Khutbah Pertama
الحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِيْ أَنْزَلَ عَلَى عَبْدِهِ اْلكِتَابَ. أَظْهَرَ اْلحَقَّ بِاْلحَقِّ وَأَخْزَى اْلأَحْزَابَ وَأَتَمَّ نُوْرَهُ، وَجَعَلَ كَيْدَ اْلكَافِرِيْنَ فِيْ تَبَاب
الحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِيْ أَنْزَلَ عَلَى عَبْدِهِ اْلكِتَابَ. أَظْهَرَ اْلحَقَّ بِاْلحَقِّ وَأَخْزَى اْلأَحْزَابَ وَأَتَمَّ نُوْرَهُ، وَجَعَلَ كَيْدَ اْلكَافِرِيْنَ فِيْ تَبَاب
وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ اْلمُسْتَغْفِرُ التّوَّاب.اللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَيْهِ وَعَلَى اْلآلِ وَاْلأَصْحَابِ
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ
يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُواْ رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُم مِّن نَّفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيرًا وَنِسَاء وَاتَّقُواْ اللّهَ الَّذِي تَسَاءلُونَ بِهِ وَالأَرْحَامَ إِنَّ اللّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا .يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَن يُطِعْ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا
أمَّا بعد
Apa itu Amalan Hati?
Jamaah Jumat rahimakumullah,
Suatu kali seorang sahabat yang agung, Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata, “Hati adalah raja dan anggota badan adalah anggotanya. Apabila rajanya baik maka baik pula para anggotanya dan apabila rajanya rusak maka rusak pula para anggotanya.” [Mushannaf Abdurrazaq – bab Al-Qalb 20375 (11/221)]
Atsar ini menunjukkan posisi sentral dari hati. Oleh karenanya, Islam telah memberikan perhatian yang sangat besar kepada amal hati dan menjadikan amal hati itu sebagai inti persoalan iman di setiap waktu dan kesempatan. Ia merupakan poros dari persoalan iman yang berputar mengitarinya.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
يَا أَيُّهَا النَّاسُ قَدْ جَاءَتْكُمْ مَوْعِظَةٌ مِنْ رَبِّكُمْ وَشِفَاءٌ لِمَا فِي الصُّدُورِ وَهُدًى وَرَحْمَةٌ لِلْمُؤْمِنِينَ
قُلْ بِفَضْلِ اللَّهِ وَبِرَحْمَتِهِ فَبِذَٰلِكَ فَلْيَفْرَحُوا هُوَ خَيْرٌ مِمَّا يَجْمَعُونَ
Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman.
Katakanlah: “Dengan kurnia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira. Kurnia Allah dan rahmat-Nya itu adalah lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan”. [Yunus: 57-58]
Dalam hadits dari An-Nu’man bin Basyir radhiyallahu ‘anhu Rasulullah ﷺ bersabda,
أَلاَ وَإِنَّ فِى الْجَسَدِ مُضْغَةً إِذَا صَلَحَتْ صَلَحَ الْجَسَدُ كُلُّهُ ، وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الْجَسَدُ كُلُّهُ . أَلاَ وَهِىَ الْقَلْبُ
“Ketahuilah sesungguhnya di dalam tubuh ini ada segumpal daging. Bila ia baik maka akan baik seluruh tubuh dan apabila ia rusak maka rusaklah seluruh tubuh. Ketahuilah, segumpal daging tersebut adalah hati.” [Shahih Al-Bukhari 52 (1/20) dan Shahih Muslim 4178 (5/50)]
Berdasarkan hal itu, sesungguhnya amal hati itu merupakan bagian dari pokok-pokok iman dan kaidah-kaidah agama ini.[i]
Bila sedemikian fundamental persoalannya, lantas apakah yang dimaksud dengan amal hati? Menurut Syaikh Khalid bin Utsman As-Sabt, yang dimaksud dengan amal hati adalah amal-amal yang tempatnya adalah di hati.
Amal hati yang paling agung adalah beriman kepada Allah ‘Azza wa Jalla yang mengandung pembenaran, ketundukan dan pengakuan. Selain itu juga adanya cinta dalam hati seorang mukmin kepada Tuhannya, rasa takut, harap, inabah dan tawakkal kepadanya serta yang lainnya.[ii]
Baca juga: Khutbah Jum’at Berharap Kepada Allah
Apakah Amalan Hati Ibadah?
Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,
Mungkin ada yang bertanya-tanya, apakah amalan hati itu merupakan ibadah? Secara ringkas jawabannya adalah ya, amalan hati adalah ibadah. Namun untuk lebih jelasnya, kami sampaikan uraian dari Syaikh Dr. Nashir bin Sulaiman Al-‘Umari.
Beliau mengatakan, “Allah ‘Azza wa Jalla telah menciptakan seluruh makhluk dengan tujuan besar yaitu mewujudkan ibadah kepada-Nya semata sebagaimana firman Allah Ta’ala,
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ
Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku. [Adz-Dzariyat: 56]
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah telah mengenalkan sebuah definisi ibadah dengan ungkapan yang sangat menyeluruh cakupannya.
Beliau berkata, “ibadah adalah ungkapan yang meliputi apa saja yang dicintai dan diridhai oleh Allah baik berupa perkataan dan perbuatan yang batin (tidak nampak) dan yang zhahir (nampak).
(Misalnya), Shalat, zakat, puasa, haji, bicara jujur, melaksanakan amanat, demikian pula cinta kepada Allah dan Rasul-Nya, takut kepada Allah dan inabah kepada-Nya, mengikhlaskan agama untuk-Nya..” [Majmu’ fatawa: 10/149]
Definisi yang komprehensif ini menjelaskan kepada kita bahwa ibadah itu ada dua macam:
- Perkataan dan perbuatan yang terlihat. Inilah ibadah badaniyah, ibadah yang dilakukan anggota badan.
- Perkataan dan perbuatan yang tidak terlihat. Inilah ibadah qalbiyah, ibadah yang dilakukan oleh hati.
Dengan demikian, setiap ibadah itu ada yang berbentuk zhahir dan bathin. Yang zhahir perkataan lisan dan perbuatan anggota badan. Dan yang bathin adalah perkataan hati dan amal hati. Keduanya masuk dalam kategori ibadah.
Demikian pula, ia menjadi sebab dalam pahala. Kekurangan dalam salah satu satu dari kedua jenis ibadah tersebut berarti merupakan kekurangan dalam ibadah itu sendiri sebagaimana kesempurnaan dalam ibadah itu terkait dengan kesempurnaan ibadah secara zhahir dan bathin.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata, “Amal-amal yang zhahir itu tidak akan menjadi baik dan diterima kecuali dengan perantaraan amal hati.” [Majmu’ fatawa: 10/149]
Misalnya, shalat itu ada ibadah zhahirnya yaitu berupa rukun-rukun shalat, hal-hal yang wajib dan sunnah dalam shalat. Shalat juga ada ibadah bathinnya yaitu khusyu’, tenang (ikhbat) dan ikhlas dan lain-lain.”[iii]
Baca juga: Khutbah Jumat Tawakal Kepada Allah
Kedudukan Amalan hati
Jamaah Jumat rahimakumullah,
Tadi sudah kami singgung tentang hadits dari An-Nu’man bin Basyir radhiyallahu ‘anhu. Di dalamnya Rasulullah ﷺ menegaskan posisi sentral dari hati. Bila hati baik maka seluruh badan akan menjadi baik dan bila rusak maka seluruh badan juga akan rusak.
Imam Ibnu Rajab al Hanbali rahimahullah memberikan penjelasan yang sangat bagus terkait hadits tersebut.
Beliau berkata, “Dalam hadits ini terdapat isyarat yang menunjukkan bahwa kebaikan dari gerakan anggota badan seseorang, menjauhnya dia dari hal yang diharamkan dan penjagaan dirinya dari perkara syubhat itu sesuai dengan kadar kebaikan gerakan hatinya.
Apabila hatinya sehat, didalamnya hanya terdapat cinta kepada Allah dan apa yang Allah cintai, takut kepada Allah dan takut terjerumus ke dalam perkara yang Allah benci, maka seluruh gerakan anggota badan akan menjadi baik.
Dari situlah muncul sikap menjauhi seluruh perkara yang diharamkan dan menjaga diri dari syubhat sebagai bentuk berhati-hati dari terjerumus ke dalam perkara yang diharamkan.
Namun bila hati telah rusak, sudah dikuasai oleh nafsu dirinya, mencari apa yang dia sukai meskipun dibenci oleh Allah maka seluruh gerakan anggota tubuhnya akan menjadi rusak, dan akan mendorong kepada seluruh bentuk kemaksiatan dan syubhat sesuai dengan kadar dia mengikuti nafsu hatinya.” [Jami’ul ‘ulum wal Hikam: 144][iv]
Allah melihat ke dalam hati hamba-Nya. Apabila hatinya baik maka amalnya juga akan baik dan diterima di sisi Allah Ta’ala. Apabila hati rusak maka bisa jadi seseorang sujud dan ruku’ bersama Rasulullah ﷺ namun dia berada di neraka yang paling bawah.
