Tulisan berikut ini akan membahas tentang hal-hal yang disunnahkan dalam khutbah Jumat. Dengan memahami secara benar dan lengkap tentang hal-hal yang disunnahkan dalam khutbah Jumat, akan membantu pelaksanaan khutbah shalat Jumat untuk menjadi semakin dekat dengan sunnah Nabi ﷺ dalam berkhutbah.
Sunnah Khutbah Jum’at Menurut Para Ulama
Hal-hal yang disunnahkan dalam khutbah Jumat adalah sebagai berikut:i
1. Khatib Bersandar Ke Busur Atau Tongkat.
Seorang khatib dianjurkan untuk bersandar kepada busur atau tongkat.ii Ini merupakan madzhab Jumhur: Ulama Madzhab Maliki,iii Syafi’i,iv dan Hanbali.v Ash-Shan’ani,vi Ibnu Baz memilih pendapat inivii dan diceritakan adanya ijma’ tentang hal ini.viii
- Dalil pertama
Dari Al-Hakim bin Hazn Al-Kulaffi radhiyallahu ‘anhu dia berkata,
وفدتُ إلى رسولِ اللهِ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم فأقمنا أيَّامًا شهِدْنا فيها الجُمُعةَ مع رسولِ اللهِ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم فقام متوكئًا على عصًا أو قوسٍ، فحمِدَ اللهَ، وأثْنَى عليه كلماتٍ طيِّباتٍ، خفيفاتٍ مباركاتٍ
“Aku diutus kepada Rasulullah ﷺ. Kami tinggal selama beberapa hari. Kami menghadiri shalat Jumat bersama Rasulullah ﷺ. Beliau berdiri dengan bersandar kepada sebuah tongkat atau busur. Lalu memuji Allah dan menyanjung-Nya dengan kalimat thayiibah yang ringan dan diberkahi.”
[Hadits riwayat Abu Dawud (1096), Ahmad (4/212) (17889), Ibnu Khuzaimah (1452), Al-Baihaqi (3/206) (5960). Ibnu Baz menilai sanadnya hasan di dalam Hasyiyah Bulughul Maram (312), Al-Albani menilainya sebagai hadits hasan di dalam Shahih Sunan Abi Dawud (1096)]
- Dalil kedua
Bersandar kepada busur atau tongkat adalah perkara lama di masa lalu yang merupakan perbuatan Nabi ﷺ dan para khalifah setelah beliau ﷺ. [Al-Mudawanah Al-Kubra, Sahnun (1/232) dan lihat Al-Bayan wat Tahshil, Ibnu Rusyd (1/341)]
- Dalil ketiga
Hal itu menjadi penopang bagi khatib. [Al-Mughni, Ibnu Qudamah (2/229)]
- Dalil keempat
Hal itu menjadikan hatinya mantap dan menjauhkan tangannya dari melakukan hal yang sia-sia. [Subulus Salam, Ash-Shan’ani (2/59)]
2. Khatib Menghadap Kepada Jamaah Jumat
Disyariatkan bagi imam agar bekhutbah dengan menghadap kepada jamaah masjid dan membelakangi kiblat.
- Dalil pertama
Dalil dari as -sunnah, Nabi ﷺ shalat di atas mimbar. Sahl bin Sa’ad berkata,
فلمَّا فرَغ أقبلَ على الناسِ، فقال: إنَّما صنعتُ هذا لتأتمُّوا بِي، ولتَعْلَموا صَلاتِي
”Setelah selesai, Nabi ﷺ menghadap ke arah orang-orang kemudian berkata,”Aku melakukan ini hanyalah agar kalian mengikutiku dan agar kalian mengetahui shalatku.”
