Khutbah Jumat: Keutamaan Ridha Kepada Allah dan Buahnya

Khutbah Pertama

الحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِيْ أَنْزَلَ عَلَى عَبْدِهِ اْلكِتَابَ. أَظْهَرَ اْلحَقَّ بِاْلحَقِّ وَأَخْزَى اْلأَحْزَابَ وَأَتَمَّ نُوْرَهُ، وَجَعَلَ كَيْدَ اْلكَافِرِيْنَ فِيْ تَبَاب

وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهَ اْلعَزِيْزِ اْلوَهَّابَ. المَلِكُ فَوْقَ كُلِّ اْلمُلُوْكِ وَرَبَّ اْلأَرْبَابِ.غَافِرُ الذَّنْبِ وَقَابِلُ التَّوْبِ شَدْيْدُ اْلعِقَابِ

وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ اْلمُسْتَغْفِرُ التّوَّاب.اللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَيْهِ وَعَلَى اْلآلِ وَاْلأَصْحَابِ

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ

يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُواْ رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُم مِّن نَّفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيرًا وَنِسَاء وَاتَّقُواْ اللّهَ الَّذِي تَسَاءلُونَ بِهِ وَالأَرْحَامَ إِنَّ اللّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا .يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَن يُطِعْ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا

أمَّا بعد

Mukaddimah Pembukaan Khutbah Jumat

Pengertian Ridha

Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,

Salah seorang sahabat besar bernama Abu Darda’ radhiyallahu ‘anhu suatu kali berkata, “Puncak iman itu ada empat: sabar terhadap hukum (maksudnya hukum syariat Islam), ridha dengan takdir, ikhlas dalam bertawakal dan pasrah tunduk kepada Allah.” [I’tiqad Ahlis Sunnah : 4/676]

Khutbah kali ini akan mengulas tentang salah satu dari amal hati yang agung kedudukannya yang disebutkan oleh Abu Darda’ tersebut, yaitu ridha.

Ridha kepada Allah Ta’ala, ridha kepada takdir Allah Ta’ala. Ridha kepada Muhammad ﷺ sebagai nabi dan rasul. Ridha kepada Islam sebagai agama yang mengatur seluruh aspek kehidupan manusia.

Ridha merupakan amal hati yang sangat utama. Salah seorang ulama salaf bernama Bisyr bin Al Harits berkata, “Siapa yang dikaruniai sikap ridha maka dia telah mencapai derajat yang paling utama.”

Orang-orang yang ridha kepada Allah termasuk ke dalam kelompok Hizbullah sebagaimana Allah Ta’ala menyebutnya demikian. Allah Ta’ala berfirman,

لَا تَجِدُ قَوْمًا يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ يُوَادُّونَ مَنْ حَادَّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَلَوْ كَانُوا آبَاءَهُمْ أَوْ أَبْنَاءَهُمْ أَوْ إِخْوَانَهُمْ أَوْ عَشِيرَتَهُمْ ۚ أُولَٰئِكَ كَتَبَ فِي قُلُوبِهِمُ الْإِيمَانَ وَأَيَّدَهُمْ بِرُوحٍ مِنْهُ ۖ وَيُدْخِلُهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا ۚ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ ۚ أُولَٰئِكَ حِزْبُ اللَّهِ ۚ أَلَا إِنَّ حِزْبَ اللَّهِ هُمُ الْمُفْلِحُونَ

Kamu tak akan mendapati kaum yang beriman pada Allah dan hari akhirat, saling berkasih-sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, atau anak-anak atau saudara-saudara ataupun keluarga mereka.

Mereka itulah orang-orang yang telah menanamkan keimanan dalam hati mereka dan menguatkan mereka dengan pertolongan yang datang daripada-Nya. Dan dimasukan-Nya mereka ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya.