Ini seperti Abdullah bi Ubay bin Salul dan orang-orang munafik yang bersamanya. Dahulu mereka keluar berperang bersama Rasulullah ﷺ. Mereka juga menyumbangkan sebagian dari hartanya agar mereka tidak dicurigai atau karena rasa malu kepada orang banyak.
Meskipun demikian, jiwa mereka tidak menjadi suci, hati mereka tidak menjadi baik. Demikian pula dengan amalan mereka. Hal ini karena hati mereka telah berisi sesuatu yang sangat buruk yang telah merusaknya, berisi najis besar yang tidak bisa disucikan oleh air laut, yaitu kemunafikan.[v]
Hal ini menunjukkan betapa sentralnya kedudukan amalan hati dalam agama ini.
Baca juga: Khutbah Jumat Husnudzan Kepada Allah
Apa saja yang Termasuk Amalan Hati?
Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,
Sebagaimana kita ketahui bahwa amalan hati adalah amal yang dilakukan oleh hati, tempatnya di hati. Lantas apa sajakah yang termasuk ke dalam amalan hati. Dalam hal ini tidak didapatkan satu batasan jumlah tertentu.
Antara satu ulama dengan yang lain saat menulis tentang tema amalan hati bisa berbeda jumlahnya. misalnya Syaikh Muhammad Shalih Al Munajjid menulis silsilah a’malil Qulub itu mencakup 12 amal hati.
Sedangkan Syaikh Khalid Utsman as-Sabt menulis A’malul Qulub, sejenis dengan kitab yang ditulis oleh Syaikh Muhammad Shalih al-Munajjid namun lebih tebal, di dalamnya beliau membahas 16 jenis amalan hati.
Di sini kami tuliskan jenis-jenis amalan hati menurut Syaikh Khalid Ahmad As-Sabt, karena lebih banyak jenisnya yaitu: ikhlas, yakin, tafakkur, khusyu’, muraqabah, wara’, tawakal, mahabbah / cinta, raja’ (pengharapan kepada Allah). khauf (rasa takut kepada Allah), sabar, ridha, syukur, ghairah (cemburu), malu dan taubat.
Keutamaan Amalan Hati dan Urgensinya
Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,
Amalan hati yang yang sedemikian sentral posisinya dalam Islam pasti memiliki banyak keutamaan.
Di antara ulama yang menjelaskan dengan ringkas dan jelas tentang keutamaan dari amalan hati yang sekaligus menunjukkan urgensinya adalah Syaikh Dr. Nashir bin Sulaiman al-‘Umari. Beliau menjelaskan keutamaan dan urgensi amalan hati dalam poin-poin berikut:
- Amal hati itu wajib atas setiap Muslim sebagaimana diwajibkannya amal anggota badan atas setiap Muslim. Bahkan amal hati itu jauh lebih wajib dibandingkan dengan amal anggota badan dan lebih ditekankan.
- Sesungguhnya pelaksanaan amalan hati oleh seorang hamba denga taufik dari Allah merupakan sebab memperoleh pahala dan kekurangan dalam hal itu terkadang bisa menyebabkan sanksi di dunia dan akhirat sebagaimana keadaan amal anggota badan.
Pahala di dunia misalnya diterimanya amalan dan dikabulkanya doa-doa, ketenangan dan kebahagiaan dalam hati, taufik kepada kebenaran dan untuk tetap teguh di atasnya dan seterusnya.
sedangkan sanksi di dunia bisa berbentuk sesuatu yang bisa diindera atau bisa juga bersifat maknawi, misalnya tidak diterimanya ketaatan, tidak mendapatkan taufik untuk berbuat taat, kesempitan dada dan hati yang sesak dan seterusnya.
- Sesungguhnya ibadah hati itu adalah pokoknya dan ibadah-ibadah badaniyah itu pengikutnya dan penyempurnanya karena ibadah hati itu adalah ruh dari ibadah badaniyah.
