Tata Cara Shalat Orang Sakit Dalam Islam

Untuk orang yang sakit, syariat Islam telah memberikan hukum dan tata cara shalat orang sakit tersendiri. Sebab, syariat Islam adalah syariat yang sangat sesuai dengan berbagai kondisi manusia di segala tempat, waktu dan keadaan.

Terkait masalah shalat misalnya, Islam sudah memberikan aturan yang jelas di masa tenang dan perang, di saat mukim dan safar dan di saat sehat dan sakit.

Tulisan singkat berikut ini akan membahas tentang hukum shalat bagi orang sakit, keringanan-keringanan yang diberikan serta tata caranya.

Hukum Shalat Bagi Orang Sakit

Hukum dan Tata Cara Shalat Orang Sakit
Sumber: https://sotor.com/

Orang yang sedang sakit wajib untuk melaksanakan shalat lima waktu pada waktu-waktunya bersama jamaah di masjid. Apabila dia tidak mampu untuk melaksanakan shalat wajib berjamaah di masjid maka dia diperbolehkan untuk melaksanakan shalat di tempatnya secara berjamaah.

Dan bila tidak mampu untuk melaksanakan shalat wajib di tempatnya secara berjamaah maka dibolehkan untuk melaksanakan shalat wajib secara sendirian.

Jika sangat berat baginya untuk melaksanakan setiap shalat pada waktunya, maka diperbolehkan untuk menjamak antara shalat zhuhur dan ‘Ashar serta antara shalat Maghrib dan Isyak.

Silahkan untuk menjamaknya secara taqdim atau ta’khir sesuai dengan kondisi yang paling ringan buat dirinya. Kewajiban shalat tidak gugur dari orang yang sakit selama akalnya masih ada (berfungsi dengan baik).

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

حَافِظُوا عَلَى الصَّلَوَاتِ وَالصَّلَاةِ الْوُسْطَىٰ وَقُومُوا لِلَّهِ قَانِتِينَ

Peliharalah semua shalat(mu), dan (peliharalah) shalat wusthaa. Berdirilah untuk Allah (dalam shalatmu) dengan khusyu’ . [Al-Baqarah: 238].[i]

Keringanan dalam Shalat Bagi Orang Sakit

Bagi orang yang sakit ada sejumlah rukhshah atau dispensasi. Berikut ini sejumlah rukhshah yang boleh dilakukan oleh orang yang sakit bila hendak melakukan shalat. Untuk nomor 1-7 menurut keterangan Syaikh Prof. Dr. Nashir bin Sulaiman Al-‘Umar.[ii]

Kami tulis secara ringkas saja mengingat panjangnya makalah yang beliau tulis tentang masalah ini. Sedangkan untuk poin terakhir berdasarkan keterangan Syaikh Shalih bin Fauzan al Fauzan.[iii]

  1. Gugurnya kewajiban menghadiri shalat Jumat dan orang sakit.
  2. Diperbolehkan untuk shalat dengan duduk bila tidak mampu untuk berdiri.
  3. Bila tidak mampu melakukan ruku’dan sujud secara sempurna diperbolehkan dengan melakukan gerakan yang mengisyaratkan ruku’ dan sujud.
  4. Diperbolehkan untuk shalat dengan berbaring bagi yang tidak mampu untuk shalat sambil duduk.
  5. Diperbolehkan untuk menjamak shalat zhuhur dengan ashar dan shalat maghrib dengan isyak.
  6. Diperbolehkan shalat dengan tayammum bila tidak bisa dengan wudhu. Dan bila tidak memungkinan shalat dengan wudhu maupun tayammum maka diperbolehkan untuk shalat dengan pakaian yang suci tanpa tayammum.
  7. Diperbolehkan shalat dengan menggunakan pakaian yang masih ada najisnya bila sama sekali tidak memungkinkan untuk berganti dengan pakaian yang suci dan juga bila tempat tidur yang digunakan juga tidak memungkinkan untuk disucikan atau dihilangkan najisnya atau diganti yang lain maka diperbolehkan untuk shalat di tempat tersebut.
  8. Menghadap kiblat adalah salah satu syarat sahnya shalat bila ada kemampuan bagi orang yang sakit atau yang lainnya. Orang sakit bila berada di atas tempat tidur sesungguhnya wajib untuk menghadap ke arah kiblat baik dilakukan sendiri bila sanggup atau ada orang lain yang menghadapkannya ke arah kiblat.