Allah ridha terhadap mereka, dan merekapun merasa ridha kepada-Nya. Mereka itulah Hizbullah (golongan Allah). Ketahuilah, bahwa sesungguhnya hizbullah itu adalah golongan yang beruntung. [Al-Mujadilah: 22]

Bila demikian halnya, lantas apakah yang dimaksud dengan ridha itu? Secara bahasa Syaikh Muhammad Shalih Al-Munajjid mengatakan bahwa ridha adalah tenangnya jiwa dengan sesuatu dan kepuasan jiwa terhadapnya. [Idhaahud dalil : 143]

Sedangkan kata ridhwan berarti ridha yang banyak. Karena ridha yang paling agung adalah ridha Allah Subhanahu wa Ta’ala maka lafazh ridhwan itu dikhususkan dengan apa yang dari Allah ‘Azza wa jalla. Allah Ta’ala berfirman,

يَبْتَغُونَ فَضْلًا مِنَ اللَّهِ وَرِضْوَانًا

mencari karunia Allah dan keridhaan-Nya,[Al-Fath: 29]

dan

يُبَشِّرُهُمْ رَبُّهُمْ بِرَحْمَةٍ مِنْهُ وَرِضْوَانٍ وَجَنَّاتٍ لَهُمْ فِيهَا نَعِيمٌ مُقِيمٌ

Tuhan mereka menggembirakan mereka dengan memberikan rahmat dari pada-Nya, keridhaan dan surga, mereka memperoleh didalamnya kesenangan yang kekal, [At-Taubah: 21]

Adapun pengertian ridha secara istilah syar’i adalah seorang hamba bersikap pasrah terhadap apa yang Allah perintahkan kepadanya dan larang darinya, ridha terhadap apa yang Allah ridhai dan tidak mengeluh dengan ketetapan Allah yang berlaku pada dirinya baik berupa perintah-perintah maupun musibah dan menyerahkan kepada Allah dalam semua itu serta bersikap zuhud di dunia ini.[i]

Kedudukan Ridha dan Hukumnya

Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,

Ridha memiliki kedudukan yang agung dalam Islam. Hal ini sebagaimana dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim (34) dari Al-‘Abbas bin Abdul Muthallib radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah ﷺ bersabda,

ذَاقَ طَعْمَ الْإِيمَانِ مَنْ رَضِيَ بِاللَّهِ رَبًّا، وَبِالْإِسْلَامِ دِينًا، وَبِمُحَمَّدٍ رَسُولًا

“Telah merasakan manisnya iman siapa saja yang telah ridha Allah sebagai Rabb (Tuhan), Islam sebagai agama dan Muhammad sebagai rasul.”

Rasulullah ﷺ juga bersabda,

مَنْ قَالَ حِينَ يَسْمَعُ النِّدَاءَ: رَضِيتُ بِاللَّهِ رَبًّا، وَبِالْإِسْلَامِ دِينًا، وَبِمُحَمَّدٍ رَسُولًا، غُفِرَتْ لَهُ ذُنُوبُهُ

Siapa yang mengucapkan saat mendengar adzan, ‘radhiitu billahi rabban wa bil islaami diinan wa bi Muhammadin rasuulan (Aku telah ridha Allah sebagai Rabb (Tuhan) , Islam sebagai Agama dan Muhammad sebagai Rasul), maka dosa-dosanya diampuni.

Ibnul Qayyim Al-Jauziyyah mengatakan, “Dua hadits tersebut merupakan poros dari maqam-maqam dalam agama ini. Pada kedua hadits tersebut maqam atau kedudukan dalam agama ini berujung.

Kedua hadits tersebut mengandung sikap ridha terhadap rububiyah dan uluhiyah Allah Ta’ala, ridha terhadap Rasul-Nya, dan tunduk kepada-Nya, ridha dengan agama-Nya dan pasrah kepada-Nya. Siapa saja yang telah menghimpun keempat hal ini maka termasuk Ash-Shiddiq, orang yang betul-betul benar (imannya).

