Makan dulu atau Sholat dulu? Bagaimana menyikapinya?

Terkadang seseorang dihadapkan pada situasi berupa berbenturannya dua hal yang sama-sama sangat ingin dilakukan. Misalnya ingin makan saat adzan berkumandang. Bila demikian halnya, lantas bagaimana sebaiknya seorang Muslim mensikapinya?

Terkait dengan persoalan tersebut di atas, berikut ini ada dua buah hadits Nabi ﷺ yang memberikan kejelasan sikap yang perlu diambil.

Hadits Makan dulu atau Sholat dulu

Yang pertama adalah hadits ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha. Beliau mendengar Rasulullah ﷺ bersabda:

لاَ صَلاَةَ بِحَضْرَةِ الطَّعَامِ وَلاَ وَهُوَ يُدَافِعُهُ الأَخْبَثَانِ

”Tidak ada shalat saat makanan telah dihidangkan, demikian pula tidak ada shalat bagi orang yang sedang menahan (untuk buang air kecil atau buang air besar).” (Hadits riwayat Muslim no. 560).

Dari Anas radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah ﷺ juga bersabda:

إذا قدِّم العَشاء فابدؤوا به قبل أن تصلوا صلاة المغرب، ولا تَعجلوا عن عَشائكم

Jika makan malam sudah dihidangkan maka mulailah dengan makan malam terlebih dahulu sebelum kalian shalat maghrib. Dan kalian tidak perlu terburu-buru dalam menyantap makan malam kalian.” [Hadits riwayat Al-Bukhari no. 672 dan Muslim no. 557]

Dari hadits pertama bisa diambil pelajaran bahwa segala hal yang bisa mengganggu kehadiran hati dan pikiran seseorang saat sedang shalat harus dihilangkan.

Dalam hadits tersebut disebutkan tiga hal yaitu makanan yang sudah terhidang, keinginan kuat untuk buang air kecil dan buang air besar seperti sakit perut ketika iqomah.

Yang dimaksud tidak ada shalat disini adalah tidak sempurna shalat seseorang, bukannya tidak sah shalat seseorang.

Hukum Shalat ketika makanan Datang dan dihidangkan
Sumber: https://marigoldmaison.com/

Secara hukum – sebagaimana penjelasan Imam An-Nawawi rahimahullah – adalah makruh bila seseorang sedang lapar kemudian makan sudah terhidang, dia sangat ingin makan namun kemudian malah shalat ke masjid.[i]

Sedangkan untuk hadits yang kedua itu menegaskan hadits yang pertama. Rasulullah ﷺ memberikan contoh saat itu bahwa bila makan malam sudah dihidangkan, siap untuk disantap maka diminta untuk menyantap dulu hidangan tersebut terlebih dahulu tanpa perlu tergesa-gesa.

Hal ini tentu dengan catatan bahwa kondisi orang yang menghadapi makanan tersebut betul-betul berniat kuat untuk makan karena memang sudah lapar atau memang makanannya terlalu lezat sehingga bisa menganggu konsentrasinya saat shalat.

Sebab orang yang tidak tergantung kepada kondisi makanan yang dihidangkan saat tiba waktu shalat, dia tidak terpengaruh sedikit pun dengan kondisi dirinya yang sedang lapar dan sama sekali tidak ada keinginan untuk makan, maka orang yang semacam ini tidak mengapa untuk tetap pergi ke masjid dan melaksanakan shalat sebagaimana biasa.[ii]

Orang yang tidak terpengaruh sama sekali dengan kondisi perutnya yang sedang lapar dan adanya makanan yang sedang terhidang tidak terkena larangan dalam hadits tersebut. Dia tidak terkena hukum makruh.

Sebabnya adalah disunnahkannya mendahulukan untuk menyantap makanan yang sudah terhidang itu ditujukan untuk menghilangkan hal-hal yang bisa menganggu kekhusyuan dalam shalat. Kalau tidak terganggu berarti tidak mengapa. Ini bisa dilihat dalam fatwa yang dikeluarkan oleh Markazul Fatwa di bawah pengawasan Syaikh Dr. Abdullah Al-Faqih.[iii]

Dari sini kita bisa mengambil kesimpulan bahwa bila seorang Muslim yang sehat, mukallaf, mendengar adzan berkumandang namun di hadapannya telah dihidangkan makanan siap santap maka bila dia sangat lapar dan ingin sekali untuk makan, disunnahkan baginya untuk menyantap makanan tersebut dengan tenang meskipun tertinggal shalat berjamaah.

Hal ini termasuk salah satu udzur yang menyebabkan seseorang diperbolehkan untuk tidak melaksanakan shalat wajib berjamaah di masjid. Namun ada catatan: hal ini tidak boleh menjadi kebiasaan.

Jangan sampai Ketika jam adzan digital sholat berbunyi, kemudian mengeluarkan makan. Sehingga Ketika dating waktu iqomah dikumandangkan, makan belum selesai dan akhirnya tertinggal shalat.

Seseorang tidak boleh secara rutin menghidangkan makanan saat adzan berkumandang. Sebab bila demikian ini berarti ada unsur kesengajaan untuk meninggalkan shalat jamaah.[iv]

Semoga tulisan ini bermanfaat.

[i] https://www.islamweb.org/ar/fatwa/229303/

[ii] ibid

[iii] ibid

[iv] https://www.alukah.net/sharia/0/50086/

Print Friendly, PDF & Email

Leave a Comment