Bila dia tidak mampu untuk menghadap kiblat dan tidak ada di dekatnya orang yang membantunya untuk menghadapkan ke kiblat dan dia khawatir keluarnya waktu shalat, maka dia shalat sesuai dengan keadaannya.

Hadits Nabi Tentang Shalat Orang Sakit

Hadits tentang cara shalat orang sakit sesuai ajaran rasul
Sumber: dawateislami.net/ar

Ada beberapa hadits yang memberikan panduan bagi orang yang sakit saat hendak shalat. Di antaranya adalah hadits berikut:

  1. Hadits dari shahabat Imran bin Husain radhiyallahu ‘anhu.

Dia berkata:

كَانَتْ بي بَوَاسِيرُ، فَسَأَلْتُ النبيَّ صَلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ عَنِ الصَّلَاةِ، فَقالَ: صَلِّ قَائِمًا، فإنْ لَمْ تَسْتَطِعْ فَقَاعِدًا، فإنْ لَمْ تَسْتَطِعْ فَعَلَى جَنْبٍ.

”Aku pernah terkena penyakit wasir. Maka aku bertanya kepada Nabi ﷺ tentang shalat. Beliau bersabda,”Shalatlah dengan berdiri. Jika kamu tidak sanggup maka dengan duduk. Jika tidak sanggup, maka shalatlah dengan berbaring.”

[Hadits riwayat Al-Bukhari di dalam Shahih Al-Bukhari no. 1117]

  1. Hadits dari shahabat Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu

عَنْ عَلِىِّ بْنِ أَبِى طَالِبٍ رَضِىَ اللهُ عَنْهُ عَنِ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ: يُصَلِّى الْمَرِيضُ قَائِمًا إِنِ اسْتَطَاعَ، فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ صَلَّى قَاعِدًا، فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ أَنْ يَسْجُدَ أَوْمَأَ، وَجَعَلَ سُجُودَهُ أَخْفَضَ مِنْ رُكُوعِهِ، فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ أَنْ يُصَلِّى قَاعِدًا صَلَّى عَلَى جَنْبِهِ الأَيْمَنِ مُسْتَقْبِلَ الْقِبْلَةِ، فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ أَنْ يُصَلِّىَ عَلَى جَنْبِهِ الأَيْمَنِ صَلَّى مُسْتَلْقِيًا رِجْلُهُ مِمَّا يَلِى الْقِبْلَةَ. [رواه والدارقطنى]

Dari Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu dari Nabi ﷺ, beliau bersabda:

Orang yang sakit shalat dengan berdiri apabila mampu. Jika dia tidak mampu, shalat dengan duduk. Jika dia tidak mampu untuk bersujud maka menggunakan isyarat (dengan gerakan tubuh) dan menjadikan sujudnya lebih rendah (posisi tubuhnya) dari ruku’nya.

Jika tidak mampu untuk shalat dengan duduk maka shalat dengan berbaring miring ke kanan dengan menghadap kiblat. Dan bila tidak sanggup untuk shalat dengan berbaring miring ke kanan maka shalat dengan berbaring di atas punggungnya (terlentang) dengan kakinya dekat ke arah kiblat. “

[Hadits riwayat Ad-Daruquthni]

Baca juga: Download Khutbah Jum’at Menyentuh Hati

Cara Shalat Bagi Orang Sakit

Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin rahimahullah pernah ditanya tentang tata cara shalat bagi orang yang sakit. Beliau menjawab sebagai berikut:

  1. Pertama: Pasien harus melakukan shalat fardhu dengan berdiri meskipun dengan membungkuk, atau bersandar pada dinding atau tongkat yang dia butuhkan untuk bersandar.
  1. Kedua: Jika dia tidak mampu shalat dengan berdiri, dia shalat dengan duduk, dan lebih baik dia bersila untuk posisi berdiri dan ruku’.
  1. Ketiga: Jika dia tidak bisa shalat dengan duduk, dia shalat dengan berbaring miring menghadap ke arah kiblat, dan berbaring pada sisi kanan. Jika tidak memungkinkan untuk menghadap ke arah kiblat, maka dia shalat ke arah mana pun posisinya. Shalatnya sudah benar dan tidak perlu diulang.
  1. Keempat: Jika dia tidak dapat melakukan shalat dengan posisi berbaring miring, dia shalat dengan berbaring di atas punggungnya ( posisi terlentang) dengan kaki menghadap arah kiblat.

