Khutbah Jumat: Pilar-Pilar Keluarga Dalam Islam

Khutbah Pertama

إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. أَشْهَدُ أَنَّ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ

 اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى نَبِيِّنَا وَرَسُوْلِنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى ا للهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ

يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمْ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيراً وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَتَسَاءَلُونَ بِهِ وَالأَرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيباً

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا ، يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا

أَمَّا بَعْدُ

Mukaddimah Pembukaan Khutbah Jumat

Urgensi Keluarga Dalam Islam

Jamaah Jumat rahimakumullah

Dalam kesempatan khutbah kali ini, khatib hendak membahas secara singkat tentang pilar-pilar keluarga dalam Islam. Pilar-pilar tegaknya sebuah keluarga sesuai dengan tuntunan dan tujuan Islam dalam pensyariatan berkeluarga.

Menurut Dr. Ibrahim bi Albu, keluarga adalah unit sosial yang paling penting dalam membangun ummat dan blok bangunan terpenting dari komunitas Muslim.

Itulah sebabnya wahyu ilahi, dengan dua jenisnya yaitu Al-Quran Al-Karim dan Sunnah Nabi yang Mulia memberikan prioritas tertinggi kepada persoalan keluarga.

Keluarga – seperti yang dikatakan Sayyid Qutb dalam Fi Zhilalil Quran dengan gayanya yang fasih sebagaimana biasa – “ adalah inkubator alami yang merawat tunas yang sedang tumbuh dan merawat mereka serta mengembangkan tubuh dan pikiran mereka.

Dalam naungan keluarga, mereka menerima perasaan cinta, kasih sayang dan solidaritas, dan dicetak dengan karakter yang melekat pada diri mereka seumur hidup. Berdasarkan bimbingan dan cahayanya, tunas tersebut terbuka untuk hidup dan menghadapinya.”

Keluarga merupakan laboratorium sosial yang mampu meluluskan individu-individu dengan kepribadian yang kuat dan seimbang yang dapat memikul tanggung jawab dan tindakan peradaban yang positif.

Untuk tujuan ini, secara umum, hampir tidak ada sistem pendidikan kecuali telah memberikan perhatian yang layak terhadap keluarga.

Undang-undang ditetapkan dan aturan hukum diberlakukan, untuk menjaga dan melestarikan peran keluarga dalam mendidik generasi yang membawa nilai-nilainya dalam jiwa mereka dan persepsi keluarga tersebut dalam pikiran mereka.

Program serta rencana keluarga itu akan terlihat jelas dalam perilaku generasi tersebut.

Jika angin globalisasi yang sarat dengan persepsi dan nilai-nilai Barat melanda dunia dan melintasi benua melalui sarana komunikasi modern, dan merembes ke segala bidang: sosial, ekonomi dan politik, maka keluarga pun tidak aman dari pengaruhnya dan tidak selamat dari gelombang liarnya.

Realitas Keluarga Dalam Masyarakat Islam Masa Kini

Jamaah Jumat rahimakumullah

Dr. Ibrahim bin Albu dalam artikelnya tentang Pilar-pilar keluarga dalam Islam menyatakan bahwa masyarakat Muslim telah sangat dipengaruhi oleh istilah-istilah dan ketetapan-ketetpan tatanan dunia baru, yang ingin diterapkan sebagai ideologi universal di dunia.

Di antara ideologi yang berdampak pada keluarga dalam masyarakat ini adalah ‘ideologi feminisme’ yang dibawa oleh organisasi feminis global yang diorganisir di bawah naungan Perserikatan Bangsa-Bangsa.

Termasuk pula: konferensi Nairobi tahun 1985 bertajuk: “Strategi untuk melihat ke depan demi kemajuan perempuan” dan Konferensi Kairo tentang Kependudukan dan Pembangunan pada tahun 1994, yang terakhir Konferensi Beijing pada tahun 1995 dengan judul “Kesetaraan, Pembangunan dan Perdamaian” dan karyanya berpuncak pada ratifikasi negara-negara peserta (180 negara), termasuk beberapa negara Islam – dengan beberapa syarat – pada dokumen referensi “mencoba memaksakan istilah gender sebagai ganti dari jenis kelamin (sex)

Gender berarti menolak fakta bahwa perbedaan antara laki-laki dan perempuan itu dibuat oleh Allah ‘Azza wa Jalla. Perbedaan itu hanyalah hasil dari pendidikan sosial dan keluarga dan lingkungan di mana laki-laki menjadi pengendalinya

Kecenderungan ini termasuk memaksakan gagasan tentang hak asasi manusia untuk mengubah identitas seksualnya dan peran yang dihasilkan darinya.