[Hadits riwayat Al-Bukhari (917) dan Muslim (544)]
- Dalil kedua
Dalil berikutnya adalah dari ijma’. Ibnu Rajab menukil adanya ijma’ tentang hal itu.ix
Baca juga: Mukadimah Khutbah Jumat Lengkap
3. Jamaah Shalat Jumat Mengarahkan Pandangan Kepada Khatib
Dianjurkan bagi jamaah shalat Jumat agar menghadap kepada Imam ketika dia berkhutbah.x Ini adalah madzhab Jumhur ulama: Hanafi,xi Syafi’i,xii Hanbali,xiii satu pendapat dari madzhab Malikixiv dan diceritakan adanya ijma’ dalam hal ini.xv
- Dalil pertama
Sebuah atsar dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu bahwa bila imam sudah mulai berkhutbah dia biasanya menghadapkan wajahnya kepada imam tersebut hingga selesai. [Hadits riwayat Al-baihaqi (3/199) (5924). Ibnu Hajar menshahihkan sanadnya di dalam Fathul Bari (2/467)]
- Dalil kedua
Hal inilah yang dituntut oleh adab dan ini akan lebih mengena dalam masalah nasehat.[Al-Majmu’, An Nawawi (4/528)
- Dalil ketiga
Hal ini lebih menjadikan mereka lebih bisa mendengar dengan baik sehingga dianjurkan sebagaimana sang imam menghadap ke arah mereka. [Al-Mughni, Ibnu Qudamah (2/225)]
4. Khatib Meninggikan Suaranya
Sang khatib dianjurkan untuk meninggikan suaranya dalam khutbah Jumat. Hal ini berdasarkan kesepakatan empat madzhab fikih: Hanafi,xvi Maliki,xvii Syafi’ixviii dan Hanbali.xix
- Dalil pertama
Dari as -sunnah, dari Jabir radhiyallahu ‘anhu, dia berkata,
كان رسولُ اللهِ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم إذا خَطَب احمرَّتْ عيناه، وعلَا صوتُه، واشتدَّ غضبُه، حتى كأنَّه منذرُ جيشٍ، يقول: صبَّحَكم ومسَّاكم، ويقول: أمَّا بعدُ، فإنَّ خيرَ الحديثِ كتابُ اللهِ تعالى، وخيرَ الهُدَى هُدَى محمَّد صلَّى اللهُ عليه وسلَّم، وشرَّ الأمورِ مُحْدَثاتِها، وكلَّ بدعةٍ ضلالةٌ
”Rasulullah ﷺ apabila berkhutbah, matanya memerah, suaranya meninggi, amarahnya menguat hingga seolah beliau seorang yang sedang memberikan peringatan kepada pasukan, yang berkata,”shabbahakum wa massaakum. Dan beliau bersabda,”Amma Ba’du, sesungguhnya sebaik-baik perkataan adalah kitab Allah Ta’ala dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad ﷺ dan seburuk-buruk perkara adalah perkara-perkara baru (dalam agama) dan setiap bid’ah adalah kesesatan.” [Hadits riwayat Muslim (867)
- Dalil kedua
Bahwa untuk kepentingan tersebut, disyariatkan khutbah di atas mimbar karena hal itu akan membuat lebih terdengar oleh pendengaran. [At-taaj wal Ikliil , Al-mawwaq (2/172)]
5. Khutbah Tidak Panjang
Disunnahkan khutbah Jumat itu tidak panjang. [Al-Majmu’. An-Nawawi (4/529)]
- Dalil pertama
Hadits dari Ammar bin Yasir radhiyallahu ‘anhuma, dia berkata,”Aku mendengar Rasulullah ﷺ bersabda,
إنَّ طُولَ صَلاةِ الرَّجُلِ، وقِصرَ خُطبتِه مَئِنَّةٌ مِن فِقهِه؛ فأَطيلوا الصلاةَ، واقْصُرُوا الخُطبةَ
”Sesungguhnya lamanya shalat seseorang dan singkatnya khutbahnya adalah tanda (indikasi) dari kedalaman pemahaman agamanya. Maka lamakanlah shalat kalian dan singkatkanlah khutbah kalian.” [Hadits riwayat Muslim (869)]
Hadits lainnya adalah dari Jabir bin Samurah radhiyallahu ‘anhu, dia berkata,
كنتُ أُصلِّي مع النبيِّ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم وكانتْ صلاتُه قَصدًا، وخُطبتُه قصدًا
”Aku dahulu shalat bersama Rasulullah ﷺ. Shalatnya Nabi ﷺ itu pertengahan (sedang) dan khutbahnya juga pertengahan (sedang).”