- Perbedaan tingkatan seseorang di sisi Allah Ta’ala sesuai dengan perbedaan tingkatan amalan hati yang ada dalam hati mereka. Allah Ta’ala berfirman,
إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِندَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ -١٣-
“Sesunguhnya yang paling mulia di antara kalian di sisi Allah adalah yang paling takwa di antara kalian.” [Al-Hujurat: 13]
Asal takwa adalah amal hati. Rasulullah ﷺ bersabda, “Takwa itu di sini.” Beliau menunjuk ke dadanya tiga kali.” [Hadits riwayat Muslim (2564)]
Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu saat menerangkan sifat para sahabat Nabi ﷺ berkata, “Mereka itu para sahabat Muhammad ﷺ . Mereka adalah orang yang paling utama di kalangan umat ini dan paling baik hatinya.” [Syarh Aqidah Ath-thahawiyah: 564]
Abu Bakar Al-Muzani rahimahullah berkata, “Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu itu tidak mengungguli para sahabat Muhammad ﷺ lainnya dengan shalat dan puasa akan tetapi dengan sesuatu yang ada dalam hatinya.” [Syarh Aqidah Thahawiyah: 564]
- Perbedaan tingkatan amal para hamba di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala itu sesuai dengan tingkat perbedaan amal hati yang ada dalam hati mereka.
Terkadang dua orang melakukan satu amal yang sama namun perbedaan antara keduanya di sisi Allah seperti langit dan bumi karena perbedaan amalan hati dari kedua orang tersebut.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata, “Sesungguhnya amalan itu bertingkat-tingkat sesuai dengan perbedaan tingkatan iman dan ikhlas yang ada di dalam hati seseorang. Sungguh, dua orang yang berdiri di barisan shalat yang sama, shalat di antara mereka bisa berbeda seperti langit dan bumi.” [Minhajus Sunnah: 6/221-222]
- Hati dan amalan hati yang ada di dalamnya merupakan obyek yang dilihat oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. Hal ini sebagaimana sabda Rasulullah ﷺ ,
إِنَّ اللهَ لاَ يَنْظُرُ إِلَى صُوَرِكُمْ وَ أَمْوَالِكُمْ وَ لَكِنْ يَنْظُرُ إِلَى قُلُوْبِكُمْ وَ أَعْمَالِكُمْ
“Sesungguhnya Allah tidak melihat kepada rupa kalian dan harta kalian akan tetapi Allah melihat kepada hati kalian dan amal kalian.” [Hadits riwayat Muslim no. 2564]
- Hati seperti raja sedangkan anggota badan seperti para tentara yang ikut kepadanya. Dengan baiknya hati maka akan baiklah anggota badan dengan amal shalih dan dengan rusaknya hati maka menjadi rusaklah anggota badan dengan maksiat.
Rasulullah ﷺ bersabda,
أَلاَ وَإِنَّ فِى الْجَسَدِ مُضْغَةً إِذَا صَلَحَتْ صَلَحَ الْجَسَدُ كُلُّهُ ، وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الْجَسَدُ كُلُّهُ . أَلاَ وَهِىَ الْقَلْبُ
Ketahuilah sesungguhnya di dalam tubuh itu ada segumpal daging. Bila ia baik, maka baik pula seluruh tubuh. Jika ia rusak, maka rusak pula seluruh tubuh. Ketahuilah segumpal daging tersebut adalah hati.” [Hadits riwayat al-Bukhari no. 52 dan Muslim no. 1599]
- Sesungguhnya kelezatan ibadah, rasa tenang saat ibadah, rasa nyaman dengan ibadah, kesejukan mata, kepuasan jiwa dan kelapangan dada tidak akan terwujud kecuali dengan merealisasikan amal-amal hati saat melaksanakan ibadah tersebut.
Ini karena amalan hati merupakan ruh amal anggota badan. Dengan ruh tersebut terwujudlah ketenangan dan kenyamanan. Bila ruh tersebut tidak ada saat ibadah maka amalan anggota badan itu mati tanpa ruh di dalamnya dan tidak ada kelezatan, ketenangan dan kenyamanan.”[vi]
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ, وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ, وَتَقَبَّلَ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ. أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَاسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ فَاسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ
Khutbah Kedua
الْحَمْدُ للهِ رَبِّ العَالَمِيْنَ، وَالعَاقِبَةُ لِلْمُتَّقِيْنَ، وَلاَ عُدْوَانَ إِلاَّ عَلَى الظَّالِمِيْنَ، وَنَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَلِيُّ الصَّالِحِيْنَ، وَنَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا وَنَبِيَّنَا مُحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ إِمَامُ الأَنبِيَاءِ وَالْمُرْسَلِيْنَ، وَأَفْضَلُ خَلْقِ اللهِ أَجْمَعِيْنَ، صَلَوَاتُ اللهِ وَسَلاَمُهُ عَلَيْهِ، وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَالتَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ. أَمَّا بَعْدُ
Tingkatan Manusia Terkait Amalan Hati
Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,
Kaum Muslimin itu berada pada tingkatan yang berbeda-beda dalam hubungannya dengan amalan hati.