Kemudian secara formal mengakui LGBT; lesbian, gay, biseksual, dan transgender serta menuntut pencantuman hak-haknya yang menyimpang, termasuk haknya untuk menikah dan membentuk keluarga, memiliki anak angkat atau sewa rahim.

Dan dokumen tersebut menyerukan hak perempuan untuk menikmati kebebasan seksual yang aman dengan siapa pun yang dia inginkan dan pada usia berapa pun serta tidak harus dalam kerangka pernikahan yang sah.

Jadi yang terpenting adalah memberikan pertimbangan dan nasihat agar hubungan yang penuh dosa ini tidak berakibat buruk, baik dalam hal reproduksi atau dalam hal penularan AIDS …

Dokumen ini tidak berbicara tentang pernikahan dalam artian pernikahan merupakan ikatan syar’i yang mempertemukan pria dan wanita dalam konteks sosial keluarga …

Kata ‘orang tua’ tidak disebutkan kecuali disertai dengan frasa “atau siapa pun yang memiliki tanggung jawab sekunder untuk anak-anak” yang merujuk pada berbagai jenis keluarga sesama jenis. Kemudian istilah suami tidak digunakan tetapi hanya menggunakan kata “pasangan atau teman.”

Salah satu buah pahitnya pada masyarakat Islam adalah budaya konflik dan kekerasan yang tumbuh dan meningkat di antara anggota keluarga laki-laki dan perempuan dengan dalih kesetaraan.

Yang seringkali hal itu menghancurkan bangunan keluarga dan memutuskan hubungan, permusuhan menggantikan posisi cinta dan persaudaraan, serta disintegrasi dan keretakan bukannya kesatuan dan kohesi.

Jika budaya ini memperoleh akar intelektualnya di Barat dari perjuangan kelas yang telah dikenal dalam sejarahnya yang panjang, dan dari pengaruh beberapa teori yang menggiring kepada kekerasan seperti teori “Samuel Huntington” – Benturan Peradaban-, maka sistem intelektual Islam tidak mengadopsi budaya ini tetapi melawan dan menggantikannya dengan budaya tauhid, persatuan, perdamaian dan jaminan sosial.

Infiltrasi budaya ini ke dalam institusi keluarga mengakibatkan banyak dampak buruk:

  1. Meningkatnya angka perceraian.
  2. Meningkatnya kecurigaan antar pasangan akibat hubungan tidak sah.
  3. Tumbuhnya fenomena kekerasan fisik, mental dan verbal,
  4. Berbagai dampak negatif pada anak-anak yang seringkali cenderung kepada penyimpangan dan penyalahgunaan narkoba serta terjun ke lumpur perbuatan hina dan kejahatan akibat dari kehilangan kasih sayang.

Tujuan Keluarga dalam Islam

Jamaah Jumat rahimakumullah,

Salah satu keistimewaan Islam adalah, Tidak satu pun aturan dalam syariat Islam kecuali di dalamnya terdapat berbagai tujuan mulia dan hikmah yang banyak. Demikian pula dengan pensyariatan berkeluarga dalam Islam.

Apalagi keluarga merupakan salah satu persoalan yang sangat diperhatikan dalam ajaran Islam. Pasti dalam pensyariatan berkeluarga ini terdapat tujuan-tujuan yang besar dan mulia.

Darul Ifta’ Al-Mishriyyah memberikan penjelasan ringkas tentang tujuan disyariatkannya berkeluarga dalam Islam, yaitu:

  1. Untuk memenuhi kebutuhan bawaan pria terhadap dorongan seksual.

Sebagaimana dalam hadits yang diriwayatkan oleh al-Bukhari, Nabi ﷺ bersabda,

 يَا مَعْشَرَ الشَّبَابِ، مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمُ الْبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ، فَإِنَّهُ أَغَضُّ لِلْبَصَرِ وَأَحْصَنُ لِلْفَرْجِ، وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ، فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ.

