Bagaiman hukum tidur di masjid? Bagaimana apabila mimpi basah ketika tidur di masjid? Apakah berdosa? Apa yang harus dilakukan?
Sebenarnya, mimpi basah adalah hal yang lumrah. Hampir setiap orang pernah mengalaminya. Baik di rumah atau di tempat lain saat menginap. Namun akan menjadi ganjalan ketika mimpi basah itu terjadi di masjid.
Lantas, apa hukumnya mimpi basah di masjid? Sebelum membahas mimpi basah, tentu perlu dibahas terlebih dahulu hukum tidur di masjid.
Berikut ini penjelasan para ulama tentang masalah tersebut.
Tidur di Masjid Ada Dua Bentuk
Tidur di masjid itu ada dua bentuk:
1. Tidur untuk sementara waktu karena ada kebutuhan
Ini seperti tidurnya orang yang i’tikaf di masjid, orang yang sakit, musafir dan orang yang tidur di siang hari dan sebagainya. Hal ini diperbolehkan menurut Jumhur Ulama.
Sebagian dari ulama ada yang mengisahkan adanya ijma’ dalam hal itu.
Yang memberikan rukhshah untuk tidur di masjid adalah Ibnu Al Musayyib, Sulaiman bin Yasar, Al Hasan dan Atha’. Dia berkata, ‘Tidurlah di dalamnya meski mimpi basah demikian dan demikian, sekali.”
‘Amru bin Dinar berkata,”Kami dahulu tidur di masjid pada masa Ibnu Zubair.” Di antara orang yang diriwayatkan mentolerir seseorang untuk tidur di masjid adalah Umar dan Utsman radhiyallahu ‘anhuma.
2. Menjadikan masjid sebagai tempat menginap dan beristirahat secara terus menerus.
Ibnu Abbas tidak menyukai hal itu. Dia pernah berkata,”Jika kamu tidur di masjid karena (menunggu) shalat maka tidak mengapa.”
Bentuk kedua ini ada dua macam juga:
- Karena kebutuhan, seperti orang asing
- Orang yang tidak punya tempat tinggal karena kefakirannya.
Terdapat riwayat yang mentolerir bentuk semacam ini bagi para Ahlish Shuffah, para utusan, wanita berkulit hitam dan yang semacam mereka. [Fathul Bari karya Ibnu Rajab, (3/224)]
Hukum Tidur di Masjid Menurut 4 Madzhab
1. Menurut madzhab Hanafi
Tidur di dalam masjid itu hukumnya makruh, kecuali bagi musafir dan orang yang sedang beri’tikaf.
Dan, apabila ada seseorang yang hendak tidur di masjid, namun sebelum itu ia berniat untuk beri’tikaf dan melakukan ketaatan di dalamnya, maka tidak ada larangan baginya untuk tidur di dalam masjid setelah itu.
2. Menurut madzhab Asy-Syafi’i
Tidur di dalam masjid itu tidak dimakruhkan, kecuali tidurnya akan mengganggu orang lain yang hendak beribadah. Misalnya jika orang yang tidur itu mengeluarkan suara dengkuran yang cukup keras.
3. Menurut madzhab Hambali
Tidur di dalam masjid itu dibolehkan bagi orang yang beri’tikaf dan juga yang lainnya, asalkan ia tidak tidur di hadapan orang-orang yang akan melaksanakan shalat, sebab melakukan shalat di depan orang yang sedang tidur hukumnya makruh.
Dan para jamaah shalat berhak untuk membangunkan orang yang tidur itu jika ia tertidur di bagian depan masjid.
4. Menurut madzhab Maliki:
Tidur di dalam masjid itu dibolehkan asal pada siang hari, sedangkan untuk malam hari hanya dibolehkan jika masjid tersebut berada di pedesaan dan tidak diperkotaan, karena dimakruhkan untuk tidur di dalamnya bagi para tuna wisma atau orang yang kemalaman di jalan.
Adapun jika masjid dijadikan sebagai tempat tinggal, maka hal itu tidak dibolehkan, kecuali bagi seseorang yang memang berniat untuk mengabdikan dirinya di dalam masjid untuk beribadah.
Namun khusus untuk kaum pria saja, sedangkan untuk kaum perempuan tetap tidak dibolehkan.
Baca juga: Khutbah Jum’at Menyentuh Hati PDF
Hukum Mimpi Basah di Masjid
Sesungguhnya masalah mimpi basah di masjid itu mengikuti masalah hukum tidur di masjid. Madzhab Jumhur dari kalangan ahli ilmu menyatakan bolehnya tidur di masjid.
Al Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah berkata:
“Sa’id bin Al Musayyib dan Sulaiman bin Yasar ditanya tentang tidur di masjid. Lantas mereka berdua menjawab,”Bagaimana kalian bertanya tentang persoalan itu? Sementara para Ahlish Suffah (para penghuni Shuffah, sebuah ruangan di Masjid Nabawi) tidur di masjid?”