Ia mudah diakui dan diucapkan namun merupakan perkara tersulit saat benar-benar diuji. Apalagi bila ada sesuatu yang bertentangan dengan hawa nafsunya dan keinginan jiwanya. Dari situ menjadi jelas bahwa lisannya telah menyatakan keridhaan namun keadaannya belum tentu menunjukkan keridhaan.” [Tahdzib Madarijus salikin, Ibnul Qayyim, hal. 326]

Lantas, apakah hukum ridha itu? Syaikh Muhammad Shalih Al-Munajjid berkata, “Derajat ridha dalam hati itu bertingkat-tingkat sesuai dengan tingkat kekuatan iman seseorang dan sesuai dengan tingkatan perkara yang diridhai oleh seseorang. Derajat ridha ini bila dilihat dari hukumnya ada tiga jenis:

1. Ridha yang wajib

Ridha yang wajib itu adalah ridha terhadap empat perkara pokok yaitu:

  • ridha kepada Allah sebagai Rabb.
  • ridha kepada Islam sebagai agama.
  • ridha kepada Muhammad ﷺ sebagai nabi dan rasul.
  • ridha terhadap musibah yang menimpa dan bersabar terhadapnya.

Ridha yang wajib di sini maksudnya keridhaan yang bersifat mendasar atau pokok terhadap Allah sebagai Rabb, Islam sebagai agama, Muhammad ﷺ sebagai nabi dan ridha terhadap qadha’ dan qadar. Tingkatan ridha yang tinggi terhadap keempat hal tersebut tidaklah wajib hukumnya.

2. Ridha yang sunnah

Ridha yang sunnah adalah tingkatan ridha yang tinggi terhadap empat perkara tersebut.

3. Ridha yang haram

Sedangkan ridha yang haram adalah ridha terhadap kemaksiatan dan dosa-dosa.[ii]

Rekomendasi Khutbah Jumat Tentang Palestina
Rekomendasi Khutbah Membantu Kesusahan Orang Lain
Rekomendasi Khutbah Jumat Generasi Muda

Buah Ridha

Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,

Sikap ridha memiliki buah yang sangat banyak sebagaimana dijelaskan oleh para ulama. Di antaranya adalah sebagai berikut:[iii]

  1. Masuk ke dalam surga

Hal ini sebagaimana dalam hadits dari Abu Sa’id Al-Khudri radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah ﷺ bersabda, “

Wahai Abu Sa’id, siapa saja yang ridha kepada Allah sebagai Rabb, Islam sebagai agama, Muhammad sebagai nabi, surga diwajibkan baginya.” Maka Abu Sa’id merasa takjub dengan hal tersebut lalu berkata, “Ulangilah untuk saya wahai Rasulullah.” Lantas Rasulullah ﷺ mengulangi sabdanya.” [ Hadits riwayat Muslim 1884]

Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu berkata, “Siapa saja yang ridha dengan apa yang Allah turunkan dari langit ke bumi ini, insyaallah masuk surga.” [Hilyatul Auliya’: 9/249]

  1. Dosa-dosa diampuni.

Hal ini sebagaimana hadits dari Sa’ad bin Abi Waqqash radhiyallahu ‘anhu dari Rasulullah ﷺ bahwa beliau bersabda, “Siapa saja yang berkata ketika mendengar adzan: asyhadu allaa ilaaha illallah wahdahu laa syariikalah wa anna muhammadan ‘abduhu wa rasuuluh, radhiitu billahi rabban wa bimuhammadin rasuulan wa bil Islaami diinan,

(artinya: Aku bersaksi tidak ada sesembahan yang berhak diibadahi dengan benar kecuali Allah semata tidak ada sekutu bagi-Nya dan bahwa Muhammad hamba dan utusan-Nya, Aku tela ridha kepada Allah sebagai Rabb, Muhammad sebagai Rasul dan Islam sebagai agama), dosanya diampuni.” [Hadits riwayat Muslim: 386]

  1. Keridhaan Allah kepada orang yang telah ridha pada hari kiamat

Hal ini sebagaimana dalam sabda Rasulullah ﷺ , “Tidak seorang Muslim pun yang berkata saat di pagi hari dan sore hari tiga kali: radhiitu billahi rabban, wabil Islaami diinan wa bi muhammadin Nabiyyan (saya telah ridha kepada Allah sebagai Rabb, Islam sebagai agama dan Muhamad sebagai Nabi) kecuali Allah Ta’ala akan meridhainya pada hari kiamat.” [Hadits riwayat Ahmad (18988). Al-Arnauth berkata, “Shahih lighairihi.”]