Ada tiga tingkatan manusia dalam hal ini sebagaimana diterangkan oleh Prof.Dr. Abdullah bin Umar bin Sulaiman ad-Dumaiji:
- Zhalimun linafsihi atau tingkatan orang yang menganiaya dirinya sendiri.
Maksudnya adalah orang yang melakukan maksiat dengan meninggalkan perintah atau melanggar larangan.
- Muqtashid atau tingkatan pertengahan.
Maksudnya adalah tingkatan orang yang melaksanakan yang telah diwajibkan kepada mereka dan meninggalkan perkara-perkara yang diharamkan.
- Saabiqun bil Khairat atau orang-orang yang bersegera dalam kebaikan.
Maksudnya adalah orang-orang yang mendekatkan diri kepada Allah sesuai dengan kemampuannya dengan melakukan yang wajib dan sunnah serta meninggalkan yang haram dan makruh.
Hanya saja, orang-orang yang berada di tingkatan muqtashid dan Sabiq bil khairat ini terkadang memiliki dosa-dosa yang terhapus dengan taubat atau berbagai kebaikan ang bisa menghapus dosa atau dengan tertimpa musibah yang akan menghapus dosa-dosa tersebut atau dengan yang lainya.
Allah mencintai orang-orang yang bertaubat dan mencintai orang-orang yang mensucikan diri.
Allah Ta’ala berfirman,
ثُمَّ أَوْرَثْنَا الْكِتَابَ الَّذِينَ اصْطَفَيْنَا مِنْ عِبَادِنَا ۖ فَمِنْهُمْ ظَالِمٌ لِنَفْسِهِ وَمِنْهُمْ مُقْتَصِدٌ وَمِنْهُمْ سَابِقٌ بِالْخَيْرَاتِ بِإِذْنِ اللَّهِ ۚ ذَٰلِكَ هُوَ الْفَضْلُ الْكَبِيرُ
Kemudian Kitab itu Kami wariskan kepada orang-orang yang Kami pilih di antara hamba-hamba Kami, lalu di antara mereka ada yang menganiaya diri mereka sendiri dan di antara mereka ada yang pertengahan dan diantara mereka ada (pula) yang lebih dahulu berbuat kebaikan dengan izin Allah. Yang demikian itu adalah karunia yang amat besar. [Fathir: 32]
Orang-orang yang berada di tingkatan Muqtashid dan Sabiqun bil Khairat adalah para wali Allah yang disebutkan oleh Nabi ﷺ dalam hadits Qudsi yang diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhari:
إِنَّ اللهَ تَعَالَـى قَالَ : مَنْ عَادَى لِـيْ وَلِيًّا فَقَدْ آذَنْتُهُ بِالْـحَرْبِ ، وَمَا تَقَرَّبَ عَبْدِيْ بِشَيْءٍ أَحَبَّ إِلَـيَّ مِمَّـا افْتَرَضْتُهُ عَلَيْهِ ، وَمَا يَزَالُ عَبْدِيْ يَتَقَرَّبُ إِلَـيَّ بِالنَّوَافِلِ حَتَّى أُحِبَّهُ، فَإِذَا أَحْبَبْتُهُ كُنْتُ سَمْعَهُ الَّذِيْ يَسْمَعُ بِهِ ، وَبَصَرَهُ الَّذِيْ يُبْصِرُ بِهِ ، وَيَدَهُ الَّتِيْ يَبْطِشُ بِهَا ، وَرِجْلَهُ الَّتِيْ يَمْشِيْ بِهَا ، وَإِنْ سَأَلَنِيْ لَأُعْطِيَنَّهُ ، وَلَئِنِ اسْتَعَاذَنِـيْ لَأُعِيْذَنَّهُ
Sesungguhnya Allah Ta’ala berfirman, “Siapa saja yang memusuhi seorang wali-Ku, sungguh Aku telah menyatakan perang kepadanya. Tidaklah hamba-Ku mendekat kepada-Ku dengan sesuatu yang lebih Aku cintai daripada perkara-perkara yang Aku wajibkan kepadanya.