‘Wahai para pemuda, siapa saja di antara kalian yang mampu menikah, maka menikahlah. Sesungguhnya menikah lebih dapat menahan pandangan dan lebih memelihara kemaluan. Dan siapa saja yang tidak mampu, maka hendaklah ia berpuasa, karena puasa itu akan mengurangi hasrat seksual.”

  1. Menikah itu melengkapi agama seseorang

Demikianlah Nabi ﷺ mendefinisikan pernikahan. Beliau ﷺ bersabda,

إِذَا تَزَوَّجَ الْعَبْدُ، فَقَدِ اسْـتَكْمَلَ نِصْفَ الدِّيْـنِ، فَلْيَتَّقِ اللهَ فِيْمَـا بَقِيَ.

“Jika seorang hamba menikah, maka ia telah menyempurnakan separuh agamanya; oleh karena itu hendaklah ia bertakwa kepada Allah untuk separuh yang tersisa.” [Hadits hasan menurut Syaikh Al-Albani, riwayat Al-Baihaqi]

  1. Memberi masyarakat keturunan yang sehat.

Nabi ﷺ bersabda:

 تَزَوَّجُوا الْوَدُودَ الْوَلُودَ فَإِنِّى مُكَاثِرٌ بِكُمُ الأُمَمَ

“Nikahilah wanita yang penyayang yang subur (tidak mandul) karena aku bangga dengan banyaknya umatku pada hari kiamat kelak.” [Hadits riwayat Abu Daud dan An-Nasa’i]

Jadi, mengupayakan memiliki anak yang sehat adalah salah satu tujuan fundamental pernikahan. Inilah sebabnya mengapa banyak orang khawatir ketika kehamilan tertunda dan mencari bantuan profesional dari dokter.

Nabi Zakaria berdoa kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala untuk seorang anak:

وَزَكَرِيَّا إِذْ نَادَىٰ رَبَّهُ رَبِّ لَا تَذَرْنِي فَرْدًا وَأَنْتَ خَيْرُ الْوَارِثِينَ

Dan (ingatlah kisah) Zakaria, tatkala ia menyeru Tuhannya: “Ya Tuhanku janganlah Engkau membiarkan aku hidup seorang diri dan Engkaulah Waris Yang Paling Baik. [Al-Anbiya’:89]

dan juga berdoa,

هُنَالِكَ دَعَا زَكَرِيَّا رَبَّهُ ۖ قَالَ رَبِّ هَبْ لِي مِنْ لَدُنْكَ ذُرِّيَّةً طَيِّبَةً ۖ إِنَّكَ سَمِيعُ الدُّعَاءِ

Di sanalah Zakariya mendoa kepada Tuhannya seraya berkata: “Ya Tuhanku, berilah aku dari sisi Engkau seorang anak yang baik. Sesungguhnya Engkau Maha Pendengar doa“. [Ali Imran: 38]

Jadi tujuan memiliki keluarga adalah untuk memiliki keturunan yang “baik”, bukan sembarang keturunan.

  1. Membesarkan individu yang kompeten untuk membantu membangun masyarakat melalui pengetahuan, pekerjaan, memerintahkan kepada kebaikan dan melarang dari kemungkaran.
  1. Membentuk keluarga teladan yang dapat dilihat dan ditiru oleh orang lain — keluarga yang mengikuti tuntunan Nabi ﷺ dan membuktikan bahwa ajaran Islam tidak sulit untuk dicapai melainkan kenyataan yang nyata dengan contoh hidup yang nyata.

Sejauh ini, inilah tujuan akhir dari setiap keluarga seperti yang diungkapkan dalam doa:

وَالَّذِينَ يَقُولُونَ رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا

Dan orang orang yang berkata: “Ya Tuhan kami, anugrahkanlah kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa. [Al-Furqan:74]

  1. Menghasilkan anak-anak sehat yang akan membantu orang tua mereka di masa tua dan mendoakan mereka setelah kematian mereka.