Dalam riwayat lain:
كان رسولُ اللهِ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم لا يُطيلُ الموعظةَ يومَ الجُمُعةِ، إنَّما هي كلماتٌ يسيراتٌ
”Rasulullah ﷺ itu tidak lama dalam memberikan nasehat pada hari Jumat. Nasehat tersebut hanyalah kata-kata yang ringan (sedikit).”
[Hadits riwayat Muslim (866)]. Untuk riwayat kedua diriwayatkan oleh Abu Dawud (1107), Ath-Thabrani (2/242) (2015). Al-Albani menghasankan hadits tersebut di dalam Shahih Sunan Abi Dawud (1107)]
- Dalil kedua
Hal itu menjadikan para pendengar menjadi lebih mampu menyerap khutbah dan menjauhkan rasa bosan dari mereka. [Asy-Syarh Al Mumti’ , Syaikh Ibnu ‘Utsaimin (5/65)]
6. Khatib Berdiri Saat Berkhutbah
Para ulama berbeda pendapat tentang hukum berdirinya khatib dalam khutbah Jumat. Ada sejumlah pendapat dan yang paling kuat ada dua pendapat:
- Berdirinya khatib saat khutbah itu merupakan syarat bila memiliki kemampuan untuk berdiri.
Ini merupakan pendapat madzhab Syafi’ixx dan pendapat mayoritas dari madzhab Maliki.xxi Imam Al-Qurthubi al Maliki memilih pendapat ini.xxii ini juga pendapat Imam Ahmad berdasarkan sebuah riwayat.xxiii Dan diceritakan adanya ijma’ tentang masalah ini.xxiv
- Dalil dari sunnah
Dari Simak dia berkata,’Jabir radhiyallahu ‘anhu memberitahu saya,
أنَّ رَسولَ الله صلَّى اللهُ عليه وسلَّم كان يَخطُب قائمًا، ثم يجلس، ثم يقومُ فيخطبُ قائمًا. (قال جابر:) فمَن نبَّأك أنَّه يَخطُب جالسًا فقدْ كذَب؛ فقد واللهِ، صليتُ معه أكثرَ من ألْفَي صلاةٍ!
”bahwa Rasulullah ﷺ dahulu biasa berkhutbah dengan berdiri, kemudian duduk kemudian bangun terus berkhutbah dengan berdiri lagi. Jabir berkata,’Siapa yang memberitahu kamu bahwa beliau ﷺ dahulu berkhutbah dalam keadaan duduk maka sungguh dia telah berdusta. Demi Allah, aku benar-benar telah shalat bersama beliau lebih dari dua ribu (2000) shalat!”
[Hadits riwayat Muslim (862)
Hadits lain menyebutkan sabda Nabi ﷺ:
صَلُّوا كما رَأيتُموني أُصلِّي
”Shalatlah kalian sebagaimana kalian telah melihat aku shalat.” [Hadits riwayat Al-Bukhari (631)]
Sisi pendalilannya, yaitu Nabi ﷺ terus menerus berdiri saat berkhutbah dan beliau telah memerintah kita untuk shalat sebagaimana beliau shalat.[Al-Majmu’, An-Nawawi (4/515)]
- Dalil dari atsar
Dari Ka’ab bin ‘Ujrah: bahwa dia masuk ke dalam masjid ketika Abdurrahman bin Ummi Al-Hakam sedang berkhutbah dalam keadaan duduk. Maka dia berkata,”Lihatlah kepada orang yang jelek ini. Dia berkhutbah dalam keadaan duduk padahal Allah Ta’ala berfirman:
وَإِذَا رَأَوْا تِجَارَةً أَوْ لَهْوًا انْفَضُّوا إِلَيْهَا وَتَرَكُوكَ قَائِمًا
”Dan apabila mereka melihat perniagaan atau permainan, mereka bubar untuk menuju kepadanya dan mereka tinggalkan kamu sedang berdiri (berkhutbah).” [Al-Jumu’ah: 11]
[Hadits riwayat Muslim (864)]
- Dalil ketiga
Telah disyariatkan dipisahnya antara dua khutbah dengan duduk. Andaikan duduk itu disyariatkan dalam dua khutbah maka tidak perlu ada duduk (di antara dua khutbah). [Fathul Bari, Ibnu Hajar (2/401)]
- Dalil keempat
Khutbah itu salah satu dari dua fardhu Jumat. Maka di dalamnya wajib ada berdiri dan duduk sebagaimana shalat. [Al-Majmu’, An-Nawawi (4/514)]
- Pendapat kedua, disunnahkan untuk berkhutbah dengan berdiri.