Hamba-Ku terus menerus mendekat kepada-Ku dengan ibadah-ibadah nafilah (sunnah) hingga Aku mencintainya. Apabila Aku telah mencintainya, Aku menjadi pendengarannya yang ia gunakan untuk mendengar, dan menjadi penglihatannya yang ia gunakan untuk melihat, menjadi tangannya yang ia gunakan untuk berbuat, dan menjadi kakinya yang ia gunakan untuk berjalan.
Jika ia meminta kepada-Ku, Aku pasti memberinya. Dan jika ia meminta perlindungan kepadaku, Aku pasti melindunginya.” [Shahih Al-Bukhari no. 6502 (8/131)][vii]
Demikian tadi khutbah jumat yang bisa kami sampaikan mengenai keutamaan amalan hati. Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala berkenan mengaruniakan kepada kita semua rahmat dan hidayah serta taufiq-Nya sehingga kita mampu memenuhi hati kita dengan berbagai amal hati yang agung dan mulia.
Doa Penutup
Marilah kita berdoa kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar dan Mengabulkan doa para hamba-Nya.
إِنَّ اللهَ وَمَلآئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ يَآأَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا
الَّلهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَعَلَى خُلَفَائِهِ الرَّاشِدِيْنَ الْمَهْدِيِّيْنَ وَأَصْحَابِهِ أَجْمَعِيْنَ وَمَنْ سَارَ عَلَى نَهْجِهِمْ وَطَرِيْقَتِهِمْ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ وَارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَاأَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ
اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَالْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ الأَحْيَآءِ مِنْهُمْ وَالأَمْوَاتِ، إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مَجِيْبُ الدَّعَوَاتِ
اللَّهُمَّ أَعِزَّ الإِسْلاَمَ وَالْمُسْلِمِيْنَ، وَوَحِّدِ اللَّهُمَّ صُفُوْفَهُمْ، وَأَجْمِعْ كَلِمَتَهُمْ عَلَى الحَقِّ، وَاكْسِرْ شَوْكَةَ الظَّالِمِينَ، وَاكْتُبِ السَّلاَمَ وَالأَمْنَ لِعِبادِكَ أَجْمَعِينَ
اللَّهُمَّ أَعِزَّ الإِسْلاَمَ وَالْمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَالْمُشْرِكِيْنَ وَانْصُرْ عِبَادَكَ الْمُوَحِّدِيْنَ الْمُخْلِصِيْنَ وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ الْمُسْلِمِيْنَ ودَمِّرْ أَعْدَآئَنَا وَأَعْدَآءَ الدِّيْنِ وأَعْلِ كَلِمَاتِكَ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ
رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنْفُسَنَا وَإِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ الخَاسِرِيْنَ
رَبَّنَا لا تُزِغْ قُلُوْبَنَا بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنَا، وَهَبْ لَنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً، إِنَّكَ أَنْتَ الوَهَّابُ
رَبَّنَا آتِنَا في الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.
وَصَلَّى اللهُ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ و َمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدّيْن
وَآخِرُ دَعْوَانَا أَنِ الْحَمْدُ لله رَبِّ الْعَالَمِيْنَ
[i] Muqadimah fi a’amlil qulub wa dharuratil ‘inayah biha, Prof. Dr. Abdullah bin Umar bin Sulaiman Ad-Dumaiji. Alukah.net. hal. 2-4 secara ringkas.
[ii]https://dorar.net/article/1979/%D8%A3%D8%B9%D9%85%D8%A7%D9%84%D8%A7%D9%84%D9%82%D9%84%D9%88%D8%A8
[iii] https://almoslim.net/node/275667
[iv] A’malul Qulub, Syaikh Khalid Utsman As-Sabt, Daru Ibnil Jauzi, Saudi Arabia, 1439 H, Cetakan pertama. Hal. 22.
[v] Ibid, hal. 24.
[vi] https://almoslim.net/node/275667
[vii] Muqadimah fi a’amlil qulub wa dharuratil ‘inayah biha, Prof. Dr. Abdullah bin Umar bin Sulaiman Ad-Dumaiji. Alukah.net. hal. 4-5.
Baca Juga Tentang Khutbah Jum’at:
– Khutbah Jum’at PDF
– Khutbah Jumat Tentang Tawakkal
– Khutbah Jumat Keutamaan Sabar