. Buah Tin dan Zaitun

Hal ini sebagaimana dalam surat At-Tiin: 1

وَالتِّيْنِ وَالزَّيْتُوْنِۙ – ١

Demi (buah) Tin dan (buah) Zaitun,

Dua buah ini adalah buah yang diberkahi. Allah Subhanahu wa Ta’ala bersumpah dengan dua jenis buah tersebut. Ini menunjukkan betapa pentingnya buah tersebut.

3. Jahe

Allah berfirman,

وَيُسْقَوْنَ فِيْهَا كَأْسًا كَانَ مِزَاجُهَا زَنْجَبِيْلًاۚ – ١٧

Dan di sana mereka diberi segelas minuman bercampur jahe. [Al-Insan: 17]

4. Anggur

Allah berfirman

وَمِنْ ثَمَرٰتِ النَّخِيْلِ وَالْاَعْنَابِ تَتَّخِذُوْنَ مِنْهُ سَكَرًا وَّرِزْقًا حَسَنًاۗ اِنَّ فِيْ ذٰلِكَ لَاٰيَةً لِّقَوْمٍ يَّعْقِلُوْنَ

Dan dari buah kurma dan anggur, kamu membuat minuman yang memabukkan dan rezeki yang baik. Sungguh, pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kebesaran Allah) bagi orang yang mengerti. [An-Nahl: 67]

5. Pisang

Allah Ta’ala berfirman,

وَّطَلْحٍ مَّنْضُوْدٍۙ – ٢٩

dan pohon pisang yang bersusun-susun (buahnya), [Al-Waqi’ah: 29]

Dan masih banyak yang lainnya. Ini hanya sekedar contoh saja.

Contoh Makanan Halal Yang Disebut Dalam Hadits.

Contoh Makanan Halal dan Baik Dari Hadits Nabi
Contoh Makanan Halal dan Baik Dari Hadits Nabi

Berikut ini beberapa contoh makanan halal yang disebutkan dalam hadits-hadits Nabi ﷺ yang dinukil dari kitab yang ditulis oleh Imam At-Tirmidzi rahimahullah tentang karakteristik Rasulullah ﷺ

1. Cuka

Dari ‘Aisyah, ia berkata, ”Sesungguhnya Rasulullah ﷺ bersabda, ”Sebaik-baik lauk adalah cuka.” [Hadits riwayat At-Tirmidzi (1841) dan Muslim (2051)]

2. Daging ayam

Dalam sebuah hadits yang panjang disebutkan bahwa Abu Musa Al-Asy’ari berkata kepada seseorang yang memisahkan diri dari jamuan di rumahnya karena tidak suka dengan daging ayam,

“Mendekatlah kemari, karena sesungguhnya aku pernah melihat Rasulullah ﷺ makan daging ayam.” [Hadits riwayat At-Tirmidzi (1827), Al-Bukhari dan Muslim serta an-Nasa’i]

3. Zaitun

Dari Abu Usaid, ia berkata, ”Rasulullah ﷺ bersabda, ”Makanlah (minyak) zaitun dan lumurilah dengannya karena ia dari pohon yang diberkati.” [Hadits shahih riwayat At-Tirmidzi (1853)]

4. Buah labu

Dari Anas bin Malik, dia berkata, ”Nabi ﷺ  suka makan buah labu. (Suatu hari) beliau mendapat hadiah makanan atau diundang makan-makan, maka aku pun memperhatikan beliau.

Lalu aku meletakkan buah labu itu di hadapan beliau karena aku tahu beliau menyukainya.” [Hadits riwayat At-Tirmidzi, no. 1850, 1851, Abu Dawud no. 3782, Muslim no. 2041, Al-Bukhari dan An-Nasa’i.]

5. Manisan dan Madu

Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata,” Nabi ﷺ menyukai manisan dan madu.” [Hadits riwayat At-Tirmidzi no. 1833, Al-Bukhari, Muslim no. 1474, Abu Dawud no. 3715 dan Ibnu Majah no.3323]

6. Daging kambing

Dari Abu Hurairah ia berkata, ”Ada daging yang dihidangkan kepada Nabi ﷺ , maka beliau memilih daging paha belakang karena beliau menyukainya, kemudian beliau menggigitnya.” [Hadits riwayat At-Tirmidzi no. 1838, Ibnu Majah no. 3307, Al-Bukhari dan Muslim]

7. Tsarid

Tsarid adalah makanan paling istimewa bagi orang Arab yang terdiri dari roti yang diremukkan dan dicampur dengan daging dan kuahnya

Anas bin Malik berkata,”Rasulullah ﷺ bersabda, ”Keutamaan ‘Aisyah dibandingkan wanita lainnya seperti keutamaan Tsarid (bubur roti campur daging dan kuahnya) dibandingkan seluruh makanan lainnya.”

[Hadits riwayat AT-Tirmidzi no. 3881, Al-Bukhari, Muslim no. 2447 dan Ibnu Majah.]