Inilah mengapa Nabi Zakaria berseru kepada Tuhan Yang Mahakuasa dengan mengatakan:

وَإِنِّي خِفْتُ الْمَوَالِيَ مِنْ وَرَائِي وَكَانَتِ امْرَأَتِي عَاقِرًا فَهَبْ لِي مِنْ لَدُنْكَ وَلِيًّا يَرِثُنِي وَيَرِثُ مِنْ آلِ يَعْقُوبَ ۖ وَاجْعَلْهُ رَبِّ رَضِيًّا

Dan sesungguhnya aku khawatir terhadap mawaliku sepeninggalku, sedang isteriku adalah seorang yang mandul, maka anugerahilah aku dari sisi Engkau seorang putera, yang akan mewarisi aku dan mewarisi sebahagian keluarga Ya’qub; dan jadikanlah ia, ya Tuhanku, seorang yang diridhai”. [Maryam: 5-6]

Nabi ﷺ juga bersabda,

إِذَا مَاتَ الْإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَمَلُهُ إِلَّا مِنْ ثَلَاثَةٍ مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ وَعِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ وَوَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ

”Apabila manusia meninggal dunia, maka terputuslah amalnya kecuali dari tiga perkara: sedekah jariyah, ilmu yang dimanfaatkan, dan anak yang sholih yang mendoakannya.” [Hadits riwayat Muslim no. 1631]

بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ, وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ, وَتَقَبَّلَ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ. أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَاسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ فَاسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ

Kumpulan Judul Khutbah Jumat Terbaru

Khutbah Kedua

اَلْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِيْ كَانَ بِعِبَادِهِ خَبِيْرًا بَصِيْرًا، تَبَارَكَ الَّذِيْ جَعَلَ فِي السَّمَاءِ بُرُوْجًا وَجَعَلَ فِيْهَا سِرَاجًا وَقَمَرًا مُنِيْرًا. أَشْهَدُ اَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وأَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وُرَسُولُهُ الَّذِيْ بَعَثَهُ بِالْحَقِّ بَشِيْرًا وَنَذِيْرًا، وَدَاعِيَا إِلَى الْحَقِّ بِإِذْنِهِ وَسِرَاجًا مُنِيْرًا

اللَّهُمَّ صَلِّ وَ سَلِّمْ عَلَى هَذَا النَّبِيِّ اْلكَرِيْمِ وَ عَلَى آلِهِ وَ أَصْحَابِهِ وَ مَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ. أَمَّا بَعْدُ

Pilar-Pilar Keluarga Dalam Islam

Jamaah Jumat rahimakumullah,

Untuk membangun keluarga yang baik dan lurus serta menjamin kekokohan dan keselamatan lembaga keluarga, Syariat Islam yang penuh hikmah ini telah menjelaskan pilar-pilar tegaknya sebuah keluarga Muslim yang baik.

Sehingga, keluarga selamat dari tercerai-berainya ikatan di dalamnya dan tidak adanya pertikaian di antara pihak-pihak yang ada di dalamnya. Pilar-pilat tersebut dijelaskan oleh Dr. Ibrahim bin Albu, sebagai berikut:

1. Pilar Akidah

Islam menganggap pernikahan sebagai bagian dari bentuk peribadahan kepada Allah.

Orang yang memiliki kemampuan untuk melakukannya telah beribadah kepada Allah Ta’ala melalui pernikahan tersebut dengan membangunnya dan bersegera untuk melestarikannya serta mewujudkan tujuan-tujuannya yang mulia.

Kemudian mendaki tangga-tangga peribadahan melalui pernikahan tersebut dengan berbuat baik kepada istrinya, mempergaulinya dengan baik dan bersabar terhadap kekeliruannya karena mengharap ridha Allah Ta’ala.

Allah Ta’ala berfirman,

يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَاءً ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحَامَ ۚ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا

Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allah menciptakan isterinya; dan dari pada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu. [An-Nisa’: 1]

2. Pilar Akhlak

Al-Quran telah menggambarkan hubungan perkawinan dengan cara yang memancarkan simpati dan perilaku yang baik.

Memancar darinya aroma kelembutan dan cinta, dan memancar darinya embun kelembutan, mawaddah, rahmah dan keindahan.