Dan lebih baik dengan mengangkat kepalanya sedikit agar dia dapat menghadap ke arah kiblat. Dan jika kedua kedua kakinya tidak mampu untuk berada pada arah kiblat, maka dia shalat di mana pun posisinya berada dan tidak perlu mengulangnya.

  1. Kelima: Pasien harus ruku’ dan sujud dalam shalatnya, dan jika ia tidak mampu maka dengan berisyarat (menganggukkan) kepala untuk ruku’ dan sujud, dan menjadikan sujud (isyarat gerakannya) lebih rendah dari pada ruku’.

Jika ia dapat melakukan ruku’ tapi tidak bisa sujud maka ia ruku’ saat harus ruku’ dan menggunakan isyarat gerakan tubuh untuk sujud. Dan jika ia dapat sujud dan tidak bisa ruku’, ia sujud ketika saat sujud, dan menggunakan isyarat dengan ruku’.

  1. Keenam: Jika ia tidak dapat melakukan isyarat dengan kepala ketika ruku’ dan sujud, ia berisyarat dengan matanya dalam sujud, dengan cara ia pehamkan matanya sedikit untuk ruku’ , dan memejamkan matanya secara penuh untuk sujud.

Sedangkan isyarat berupa menunjuk dengan jari, seperti yang dilakukan beberapa pasien, itu tidak benar dan saya tidak tahu dasar hal itu dari Al-kitab, as- sunnah, atau dari pendapat para ulama.

  1. Ketujuh: Jika dia tidak dapat melakukan isyarat dengan kepala, atau berisyarat dengan mata, maka dia shalat dengan hatinya.

Jadi, dia mengucapkan takbir dan membaca (bacaan yang wajib), dan berniat untuk ruku’, sujud, berdiri, dan duduk, dengan hatinya: “Bagi setiap orang itu apa yang dia niatkan.”

  1. Kedelapan: Pasien harus shalat di setiap shalat pada waktunya dan melakukan semua yang dia mampu lakukan apa saja yang wajib dilakukan di dalam shalat.

Jika berat baginya untuk melakukan setiap shalat pada waktunya maka dia boleh menjamak antara Zhuhur dan Ashar, dan antara Maghrib dan Isya’, baik jamak taqdim dengan mengajukan shalat ashar ke waktu zhuhur dan shalat isya’ ke waktu maghrib atau dengan jamak ta’khir yaitu dengan menunda shalat zhuhur hingga waktu ashar dan shalat maghrib hingga waktu isya’ sesuai dengan keadaan yang lebih mudah baginya.

Adapun shalat Shubuh maka tidak dijamak dengan shalat sebelumnya maupun sesudahnya.

  1. Kesembilan: Jika pasien dalam kondisi sebagai musafir dan dirawat di luar daerahnya, dia bisa mempersingkat (mengqashar) shalat empat raka’atnya.

Jadi dia shalat Zhuhur, ‘Ashar, dan Isyak selama dua rakaat, dua rakaat sampai dia kembali ke daerahnya, terlepas dari apakah masa safarnya panjang atau pendek. Wallahul muwaffiq.

 [Majmu’ Fatawa wa Rasail Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin, Jilid 15, Bab Shalatu Ahlil A’dzar.][iv]

Cara Shalat dengan Berbaring Bagi Orang Sakit

Berdasarkan keterangan yang diberikan oleh Idarah At-Tau’iyyah ad-Diniyyah Departemen Kesehatan Arab Saudi untuk wilayah Qasim dengan dukungan Yayasan Syaikh Sulaiman Ar Rajihi, cara berbaring bagi orang sakit adalah sebagai berikut:[v]

  1. Shalat dengan berbaring miring ke kanan dengan menghadap ke arah kiblat dan menggunakan isyarat dengan kepalanya untuk ruku’ dan sujud ke arah dadanya.
  2. Bila tidak mampu berbaring miring ke sebelah kanan maka shalat dengan berbaring di atas punggungnya (terlentang) dan kedua kakinya ke arah kiblat. Dan lebih baik baginya untuk mengangkat kepalanya sedikit untuk mengarahkan wajahnya ke arah kiblat.