8. Kurma dan Tepung

Dari Anas bin Malik ia berkata, ”Rasulullah ﷺ membuat pesta pernikahannya dengan Shafiyyah berupa kurma dan tepung.” [Hadits riwayat At-Tirmidzi no. 1095, Abu Dawud no. 3744 dan Ibnu Majah no. 1909]

Dan masih banyak lagi yang lainnya hanya saja kami cukupkan sampai di sini.[xvii]

Contoh Makanan Halal Tapi Tidak Thayyib

Contoh Makanan Halal tapi Tidak Thoyyib Tidak Baik
Contoh Makanan Halal tapi Tidak Thoyyib (Tidak Baik)

Ada makanan yang kategorinya halal namun tidak thayib, yaitu makanan yang dzatnya halal, rasanya kadang enak, namun membahayakan manusia. Contoh-contohnya adalah sebagai berikut:

1. Makanan yang sudah basi

Makanan yang sudah basi itu tidak haram namun akan menimbulkan madharat bagi yang mengkonsumsi. Kita pernah dengar, misalnya, sejumlah santri yang tiba-tiba jatuh sakit dengan gejala yang hampir mirip semuanya yaitu mual,pusing dan muntah-muntah.

Setelah diusut ternyata mereka makan sayur kangkung yang sudah basi. Bahkan mungkin kita sendiri pernah mengalaminya. Ini tidak haram tapi bukan makanan yang thayib.

2. Makanan yang sudah kadaluarsa

Hal ini sering terjadi. Biasanya karena pihak penjual tidak teliti terkadang juga pihak pembeli yang tidak meneliti terlebih dahulu tanggal kadaluarsa suatu produk makanan atau minuman.

Pembeli biasanya sudah baik sangka sama penjualnya. Ini yang bisa menjadi sumber petaka. Betapa banyak orang yang keracunan gara-gara memakan makanan kadaluarsa.

Jenis makanan atau minumannya bisa saja berlabel halal namun kalau sudah kadaluarsa jelas tidak thayib lagi karena membahayakan tubuh manusia.

Bisa jadi masih banyak yang lainnya namun paling tidak sudah ada gambaran yang lebih riil tentang makanan halal tapi tidak thayyib. Wallahu a’lam.

Demikianlah pembahasan tentang halalan thayyiban. Semoga bisa menambah wawasan tentang persoalan ini.

Bila ada kebenaran dalamtulisan ini maka dari Allah semata karena rahmat Allah dan karunia-Nya dan bila ada kesalahan di dalamnya, maka dari kami dan setan. Semoga Allah Ta’ala mengampuni semua kesalahan kami dan kaum Muslimin.


[i] Halal-dan Haram dalam Islam, Dr. Yusuf Al-Qaradhawi, Era Intermedia, Hal. 36-38.

[ii] https://www.almaany.com/ar/dict/ar-ar/%D8%B7%D9%8A%D8%A8/

[iii] https://www.almaany.com/id/dict/ar-id/%D8%B7%D9%8A%D8%A8/

[iv] https://www.alukah.net/sharia/0/111490/

[v] https://khaledalsabt.com/interpretations/3477/126-%D9%82%D9%88%D9%84%D9%87-%D8%AA%D8%B9%D8%A7%D9%84%D9%89-%D9%8A%D8%A7%D8%A7%D9%8A%D9%87%D8%A7-%D8%A7%D9%84%D9%86%D8%A7%D8%B3-%D9%83%D9%84%D9%88%D8%A7-%D9%85%D9%85%D8%A7-%D9%81%D9%8A-%D8%A7%D9%84%D8%A7%D8%B1%D8%B6-%D8%AD%D9%84%D8%A7%D9%84%D8%A7-%D8%B7%D9%8A%D8%A8%D8%A7-%D8%A7%D9%84%D9%89-%D9%82%D9%88%D9%84%D9%87-%D8%AA%D8%B9%D8%A7%D9%84%D9%89-%D9%88%D8%A7%D9%86-%D8%AA%D9%82%D9%88%D9%84%D9%88%D8%A7-%D8%B9%D9%84%D9%89-%D8%A7%D9%84%D9%84%D9%87-%D9%85%D8%A7-%D9%84%D8%A7-%D8%AA%D8%B9%D9%84%D9%85%D9%88%D9%86

[vi] https://www.alathar.net/home/esound/index.php?op=codevi&coid=91912

[vii] Mudah Tafsir Ibnu Katsir, Jilid 1, Pustaka Maghfirah, Jakarta, 2017, hal. 308-309.

[viii] Ibid, hal. 312.

[ix] Taisirul Karimir Rahman fi Tafsiri Kalamil Mannan, Syaikh Abdurrahman As-Sa’di, hal. 647.

[x] Mudah Tafsir Ibnu Katsir Jilid 4, Pustaka Maghfirah, Jakarta, 2017, hal 564.

[xi] Mudah Tafsir Ibnu Katsir jilid 2, Pustaka Maghfirah, Jakarta, 2017, hal. 510-511.

[xii] Ibid, hal. 517.

[xiii] Taisirul Karimir Rahman fi Tafsiri Kalamil Mannan, Syaikh Abdurrahman As-Sa’di, hal. 372

[xiv] https://islamic-content.com/hadeeth/684

[xv] https://www.dorar.net/hadith/sharh/71857

[xvi] https://dorar.net/hadith/sharh/42669

[xvii] Bagi yang ingin lebih mendetail silakan melihat di buku Figur Rasulullah ﷺ karya Imam At-Tirmidzi yang ditahqiq hadits-hadits oleh Syaikh Nashirudin Al-Albani rahimahullah, Pustaka As-Sunnah, Bab Tentang Lauk Rasulullah ﷺ , juga Bab Tentang Buah-buahan Rasulullah ﷺ   dan Bab Minuman Rasulullah ﷺ  (hal 121-151)

Print Friendly, PDF & Email

1 thought on “Jelaskan Pengertian Halalan Thayyiban Makanan Halal dan Baik (Thoyyib)”

Leave a Comment