Ini merupakan madzhab Hanafixxv dan Hanbalixxvi serta satu pendapat dalam madzhab Maliki.xxvii Syaikh Ibnu ‘Utsaimin memilih pendapat ini.xxviii
- Dalil dari Al-Quran
Allah Ta’ala berfirman:
وَإِذَا رَأَوْا تِجَارَةً أَوْ لَهْوًا انْفَضُّوا إِلَيْهَا وَتَرَكُوكَ قَائِمًا
”Dan apabila mereka melihat perniagaan atau permainan, mereka bubar untuk menuju kepadanya dan mereka tinggalkan kamu sedang berdiri (berkhutbah).” [Al-Jumu’ah: 11]
Sisi pendalilannya, ayat tersebut menunjukkan bahwa Nabi ﷺ dahulu berkhutbah dalam keadaan berdiri.
- Dalil dari as-sunnah
Dari Simak dia berkata,’Jabir radhiyallahu ‘anhu memberitahu saya,
أنَّ رَسولَ الله صلَّى اللهُ عليه وسلَّم كان يَخطُب قائمًا، ثم يجلس، ثم يقومُ فيخطبُ قائمًا. (قال جابر:) فمَن نبَّأك أنَّه يَخطُب جالسًا فقدْ كذَب؛ فقد واللهِ، صليتُ معه أكثرَ من ألْفَي صلاةٍ!
”bahwa Rasulullah ﷺ dahulu biasa berkhutbah dengan berdiri, kemudian duduk kemudian bangun terus berkhutbah dengan berdiri lagi. Jabir berkata,’Siapa yang memberitahu kamu bahwa beliau ﷺ dahulu berkhutbah dalam keadaan duduk maka sungguh dia telah berdusta. Demi Allah, aku benar-benar telah shalat bersama beliau lebih dari dua ribu (2000) shalat!”
[Hadits riwayat Muslim (862)
Hadits berikutnya dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma,
كان النبيُّ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم يخطُبُ خُطبتَينِ يقعُدُ بينهما
”Dahulu Nabi ﷺ berkhutbah dengan dua khutbah dan duduk di antara dua khutbah tersebut.”