Allah Ta’ala berfirman,

وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَوَدَّةً وَرَحْمَةً ۚ إِنَّ فِي ذَٰلِكَ لَآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ

Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir. [Ar-Rum: 21]

Nabi ﷺ bersabda,

خَيْرُكُمْ خَيْرُكُمْ لِأَهْلِهِ وَأَنَا خَيْرُكُمْ لِأَهْلِيْ

”Orang terbaik di antara kalian adalah yang paling baik kepada keluarganya dan aku adalah yang paling baik di antara kalian terhadap keluargaku.”

Hadits ini menyeru untuk berhias dengan akhlak yang mulia dan perilaku yang baik saat bersama orang lain.

Dan yang paling diutamakan adalah individu dalam keluarga dan kerabat sebagai bentuk mengikuti perjalanan hidup dan jalan Nabi ﷺ yang lurus yang dibimbing dengan wahyu.

3. Pilar Hak-Hak

Agar keluarga itu menjadi kokoh, Syariat Islam telah menetapkan hak-hak bagi masing-masing pihak yang ada di dalamnya yaitu suami, istri dan anak-anak.

  • Hak-hak suami atas istrinya itu banyak namun secara umum adalah hendaknya istri menjaga kehormatan suami, hartanya, rumahnya dan perasaannya, serta memenuhi ajakannya untuk berjima’.
  • Hak-hak istri atas suami juga banyak, di antaranya yang bersifat khusus adalah memberi makan dan pakaian kepadanya serta menjaga kehormatannya dan rahasia-rahasiannya.
  • Hak-hak orang tua atas anak-anak adalah mereka berhak mendapatkan perlakuan baik dan birrul walidain dari anak-anaknya sebagai bentuk pengakuan atas keutamaan kedua orang tuanya atas dirinya.

Kata al -Birru adalah ungkapan yang mencakup segala perbuatan baik, berupa perkataan yang baik, pergaulan yang bagus dan ketaatan yang sempurna.

Allah Ta’ala telah memerintahkan orang-orang beriman agar melaksanakan birrul walidain.

وَقَضَىٰ رَبُّكَ أَلَّا تَعْبُدُوا إِلَّا إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا ۚ إِمَّا يَبْلُغَنَّ عِنْدَكَ الْكِبَرَ أَحَدُهُمَا أَوْ كِلَاهُمَا فَلَا تَقُلْ لَهُمَا أُفٍّ وَلَا تَنْهَرْهُمَا وَقُلْ لَهُمَا قَوْلًا كَرِيمًا وَاخْفِضْ لَهُمَا جَنَاحَ الذُّلِّ مِنَ الرَّحْمَةِ وَقُلْ رَبِّ ارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانِي صَغِيرًا

Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya.

Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia.

Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah: “Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil”. [Al-Isra’: 23-24]

  • Hak-hak anak atas orang tua yang paling besar adalah memberikan pendidikan yang baik dan perhatian secara lahir. Inilah yang dianjurkan oleh Nabi ﷺ.

4. Pilar Manajerial

Dengan menganggap keluarga itu sebagai sebuah institusi sosial, maka urusan keluarga itu tidak akan tertib dan teratur kecuali dengan menjalankan manajemen yang bijaksana.

Ada pembagian peran dan ditentukan tanggung jawab-tanggung jawabnya, ditetapkan program-program untuk mensukseskan keluarga tersebut dan juga rancangan penyelesaian krisis yang dihadapi.

Inilah kandungan dari firman Allah Ta’ala,

الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاءِ بِمَا فَضَّلَ اللَّهُ بَعْضَهُمْ عَلَىٰ بَعْضٍ وَبِمَا أَنْفَقُوا مِنْ أَمْوَالِهِمْ

Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. [An-Nisa’: 34]

Juga sabda Rasulullah ﷺ,

وَالرَّجُلُ رَاعٍ عَلَى أَهْلِ بَيْتِهِ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْهُمْ، وَالمَرْأَةُ رَاعِيَةٌ عَلَى بَيْتِ بَعْلِهَا وَوَلَدِهِ وَهِيَ مَسْئُولَةٌ عَنْهُمْ

Seorang suami adalah pemimpin bagi anggota keluarganya dan dia akan dimintai pertanggung jawaban tentang mereka. Seorang istri adalah pemimpin bagi rumah suaminya dan anak-anaknya, dan dia akan dimintai pertanggung jawaban tentang mereka. [Hadits riwayat Al-Bukhari dan Muslim dari Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhu]

5. Pilar Maqashid (Tujuan Pernikahan)

Islam telah menetapkan tujuan mulia bagi lembaga keluarga yang bermanfaat bagi individu dan masyarakat.