  1. Mendapat barokah dalam rezeki

Hal ini sebagai dalam sebuah hadits dari Abu Al-‘Ala’ bin Asy-Syukhair, dia berkata, “Salah seorang dari Bani Sulaim yang aku perkirakan dia melihat Rasulullah ﷺ menyampaikan kepadaku, “

Sesunguhnya Allah Tabaraka wa Ta’ala menguji hamba-Nya dengan apa yang dia berikan. Siapa yang ridha dengan pembagian Allah ‘Azza wa Jalla kepadanya maka Allah akan memberkahi pemberian tersebut dan memperluasnya, namun jika dia tidak ridha maka Allah tidak memberkahinya.” [Hadits riwayat Ahmad (20294) dan Al-ALbani menshahihkannya]

  1. Memperoleh kebahagiaan, jalan keluar dan kehidupan yang baik.

Seorang ulama bernama Aktsam bin Shaifi rahimahulah berkata, “Siapa yang ridha dengan pembagian Allah akan baiklah penghidupannya dan siapa yang merasa qana’ah dengan apa yang ada padanya maka akan sejuklah kedua matanya.” [Al-Qana’ah wa ‘Afaaf : 131]

  1. Membebaskan hamba dari sikap melawan Allah Ta’ala dalam hukum-hukum dan ketetapan-Nya.

Salah satu ulama Salaf berkata kepada anaknya, “Wahai anakku! terimalah wasiatku dan jagalah kata-kataku.Apabila kamu pegang wasiatku kamu akan hidup bahagia dan mati dalam keadaan mulia.

Wahai anakku! Siapa saja yang ridha dengan bagian yang diterimanya, dia akan merasa cukup dan siapa yang mengarahkan pandangannya kepada apa yang dimiliki orang lain dia akan mati sebagai orang fakir. Dan siapa saja yang tidak ridha dengan apa yang telah Allah bagikan untuknya maka dia akan menyalahkan ketetapan Allah .” [Hilyatul Auliya’: 3/195]

Iblis ketika diperintah agar bersujud kepada Adam dia menolak karena dia tidak ridha dengan perintah Allah tersebut. Iblis berkata, “Bagaimana aku sujud kepada manusia yang Engkau ciptakan dari tanah? Jadi, ketiadaan ridha itu menjadi penyebab melawan hukum-hukum Allah.

Syaikh Muhammad Shalih Al-Munajjid mengatakan, “Orang-orang munafik pada masa kini tidak ridha dengan hukum Allah dalam hal riba, hijab, dan poligami. Mereka di setiap tulisan dan perkataan mereka melawan Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Seolah-olah mereka berkata, “Mengapa engkau mewajibkan ini atas diri kami? Meskipun mereka tidak mengatakannya secara terang-terangan namun perkataan mereka tidak keluar dari perlawanan terhadap syariat Allah Subhanahu wa Ta’ala. Jadi ridha menjadikan seseorang terbebas dari sikap melawan semacam ini.”

  1. Merasakan keadilan Allah ta’ala.

Orang yang tidak bisa merasakan keadilan Allah Ta’ala berarti dia orang yang zhalim dan melampaui batas. Keadilan Allah itu ada pada segala sesuatu hingga dalam masalah sanksi hukum.

Hukum potong tangan itu keadilan karena itu merupakan hukuman atas apa yang dilakukan oleh tangan tersebut. Allah Ta’ala itu adil dalam segala ketetapan-Nya, dalam hukuman-Nya. maka janganlah ditentang baik dalam ketetapan-Nya maupun dalam sanksi hukum-Nya.