[Hadits riwayat al-Bukhari (928) dan Muslim (861)
- Dalil ketiga
Berdiri saat berkhutbah itu telah diwariskan sejak dari masa Rasulullah ﷺ hingga pada masa sekarang ini. [Al-Muhith Al-Burhani (2/74)]
- Dalil keempat
Karena khutbah itu dzikir maka bukan bagian dari syaratnya untuk menghadap (ke Jamaah Shalat Jumat) sehingga tidak wajib baginya untuk berdiri sebagaimana adzan. [Al-Mubdi’ , Burhanuddin Ibnu Muflih (2/148)]
7. Duduk Di Antara Dua Khutbah
Dianjurkan duduk di antara dua khutbahxxix namun tidak wajib. Ini adalah madzhab Jumhur ulama: Hanafi,xxx Maliki,xxxi Hanbali,xxxii dan mayoritas ahli ilmu berpendapat demikian.xxxiii
- Dalil dari As-Sunnah
Hadits Jabir bin Samurah, dia berkata,
كانتْ للنبيِّ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم خُطبتانِ يَجلِسُ بينهما يقرأُ القرآنَ، ويُذكِّرُ الناسَ
“Dahulu Nabi ﷺ melakukan dua khutbah. Di antara kedua khutbah tersebut beliau duduk membaca Al-Quran dan mengingatkan orang-orang.” [Hadits riwayat Muslim (862)]
Hadits dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma,
كان رسولُ اللهِ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم يخطُبُ قائمًا، ثم يجلِسُ، ثم يقومُ- كما يَفعلونَ اليومَ
”Dahulu Rasulullah ﷺ berkhutbah dengan berdiri kemudian duduk kemudian berdiri sebagaimana kalian lakukan hari ini.” [hadits riwayat Al-Bukhari (920) dan Muslim (861)]
Sisi pendalilannya, yaitu ini perbuatan Nabi ﷺ. Perbuatan Nabi ﷺ itu memberi faedah berupa anjuran (an-nadab). [Badai’ush shanai’ , al-kasani (1/263)
- Dalil kedua
Tidak ada dzikir yang disyariatkan di dalam duduk tersebut maka hukumnya tidak wajib. [Al-Mughni (2/227)]
- Dalil ketiga
Duduknya Nabi ﷺ dahulu adalah untuk istirahat, sehingga hukumnya tidak wajib. [Bidayatul Mujtahid, Ibnu Rusyd (1/161), Al-Mughni , Ibnu Qudamah (2/227)]
- Dalil keempat
Tujuan dari khutbah adalah nasehat dan memberikan peringatan. Tujuan tersebut bisa terwujud dengan selain duduk ini. [Syarh Az-zarkasyi ‘ala Mukhtashar al-Kharqi (2/176)
8. Mendoakan Kaum Muslimin.
Dianjurkan mendoakan kaum Muslimin dalam khutbah. Ini adalah madzhab Jumhur Ulama : Hanafi, xxxivMaliki,xxxv Hanbalixxxvi dan satu pendapat dalam madzhab Syafi’i.xxxvii
- Dalil dari as-sunnah
Hadits dari Hushain bin Abdurrahman dari ‘Umarah bin Ruwaibah radhiyallahu ‘anhu bahwa dia melihat Bisyr bin Marwan di atas mimbar mengangkat kedua tangannya. Lalu ‘Umarah berkata,
قَبَّحَ اللهُ هاتينِ اليدينِ؛ لقدْ رأيتُ رسولَ اللهِ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم ما يَزيدُ على أنْ يقولَ بيدِه هكذا، وأشارَ بإصبعِه المسبِّحةِ
”Semoga Allah menjadikan jelek kedua tangan ini. Sungguh aku benar-benar melihat Rasulullah ﷺ tidak melebihi dari berdoa dengan tangannya seperti ini, dan dia mengisyaratkan dengan telunjuk jarinya.” [Hadits riwayat Muslim (874)
Sisi pendalilannya, bahwa yang disunnahkan adalah berisyarat dengan telunjuk jari yang dipakai untuk bertasbih ketika berdoa bukan mengangkat kedua tangan. Hadits tersebut menetapkan berdoa pada hari Jumat. [Mir’atul Mafatih, al-Mubarokfuri (4/510)
- Dalil kedua
Karena mendoakan kaum Muslimin disunnahkan di selain khutbah, maka di dalam khutbah itu lebih utama. [Kasysyaful Qina’, al-Bahuti (2/37)
- Dalil ketiga
Bahwa berdoa di dalam khutbah telah menjadi perbuatan yang dilakukan kaum muslimin berdasarkan penukilan yang dilakukan oleh para ulama khalaf dari ulama salaf. [Mughnil Muhtaj, Asy-Syirbini (1/286)]
- Dalil keempat
Bahwa hukum asalnya adalah tidak wajib. Tujuan khutbah adalah nasehat dan hal ini bisa terwujud tanpa doa. [Al-Majmu’, An-Nawawi (4/521)
- Dalil kelima
Bahwa doa itu tidak wajib di luar khutbah maka demikian pula hukumnya di dalam khutbah sebagaimana tasbih. [Mughnil Muhtaj, Asy-Syirbini (1/286)]
Sebagai tambahan, perlu dijelaskan tentang masalah hukum mengangkat kedua tangan saat berdoa di atas mimbar. Seorang imam tidak disyariatkan untuk mengangkat kedua tangannya dalam khutbah Jumat dan cukup dengan isyarat jari telunjuk kecuali ketika meminta hujan (istisqa’).