Agar lembaga ini berdiri di atas pijakan yang kokoh, maka para pendirinya harus menghadirkannya dan bekerja untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut.

Di antara tujuan terpenting dari lembaga keluarga adalah:

  • Melindungi dan memelihara kesucian diri agar tidak terjerumus ke dalam perzinahan dan berbagai kesenangan seksual yang haram yang melenyapkan sifat-sifat utama dan menghancurkan akhlak serta merusak masyarakat.
  • Mewujudkan keamanan dan ketenangan jiwa sebagai perwujudan dari firman Allah Ta’ala,

وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِتَسْكُنُوا إِلَيْهَا

” Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya,..” [Ar-rum: 21]

  • Pembangunan masyarakat dengan mengokohkan nilai-nilai agama dan patriotisme islami pada generasi-generasi berikutnya, serta mengembangkan kepribadian mereka dalam segala aspeknya baik inderawi-motorik, mental maupun intelektual.

Memang, Islam telah membawa sistem kontrol dan standar yang menjamin terciptanya keluarga yang baik di mana nilai-nilai mawaddah dan ketenangan mendominasi.

Di dalamnya upaya-upaya yang saling melengkapi dilakukan untuk melahirkan generasi-generasi yang shalih dan mushlih. Generasi yang berkepribadian shalih dan memiliki kemampuan melakukan ishlah atau reformasi di lingkungan di mana dia berada. Wallahu A’lam

Kumpulan Tema Khutbah Jumat Terbaru

Doa Penutup

Semoga khutbah jumat ini bermanfaat. Apabila ada kebenaran di dalamnya maka itu semata karena rahmat Allah Ta’ala. dan bila ada kesalahan dan kekeliruan maka itu dari kami dan dari setan. Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala berkenan mengampuni segala kesalahan kami dan seluruh kaum muslimin.

Mari kita berdoa kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala untuk mengakhiri khutbah ini.

اِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِىْ يَاَ يُّهَاالَّذِيْنَ آمَنُوْاصَلُّوْاعَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا

اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ

اللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالمسْلِمَاتِ وَالمؤْمِنِيْنَ وَالمؤْمِنَاتِ الأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالأَمْوَاتِ إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعْوَةِ

اللَّهُمَّ أَلِّفْ بَيْنَ قُلُوبِنَا، وَأَصْلِحْ ذَاتَ بَيْنِنَا، وَاهْدِنَا سُبُلَ السَّلَامِ، وَنَجِّنَا مِنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّورِ، وَجَنِّبْنَا الْفَوَاحِشَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ، وَبَارِكْ لَنَا فِي أَسْمَاعِنَا، وَأَبْصَارِنَا، وَقُلُوبِنَا، وَأَزْوَاجِنَا، وَذُرِّيَّاتِنَا، وَتُبْ عَلَيْنَا إِنَّكَ أَنْتَ التَّوَّابُ الرَّحِيمُ، وَاجْعَلْنَا شَاكِرِينَ لِنِعَمِكَ مُثْنِينَ بِهَا عَلَيْكَ، قَابِلِينَ لَهَا، وَأَتِمِمْهَا عَلَيْنَا

رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا

اللَّهُمَّ إنَّا نَسْأَلُكَ الهُدَى ، والتُّقَى ، والعَفَافَ ، والغِنَى

رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ

وَصَلَّى اللهُ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ و َمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدّيْن

وَآخِرُ دَعْوَانَا أَنِ الْحَمْدُ لله رَبِّ الْعَالَمِيْنَ

Baca Juga Tentang Khutbah Jum’at:
Kumpulan Khutbah Jum’at Singkat