  1. Bersyukur kepada Allah.
  2. Musibah menjadi terasa ringan.
  3. Terpelihara dari rasa dengki.
  4. Yakin dengan kebijaksanaan Allah Subhanahu wa Ta’ala.
  5. Mendapatkan kemuliaan jiwa dan kekayaan hati.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

قُلِ اللَّهُمَّ مَالِكَ الْمُلْكِ تُؤْتِي الْمُلْكَ مَنْ تَشَاءُ وَتَنْزِعُ الْمُلْكَ مِمَّنْ تَشَاءُ وَتُعِزُّ مَنْ تَشَاءُ وَتُذِلُّ مَنْ تَشَاءُ ۖ بِيَدِكَ الْخَيْرُ ۖ إِنَّكَ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ

Katakanlah: “Wahai Tuhan Yang mempunyai kerajaan, Engkau berikan kerajaan kepada orang yang Engkau kehendaki dan Engkau cabut kerajaan dari orang yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan orang yang Engkau kehendaki dan Engkau hinakan orang yang Engkau kehendaki. Di tangan Engkaulah segala kebajikan. Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu. [Ali Imran: 26]

Sebagian ulama mentafsirkan ayat- ini dengan mengatakan, “Memuliakan dengan qana’ah dan ridha serta menghinakan dengan serakah dan tamak.” [Ruhul Ma’ani: 3/114]

Jadi intinya ridha adalah sebab seluruh kebaikan. Umar bin al-Khathab menulis pesan kepada Abu Musa Al-Asy’ari radhiyallahu ‘anhuma, “Amma Ba’du, sesungguhnya kebaikan itu seluruhnya ada pada ridha. Apabila kamu sanggup maka hendaklah engkau bersikap ridha namun bila tidak sanggup maka bersabarlah.” [Al-Fatawa Al-Kubra: 2/390]

بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ, وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ, وَتَقَبَّلَ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ. أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَاسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ فَاسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ

Kumpulan Judul Khutbah Jumat Terbaru

Khutbah Kedua

الْحَمْدُ للهِ رَبِّ العَالَمِيْنَ، وَالعَاقِبَةُ لِلْمُتَّقِيْنَ، وَلاَ عُدْوَانَ إِلاَّ عَلَى الظَّالِمِيْنَ، وَنَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَلِيُّ الصَّالِحِيْنَ، وَنَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا وَنَبِيَّنَا مُحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ إِمَامُ الأَنبِيَاءِ وَالْمُرْسَلِيْنَ، وَأَفْضَلُ خَلْقِ اللهِ أَجْمَعِيْنَ، صَلَوَاتُ اللهِ وَسَلاَمُهُ عَلَيْهِ، وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَالتَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ.  أَمَّا بَعْدُ،

Keutamaan Ridha

Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,

Dalamkhutbah yang kedua ini kami ingin menjelaskan tentang keutamaan sikap ridha. Ridha memiliki keutamaan yang agung dan banyak, di antaranya adalah:

  1. Ridha adalah sebab diampuninya dosa-dosa.

Hal sebagaimana dalam hadits,

مَنْ قَالَ – حِينَ يَسْمَعُ الْمُؤَذِّنَ: رَضِيتُ بِاللَّهِ رَبًّا، وَبِمُحَمَّدٍ رَسُولاً، وَبِالإِسْلاَمِ دِينًا؛ غُفِرَ لَهُ ذَنْبُهُ» رواه مسلم.

“Siapa yang berkata saat mendengar adzan, “radhiitu billahi rabban wa bi muhammadin rasuulan wa bil Islaami diinan, (Aku telah ridha Allah sebagai Rabb, Muhammad sebagai rasul dan Islam sebagai agama), dosa-dosanya diampuni.” [Hadits riwayat Muslim]

  1. Ridha adalah sebab wajib masuk surga bagi pelakunya.

Hal ini sebagaimana dalam hadits dari Abu Sa’id Al-Khudri radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah ﷺ bersabda,

يَا أَبَا سَعِيدٍ! مَنْ رَضِيَ بِاللَّهِ رَبًّا، وَبِالإِسْلاَمِ دِينًا، وَبِمُحَمَّدٍ نَبِيًّا؛ وَجَبَتْ لَهُ الْجَنَّةُ» رواه مسلم.