Saat berdoa meminta hujan (istisqa’) kedua tangan diangkat. Ini merupakan madzhab Jumhur ulama: Maliki, Syafi’i, Hanbali dan satu pendapat sebagian ulama Hanafi.
Dalilnya adalah dua hadits berikut ini:
- Dari ‘Umarah bin Ruwaibah radhiyallahu ‘anhu bahwa dia melihat Bisyr bin Marwan di atas mimbar mengangkat kedua tangannya. Lalu ‘Umarah berkata,
قَبَّحَ اللهُ هاتينِ اليدينِ؛ لقدْ رأيتُ رسولَ اللهِ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم ما يَزيدُ على أنْ يقولَ بيدِه هكذا، وأشارَ بإصبعِه المسبِّحةِ
”Semoga Allah menjadikan jelek kedua tangan ini. Sungguh aku benar-benar melihat Rasulullah ﷺ tidak melebihi dari berdoa dengan tangannya seperti ini, dan dia mengisyaratkan dengan telunjuk jarinya.” [hadits riwayat Muslim (874)
2. Hadits yang diriwayatkan oleh Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu dia berkata,
أصابتِ الناسَ سَنَةٌ على عَهدِ رسولِ الله صلَّى اللهُ عليه وسلَّم، فبينما النبيُّ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم يَخطُب في يومِ الجُمُعة قام أعرابيٌّ، فقال: يا رسولَ اللهِ، هلَك المال، وجاعَ العِيال! فادعُ اللهَ لنا، فرفَع يَديه…
“ Orang-orang pernah ditimpa bencana paceklik (kekeringan) di masa Rasulullah ﷺ. Ketika Nabi ﷺ sedang berkhutbah pada hari Jumat, seorang Arab Badui berdiri lalu berkata,”Wahai Rasulullah ! harta telah binasa dan keluarga kelaparan! Berdoalah kepada Allah untuk kami ! maka beliau ﷺ mengangkat kedua tangannya…” [Hadits riwayat Al-Bukhari (933) dan Muslim (897)]
Demikian tadi penjelasan tentang sunnah-sunnah dalam khutbah yang diambil dari Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyyah yang dibawah pengelolaan Syaikh ‘Alawi bin Abdul Qadir As-Saqqaf. Semoga bermanfaat.
Referensi Penulisan
i https://dorar.net/feqhia/1639/
ii Sebagian ulama berpendapat bahwa hal itu dianjurkan bila tidak ada mimbar. Lihat: Zaadul Ma’ad, Ibnul Qayyim (1/429) dan fatawa Al-lajnah Ad-Daimah- Al-Majmu’ah Ats Tsaniyah 7/109-110)
iii Ar-Risalah, Al-Qairuwani hal. 47, Asy Syarh Al-Kabir, Ad Dardiri beserta Hasyiyah Ad-Dasuqi 1/382)
iv Raudhatuth Thalibin, An-Nawawi (2/32), Nihayatul Muhtaj, Ar-Ramli (2/326)
v Kasysyaful Qina’, Al-Buhuti (2/36) dan al-Kafi, Ibnu Qudamah (1/329)
vi Ash-Shan’ani berkata tentang hadits Al-Hakam bin Hazn: “dalam hadits tersebut terdapat dalil dianjurkannya seorang khatib untuk bersandar diatas pedang atau semacamnya saat berkhutbah. Hikmahnya yaitu dengan melakukan hal itu hati menjadi mantap dan menjauhkan tangannya dari kesia-siaan. Bila tidak didapatkan sesuatu untuk bersandar mak tangannya dilepaskan atau tangan yang kanan ditaruh di atas tangan kiri atau diletakan di sisi mimbar. Dan dimakruhkan menggetok-getok mimbar dengan pedang karena itu tidak ada atsarnya. Maka hal itu adalah bid’ah.” [Subulus salam (2/59)
vii Durus Samahatusy Syaikh Ibni Baz ‘ala Bulughil Maram, Syarh hadits no. 449 di dalam Asy-Syamil fi fiqhil Khathib wal Khuthbah, karya Su’ud Asy-Syuraim, hal. 155.