Baca juga: Hukum Shalat Tahiyatul Masjid

Cara Shalat Dengan Duduk di Kursi bagi orang sakit

Syaikh Fahd bin Abdurrahman asy-Syawaib membuat sebuah gambar poster  orang shalat dengan duduk di atas kursi dalam berbagai posisi dalam shalat jamaah. Di dalam gambar tersebut diberi penjelasan tentang tata cara shalat dengan dengan cara duduk di atas kursi bagi orang yang sakit.

Berikut ini penjelasan beliau secara ringkas:[vi]

Siapa saja yang tidak mampu untuk berdiri, ruku’ dan sujud karena sakit atau sangat berat dan alasan lainnya maka mereka shalat di atas kursi dengan cara yang mereka mampu.

  1. Orang yang sanggup berdiri dan ruku’ namun tidak mampu sujud maka dia shalat sebagaimana biasa dan saat hendak sujud dia duduk di atas kursi dan melakukan sujud sesuai kemampuannya.
  1. Orang yang sanggup untuk berdiri namun tidak mampu untuk ruku’ dan sujud maka dia shalat dengan berdiri. Dan saat hendak ruku’ dan sujud dia melakukan ruku’ dengan duduk di atas kursi, demikian pula dengan sujud. Posisi sujud lebih rendah daripada ruku’.
  1. Orang yang tidak mampu untuk berdiri dan mampu untuk ruku’ dan sujud, maka dia shalat dengan duduk dan saat waktu ruku’ dia ruku’ tanpa duduk di kursi. Demikian pula dengan sujud juga seperti itu. Keringanan itu diberikan sesuai kebutuhan dan tidak melebihi kebutuhan. Saat butuh keringanan maka diamalkan dan tidak melebihinya. Kebutuhan itu diukur sesuai dengan kadarnya.
  1. Orang yang mampu untuk sujud namun tidak mampu untuk berdiri dan ruku’ maka dia shalat dengan duduk di atas kursi di sepanjang shalatnya. Jika dia hendak sujud maka dia bersujud di atas tanah (lantai). Ini hukum untuk shalat fardhu. Sedangkan untuk shalat sunnah maka diperbolehkan untuk shalat sambil duduk meski tidak ada udzur.
  1. Orang yang mampu untuk melakukan (gerakan) shalat secara keseluruhan kecuali saat tasyahud, dia tidak mampu duduk seperti orang yang shalat maka dia duduk di atas kursi.
  1. Pada prinsipnya, orang cacat dan orang sakit itu shalatnya dengan duduk di lantai (tanah) sedangkan shalat duduk di kursi itu diperbolehkan.

Cara Shalat dengan duduk di kursi ketika Shalat Berjama’ah di Masjid

Cara Shalat Dengan duduk di kursi ketika shalat berjama'ah di masjid
Sumber: https://twitter.com/mukhtardeira

Seorang yang hatinya terikat dengan masjid dan jiwa disiplinnya sudah terbentuk, meskipun sakit akan tetap berusaha ke masjid. Meskipun hanya bisa duduk saja ketika shalat berjama’ah, hal itu tidak mengapa.

Adapun cara nya sesuai penjelasan ini oleh Syaikh Fahd bin Abdurrahman asy-Syawaib, berikut beberapa hal yang harus diperhatikan:

  1. Diutamakan orang yang shalat di kursi agar tidak shalat di belakang imam karena dikhawatirkan akan mengganggu penggantian imam saat dibutuhkan. Juga agar tidak menghalangi imam dari para makmum saat ada pelajaran dan pemberitahuan.
  1. Diutamakan kursinya kecil sekedar mencukupi kebutuhan sehingga tidak mengganggu barisan dan pelurusan barisan shalat.

Cara meletakkan kursi bagi yang sakit ketika shalat di masjid

Dalam shalat berjama’ah, peletakan kursi bagi yang sakit dan shalat di masjid perlu diperhatikan. Berikut ilustrasi peletakan yang benar.

Peletakan Kursi yang benar bagi orang sakit yang shalat di masjid
Sumber: https://twitter.com/almustsharahmed/

Kursi diletakkan sejajar dengan garis shaf agar tidak mengganggu jama’ah yang berada di belakangnya.