Berdasarkan hal ini, maka siapa yang tidur di masjid dan mimpi basah di dalamnya, dia tidak berdosa. Demikian pula misalnya dia sedang beri’tikaf.
Disebutkan dalam kitab Badai’ush Shanai’, ”Andaikan orang yang i’tikaf itu mimpi basah, hal itu tidak merusak i’tikafnya. Karena dia tidak melakukan apa-apa dalam mimpi tersebut sehingga hal itu bukan jima’, dan bukan dalam makna jima’.
Apabila memungkinkan baginya untuk mandi di masjid tanpa mengotori masjid maka tidak mengapa. Namun bila tidak bisa, maka keluarlah untuk mandi dan kembali ke masjid.” [Badai’ush shanai’ fi tartibisy syarai’, 4/334]
Imam Al Bukhari rahimahullah telah membuat sebuah Bab: “Bila Ingat di Masjid Bahwa Dirinya sedang Junub, Lalu Keluar dalam Keadaan Junub dan Tidak Bertayammum” dan menyebutkan hadits Abu Hurairah, dia berkata,” Iqamat untuk shalat sudah dikumandangkan, shaf-shaf sudah lurus dalam keadaan berdiri, kemudian Rasulullah ﷺ keluar untuk mengimami kami.
Pada saat beliau berdiri di tempat shalatnya, beliau teringat sedang dalam keadaan junub, lalu berkata kepada kami,” Tetaplah berada di tempat kalian.” Kemudian beliau kembali, lalu mandi, kemudian keluar untuk mengimami kami, sementara kepalanya basah dengan air, kemudian beliau bertakbir. Lalu kami shalat bersama beliau.” [HR Al Bukhari, 1/457]
Orang yang mimpi basah di masjid diqiyaskan dengan peristiwa ini.
Sebagian kalangan menyatakan bahwa itu merupakan kekhususan Nabi ﷺ. Klaim ini lemah. Di antara ulama yang menyatakan ini kekhususan Nabi adalah An Nawawi. Disebutkan dalam kitab Al Bahrur Raiq:
“Telah diketahui bahwa masuknya Nabi ﷺ ke masjid dalam keadaan junub dan tetap berada di situ (beberapa saat) merupakan kekhususannya. Hal itu disebutkan oleh An Nawawi dan dia menguatkannya. [Al Bahrur Raiq Syarh Kanzid Daqaiq, (2/264)]
Apabila tidak memungkinkan keluar dari masjid karena mengkhawatirkan keselamatan dirinya atau hartanya atau pintu masjid tertutup buat dirinya, maka dia bertayammum dan tetap berada di dalam masjid karena keadaan darurat, sampai dia bisa keluar dan tidak shalat, tidak pula membaca Al Quran.
Apabila udzur tersebut telah hilang maka segera keluar dari pintu terdekat. An Nawawi rahimahullah berkata,”Andaikan mimpi basah di masjid yang ada dua pintu, yang salah satu pintunya lebih dekat (dengannya), maka yang lebih utama adalah keluar dari masjid melalui pintu terdekat tersebut.
Dan bila lewat pintu yang lebih jauh karena ada kepentingan – misal rumahnya berada di arah pintu tersebut – hal itu tidak dibenci. Namun bila tidak ada kepentingan, juga tidak dibenci berdasarkan pendapat yang paling shahih. Wallahu ‘alam.” [Raudhatuth Thalibin wa ‘Umdatul Muftin, 1/28]
Fatwa Al Lajnah Ad Daimah Lil Buhuts Al Ilmiyyah wal Ifta’ Tentang Tidur & Mimpi Basah di Masjid
Al Lajnah Ad Daimah lil Buhuts Al Ilmiyyah wal Ifta’ pernah ditanya seputar tema ini. Pertanyaannya sebagai berikut:
Pertanyaan:
“Apa hukum orang yang menaruh kedua kakinya dan mengarahkannya ke kiblat di masjid? dan apakah boleh makan dan tidur di masjid?”
Jawaban:
Seorang Muslim tidak berdosa bila menjulurkan kakinya ke kiblat baik di masjid maupun di tempat lainnya. Tidak ada dosa pula bila makan di masjid atau tidur di sana bila ada keperluan untuk itu.
Dia harus menjaga kebersihan masjid. Apabila dia mimpi basah saat sedang tidur di masjid, maka segera keluar dari masjid ketika terbangun untuk mandi junub. [Fatawa Al Lajnah Ad Daimah lil Buhuts Al Ilmiyyah wal Ifta’, 8/309][i]
Demikian penjelasan para ulama seputar hukum mimpi basah di masjid.
Yang perlu diingat, apabila kita tidur di masjid karena i’tikaf atau istirahat sejenak, kemudian mendengar jam digital masjid berbunyi, maka kita segera bangun. Kemudian segera mengambil air wudhu untuk melaksanakan shalat berjama’ah.
Semoga tulisan ini memberikan kejelasan dan manfaat.
[i] Sumber: https://alimam.ws/ref/79 (dengan perubahan format penulisan)