viii Al-Qurthubi berkata,”Sudah menjadi ijma’ bahwa seorang khatib itu berkhutbah dengan bersandar kepada pedang atau tongat. Tongkat tersebut dibuat dari bahan yang kuat dan logam mulia dan tidak ada yang mengingkari hal ini kecuali orang bodoh.” [Tafsir Al-Qurthubi: 11/188]
ix Fathul Bari (5/477), ‘Umdatul Qari, Al-‘Aini, (6/221)
x Al-istidzkar, Ibnu Abdil Barr (2/50), ‘Umdatul Qari (6/221)
xi Al-Mabsuth, As-Sarkhasi (2/54), Badai’ush Shanai’ (1/263)
xii Al-Majmu’, An -Nawawi (4/528)
xiii Kasysyaful Qina’ , Al-Bahuti (2/37), Al-Mughni, Ibnu Qudamah (2/225)
xiv Hasyiyah Ad-dasuqi ‘ala Syarh Al-kabir (1/371).
xv Al-Isyraf (2/105) dan Al-Mughni, Ibnu Qudamah (2/225)
xvi Al-bahrur-raiq, Ibnu Najim (2/160)
xvii At-taaj wal Ikliil, Al Mawwaq (2/172), Asy Syarh Al kabir, Ad-Dardiri ma’a Hasyiyah Ad-Dasuqi (1/382)
xviii Al-Majmu’ , An-nawawi (4/526)
xix Kasysyaful Qina’ , Al-bahuti (2/36)
xx Al-Majmu’, An-nawawi (4/514-515)
xxi Mawahibul Jalil, Al-Hathab (2/531)
xxii Tafsir al-Qurthubi (18/114)
xxiii Al-Mubdi’, Burhanuddin Ibnu Muflih (2/148)
xxiv Al-Istidzkar (2/61), Syarh An nawawi ‘ala Muslim (6/150)
xxv Al-Binayah, Al-‘Aini (3/56)
xxvi Al-Mubdi’, Burhanuddin Ibnu Muflih (2/148)
xxvii Syarh Mukhtashar Khalil, Al-Kharsyi (2/79)
xxviii Majmu’ Fatawa wa Rasail Al-‘utsaimin (16/95)
xxix Ihkamul Ahkam, Ibnu Daqiq Al-‘id (1/224)
xxx Al-Binayah, Al-‘aini (3/62)
xxxi At-Taj WalIkliil, Al-Mawwaq (2/165)
xxxii Syarh Muntahal Iradat, Al-Bahuti (1/317)
xxxiii At-Tamhiid, (2/165), Ibnu Qudamah (2/227)
xxxiv Al-Binayah , al-‘Aini (3/62)
xxxv Asy-Syarh Al-kabir, Ad-Dardiri, ma’a Hasyiyah Ad-Dasuqi (1/378)
xxxvi Al-Inshaf, Al-Marwadi (2/278)
xxxvii Al-Majmu’ , An-nawawi (4/521), Mughnil Muhtaj , Asy-Syirbini ((1/286)
Baca juga:
– Urutan Tata Cara Khutbah Sesuai Petunjuk Nabi
– Syarat Sah Khutbah Menurut Ulama
– Rukun Khutbah Menurut Ulama Madzhab Syafi’i
– Kriteria Khatib Jum’at
– Panduan Sukses Khutbah Jum’at
– Tips Memilih Judul Khutbah Yang Menarik