Cara Sujud Bagi Orang Sakit

Cara Sujud Bagi Orang Sakit dan tidak bisa berdiri
Sumber: https://koshary.com/

Berdasarkan keterangan Syaikh Muhammd bin Shalih al-Utsaimin di atas dan keterangan yang diberikan oleh Idarah At-Tau’iyyah ad-Diniyyah Departemen Kesehatan Arab Saudi untuk wilayah Qasim dengan dukungan Yayasan syaikh Sulaiman Ar Rajihi, kami simpulkan cara sujud orang yang sakit adalah sebagai berikut:

  1. Orang yang mampu untuk sujud di lantai maka hendaknya melakukannya seperti shalat biasa.
  2. Orang yang tidak mampu sujud sebagaimana biasa, maka boleh menggunakan isyarat dengan menundukkan kepalanya. Saat dia duduk di atas lantai maka bisa dengan merundukkan badan dengan tangan menyentuh lantai. Namun bila duduk di atas kursi maka dengan merundukkan badan dan kepala saja tanpa menyentuhkan tangan ke tanah.
  3. Bila dalam keadaan berbaring maka cara sujudnya adalah dengan menghadapkan wajahnya ke arah kiblat (bila memungkinkan) dan menisyaratkan sujud dengan gerakan kepalanya ke arah dadanya.
  4. Jika ia tidak mampu memberi isyarat dengan kepala untuk sujud, ia bisa berisyarat dengan matanya dalam sujud. ia bisa memejamkan matanya sebagai isyarat untuk sujud.
  5. Jika dia tidak dapat melakukan isyarat dengan kepala, atau berisyarat dengan mata, maka dia sujud dalam shalatnya dengan hatinya.

Baca juga: Hukum Shalat Menghadap Sutrah Shalat

Cara Mengqodho’ Shalat Yang Tertinggal ketika sakit

Orang yang sakit kemudian meninggalkan shalat karena tidak sengaja atau karena tidak tahu bahwa shalat itu tetap harus dilakukan saat kondisi sakit dalam keadaan apa pun selama akal masih waras, maka dia harus tetap mengganti (mengqodho’) shalat tersebut .

Tentang cara mengqodho’ shalat yang tertinggal adalah sebagai berikut:

  1. Bila shalat yang ditinggalkan hanya satu waktu shalat maka tinggal diqodho’ dengan segera tidak boleh ditunda. Dan dilaksanakan sebagaimana shalat biasa. Bila shalat jahriyah maka dengan jahriyah dan bila sirriyah maka dengan cara sirriyah. Ini sebagaimana dijelaskan oleh Syaikh bin Baz rahimahullah.[vii]
  2. Bila ada beberapa shalat yang ditinggal maka harus dikerjakan sesuai dengan urutan tertib waktu shalat yaitu dimulai dengan melaksanakan shalat shubuh, zhuhur, ashar dan seterusnya sesuai urutannya agar keluar dari perselisihan pendapat di kalangan ulama. [Markazul Fatwa][viii]
  3. Pelaksanaan qodho’ shalat fardhu bisa dilakukan secara sekaligus dalam satu waktu jika sanggup secara berurutan. Jika tidak sanggup secara sekaligus maka sesuai kemampuan.

Misal harus mengqodho’ shalat selama lima hari, maka seseorang melaksanakan shalat Shubuh, Zhuhur, ‘Ashar, Maghrib dan Isyak satu demi satu secara berurutan. Kemudian istirahat. Terus dilanjutkan untuk kekurangannya dan seterusnya. [Fatawa Nuur ‘ala darb][ix]

Apakah Orang Sakit Tetap Shalat 5 Waktu?

Syaikh Dr. Sai’d bin Ali Al Qahthani menulis dalam kitabnya Shalatul Mukmin,”Orang yang sakit harus shalat di setiap shalat, pada waktunya, dan melakukan semua yang dia mampu lakukan, apa saja yang wajib dilakukan di dalam shalat.

Jika berat baginya untuk melakukan setiap shalat pada waktunya, maka dia boleh menjamak antara Zhuhur dan Ashar, dan antara Maghrib dan Isya’, baik jamak taqdim dengan mengajukan shalat ashar ke waktu Zhuhur dan shalat isya’ ke waktu Maghrib.

Atau dengan jamak ta’khir yaitu dengan menunda Shalat Zhuhur hingga waktu Ashar dan shalat Maghrib hingga waktu Isyak sesuai dengan keadaan yang lebih mudah baginya.