“Hai Abu Sa’id! Siapa yang ridha kepada Allah sebagai Rabb, kepada Islam sebagai Agama dan kepada Muhammad sebagai Nabi , surga diwajibkan bagi dirinya.” [Hadits riwayat Muslim]

  1. Ridha adalah sebab untuk meraih keridhaan yang abadi dari Allah.

Hal ini berdasarkan sabda Nabi ﷺ ,

إِنَّ اللَّهَ يَقُولُ لأَهْلِ الْجَنَّةِ: يَا أَهْلَ الْجَنَّةِ! فَيَقُولُونَ: لَبَّيْكَ رَبَّنَا وَسَعْدَيْكَ. فَيَقُولُ: هَلْ رَضِيتُمْ؟ فَيَقُولُونَ: وَمَا لَنَا لاَ نَرْضَى، وَقَدْ أَعْطَيْتَنَا مَا لَمْ تُعْطِ أَحَدًا مِنْ خَلْقِكَ. فَيَقُولُ: أَنَا أُعْطِيكُمْ أَفْضَلَ مِنْ ذَلِكَ. قَالُوا: يَا رَبِّ! وَأَيُّ شَيْءٍ أَفْضَلُ مِنْ ذَلِكَ؟ فَيَقُولُ: أُحِلُّ عَلَيْكُمْ رِضْوَانِي فَلاَ أَسْخَطُ عَلَيْكُمْ بَعْدَهُ أَبَدًا» رواه البخاري ومسلم.

Sesungguhnya Allah berfirman kepada para penghuni surga, “Wahai para penghuni surga!” maka mereka menjawab, “Labbaika rabbanaa wa sa’daik.” Lalu Allah bertanya, “Apakah kalian telah ridha?”

Mereka menjawab, “Mengapa kami tidak ridha, padahal Engkau telah menagunerahkan kepada kami apa yang tidak pernah diberikan kepada seorang pun dari makhluk-Mu.”

Lalu Allah berfirman, “Aku akan berikan kepada kalian yang lebih utama dari hal itu.” Mereka bertanya, “Yaa Rabb! Apakah yang lebih utama dari hal itu?” Allah berfirman, “Aku halalkan keridhaan-Ku kepada kalian sehingga Aku tidak akan murka kepada kalian setelahnya selama-lamanya.” [Hadits riwayat Al-Bukhari dan Muslim]

  1. Ridha dengan takdir Allah akan menjadikan seseorang sebagai orang yang paling kaya.

Hal ini berdasarkan sabda Nabi ﷺ ,

اتَّقِ الْمَحَارِمَ؛ تَكُنْ أَعْبَدَ النَّاسِ. وَارْضَ بِمَا قَسَمَ اللَّهُ لَكَ؛ تَكُنْ أَغْنَى النَّاسِ» حسن – رواه الترمذي.

“Jagalah dirimu dari hal-hal yan diharamkan, niscaya kamu akan menjadi manusia yang paling sempurna ibadahnya. Dan ridhalah dengan apa yang Allah bagikan untukmu, kamuakan menjadi manusia yang paling kaya.” [Hadits riwayat At-Tirmidzi]

  1. Orang yang ridha akan merasakan manisnya iman

Hal ini berdasarkan sabda ﷺ ,

ذَاقَ طَعْمَ الإِيمَانِ؛ مَنْ رَضِيَ بِاللَّهِ رَبًّا، وَبِالإِسْلاَمِ دِينًا، وَبِمُحَمَّدٍ رَسُولاً» رواه مسلم

“Telah merasakan manisnya iman siapa saja yang ridha kepada Allah sebagai rabb, Islam sebagai agama dan Muhammad sebagai rasul.” [Hadits riwayat Muslim][iv]

Daftar Judul Khutbah Jumat Terbaru

Doa Penutup

Demikian tadi khutbah yang bisa kami sampaikan tentang agungnya amal hati berupa ridha. Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala mengaruniakan kepada kita semuanya kekuatan untuk bisa bersikap ridha kepada Allah, Rasul-Nya ﷺ, Dinul Islam dan takdir Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan keridhaan yang tinggi.

Marilah kita berdoa kepada Allah Ta’ala untuk mengakhiri khutbah ini.

إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا )) (28)

اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ، كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى سَيِّدِنا إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنا إِبْرَاهِيْمَ، وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ، كَمَا بَارَكْتَ عَلَى سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنا إِبْرَاهِيْمَ، فِي العَالَمِيْنَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ، وَارْضَ اللَّهُمَّ عَنْ خُلَفَائِهِ الرَّاشِدِيْنَ، وَعَنْ أَزْوَاجِهِ أُمَّهَاتِ المُؤْمِنِيْنَ، وَعَنْ سَائِرِ الصَّحَابَةِ أَجْمَعِيْنَ، وَعَنْ المُؤْمِنِيْنَ وَالمُؤْمِنَاتِ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ، وَعَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ

اللَّهُمَّ اجْعَلْ جَمْعَنَا هَذَا جَمْعاً مَرْحُوْماً، وَاجْعَلْ تَفَرُّقَنَا مِنْ بَعْدِهِ تَفَرُّقاً مَعْصُوْماً، وَلا تَدَعْ فِيْنَا وَلا مَعَنَا شَقِيًّا وَلا مَحْرُوْماً

 اللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ الْهُدَى وَالتُّقَى وَالعَفَافَ وَالغِنَى

 اللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ أَنْ تَرْزُقَ كُلاًّ مِنَّا لِسَاناً صَادِقاً ذَاكِراً، وَقَلْباً خَاشِعاً مُنِيْباً، وَعَمَلاً صَالِحاً زَاكِياً، وَعِلْماً نَافِعاً رَافِعاً، وَإِيْمَاناً رَاسِخاً ثَابِتاً، وَيَقِيْناً صَادِقاً خَالِصاً، وَرِزْقاً حَلاَلاً طَيِّباً وَاسِعاً، يَا ذَا الْجَلاَلِ وَالإِكْرَامِ

 اللَّهُمَّ أَعِزَّ الإِسْلاَمَ وَالْمُسْلِمِيْنَ، وَوَحِّدِ اللَّهُمَّ صُفُوْفَهُمْ، وَأَجمع كلمتهم عَلَى الحق، وَاكْسِرْ شَوْكَةَ الظالمين، وَاكْتُبِ السَّلاَمَ وَالأَمْنَ لِعَبادك أجمعين

اللَّهُمَّ رَبَّنَا احْفَظْ أَوْطَانَنَا وَأَعِزَّ سُلْطَانَنَا وَأَيِّدْهُ بِالْحَقِّ وَأَيِّدْ بِهِ الْحَقَّ يَا رَبَّ العَالَمِيْنَ

اللَّهُمَّ رَبَّنَا اسْقِنَا مِنْ فَيْضِكَ الْمِدْرَارِ، وَاجْعَلْنَا مِنَ الذَّاكِرِيْنَ لَكَ في اللَيْلِ وَالنَّهَارِ، الْمُسْتَغْفِرِيْنَ لَكَ بِالْعَشِيِّ وَالأَسْحَارِ

 اللَّهُمَّ أَنْزِلْ عَلَيْنَا مِنْ بَرَكَاتِ السَّمَاء وَأَخْرِجْ لَنَا مِنْ خَيْرَاتِ الأَرْضِ، وَبَارِكْ لَنَا في ثِمَارِنَا وَزُرُوْعِنَا وكُلِّ أَرزَاقِنَا يَا ذَا الْجَلاَلِ وَالإِكْرَامِ

  رَبَّنَا آتِنَا في الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ

  رَبَّنَا لا تُزِغْ قُلُوْبَنَا بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنَا، وَهَبْ لَنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً، إِنَّكَ أَنْتَ الوَهَّابُ

  رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنْفُسَنَا وَإِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ الخَاسِرِيْنَ

  اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ، وَالْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ، الأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالأَمْوَاتِ، إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدُّعَاءِ

  عِبَادَ اللهِ

إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالإِحْسَانِ وَإِيْتَاءِ ذِي القُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ


[i] Ar-Ridha, Syaikh Muhammad Shalih Al-Munajjid, Majmuatuz Zaad, Saudi Arabia, 1430 H/ 2009 M, cetakan pertama. Hal. 9-12 secara ringkas.

[ii] Ibid, hal.12-24.

[iii] Ibid, hal. 45-56.

[iv] https://www.alukah.net/sharia/0/136328/

Baca Juga Tentang Khutbah Jum’at:
– Khutbah Jum’at Singkat