Adapun shalat Shubuh maka tidak dijamak dengan shalat sebelumnya maupun sesudahnya. Karena waktunya terpisah dari shalat sebelumnya dan sesudahnya.[x]

Apabila sakit dan dalam keadaan sadar, keluarga atau pasien dapat mengatur jadwal sholat digital agar bisa mengetahui jadwal sholat. Sehingga, ketika alarm jadwal sholat berbunyi, maka dapat segera shalat meskipun dalam keadaan sakit.

Bila tidak memungkinkan, maka keluarga yang dapat membantu untuk mengingatkan pasien agar dapat shalat ketika waktu shalat telah datang.

Bolehkah Orang Sakit Meninggalkan Shalat?

Syaikh Dr. Sai’d bin Ali Al Qahthani mengatakan,”Orang yang sakit tidak boleh meninggalkan shalat dalam keadaan apa pun selama akalnya masih kokoh (sehat dan berfungsi dengan baik).

Bahkan setiap mukallaf agar berusaha keras untuk shalat saat sakitnya lebih dari usahanya untuk shalat pada masa sehatnya dan melaksanakannya pada waktu-waktu yang telah disyariatkan sesuai kemampuannya.

Jika dia meninggalkannya secara sengaja sementara dia dalam keadaan berakal, tahu hukum syar’inya, mukallaf yang sanggup menjalankan shalat meskipun dengan menggunakan isyarat, maka dia berdosa. Sekelompok ahli ilmu (ulama) berpendapat orang tersebut telah kafir karena hal itu.[xi]

Sekian tulisan singkat tentang hukum shalat orang sakit dalam Islam. Semoga bermanfaat. Bila ada kebenaran dalam artikel ini maka itu karena rahmat Allah semata dan bila kesalahan maka itu dari kami dan dari setan. Semoga Allah mengampuni kesalahan-kesalahan kami.

[i]http://www.aleman.com/%D8%A7%D9%84%D9%83%D8%AA%D8%A8/%D9%85%D9%88%D8%B3%D9%88%D8%B9%D8%A9%20%D8%A7%D9%84%D9%81%D9%82%D9%87%20%D8%A7%D9%84%D8%A5%D8%B3%D9%84%D8%A7%D9%85%D9%8A/%D8%AD%D9%83%D9%85%20%D8%B5%D9%84%D8%A7%D8%A9%20%D8%A7%D9%84%D9%85%D8%B1%D9%8A%D8%B6:/i582&d918393&c&p1

[ii] http://almoslim.net/elmy/290319

[iii] https://ar.islamway.net/fatwa/10406

[iv] http://iswy.co/e3rqo

[v] https://drive.google.com/file/d/0B1mX6-3JA9gOYlEyTWVQWVl6c2M/view

[vi] https://d1.islamhouse.com/data/ar/ih_poster/single_01/ar_AlSlah_3lee_AlKrasee.jpg

[vii]https://ar.islamway.net/fatwa/11384/%D9%83%D9%8A%D9%81%D9%8A%D9%82%D8%B6%D9%8A%D8%A7%D9%84%D9%85%D8%B3%D9%84%D9%85%D8%A7%D9%84%D8%B5%D9%84%D8%A7%D8%A9%D8%A7%D9%84%D8%AA%D9%8A-%D9%81%D8%A7%D8%AA%D8%AA%D9%87

[viii] https://www.islamweb.net/ar/fatwa/133488/

[ix]https://www.alfeqh.com/ar/%D9%81%D8%AA%D8%A7%D9%88%D9%8A%D8%A7%D9%84%D8%B5%D9%84%D8%A7%D8%A9%D8%B5%D9%84%D8%A7%D8%A9%D8%A3%D8%B5%D8%AD%D8%A7%D8%A8%D8%A7%D9%84%D8%A3%D8%B9%D8%B0%D8%A7%D8%B1%D9%83%D9%8A%D9%81%D9%8A%D8%A9%D9%82%D8%B6%D8%A7%D8%A1%D8%A7%D9%84%D9%81%D9%88%D8%A7%D8%A6%D8%AA%D8%A8%D8%B3%D8%A8%D8%A8%D8%A7%D9%84%D9%85%D8%B1%D8%B6

[x] Sholatul Mukmin, mafhum, wa Fadhail wa Adab wa Anwa’ wa Ahkam wa kaifiyah, Dr. Sa’id bin Ali bin Wahf Al-Qahthani, hal. 650

[xi] Ibid, hal. 651

Print Friendly, PDF & Email

Leave a Comment