Pengertian Tahkim, Hikmah, Ringkasan Hikmah Peristiwa Ali & Muawiyah

Peristiwa Tahkim antara Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu dan Muawiyah radhiyallahu ‘anhu merupakan salah satu peristiwa yang sangat penting dalam sejarah Islam. Tahkim tersebut berhasil memadamkan api peperangan yang berkecamuk di antara kedua kubu yang bertikai.

Selain itu, ada dampak berupa munculnya kelompok sempalan Islam yang sangat berbahaya yaitu khawarij, akibat peristiwa tahkim ini. Semua ini tentunya ada hikmahnya.

Tulisan ini berusaha menjelaskan tentang pengertian tahkim secara umum dan secara khusus yang terkait dengan peristiwa perang Shifin. Juga tentang hikmah yang bisa dipetik dari peristiwa tersebut.

Pengertian Tahkim Adalah

Pengertian Tahkim Secara Bahasa dan Istilah
Pengertian Tahkim Secara Bahasa dan Istilah

Pengertian dari tahkim secara bahasa dan istilah adalah sebagai berikut:

Tahkim Secara bahasa

Pengertian التحكيم tahkim secara bahasa adalah:

اخْتِيَارُ شَخْصٍ لِلْفَصْلِ فِيْ النِّزَاعِ

“Memilih seseorang untuk memberikan keputusan dalam suatu pertikaian atau perselisihan.”

Terkadang kata التحكيم  ‘tahkim’ secara bahasa digunakan secara umum dengan makna:

 إجازة الحكم ‘memberikan pengesahan hukum’ sehingga dikatakan:

حكَّمنا فلانًا؛ أي: أجزنا حكمه ‘hakkamna fulaanan’ artinya ‘kami mengesahkan hukum yang dia tetapkan.”[i]

Tahkim Secara Istilah

Para fuqaha’ memberikan definisi yang beragam tentang pengertian tahkim secara istilah. Di antaranya adalah sebagai berikut:

1. Tahkim Menurut Ulama Madzhab Hanafi:

بِأَنَّهُ: تَوْلِيَةُ اْلخَصْمَيْنِ حَاكِماً يَحْكُمُ بَيْنَهُمَا

“Tahkim adalah dua pihak yang bersengketa mengangkat seseorang sebagai hakim di antara mereka.” (Al-Bahrur raiq Syarh Kanzud Daqaiq)

2. Tahkim Menurut Ulama madzhab Maliki

بِأَنَّهُ تَوْلِيَةُ اْلخَصْمَيْنِ حَكَماً يَرْتَضِيَانِهِ لِيَحْكُمَ بَيْنَهُمَا

“Dua pihak yang sedang bertikai mengangkat seorang hakam yang mereka ridhai untuk memberikan keputusan hukum di antara mereka berdua.” [Tabshiratul Hukkaam karya Ibnu Farhun]

3. Tahkim Menurut Ulama Madzhab Syafi’i

بِأَنَّهُ تَوْلِيَةُ خَصْمَيْنِ حَكَماً صَالِحاً لِلْقَضَاءِ لِيَحْكُمَ بَيْنَهُمَا

“Dua orang yang sedang bersengketa mengangkat seorang hakam yang shalih untuk mengadili dalam rangka memberikan keputusan hukum di antara keduanya.”

4. Tahkim Menurut Ulama Madzhab Hanbali

تَوْلِيَةُ خَصْمَيْنِ حَكَماً صَالِحاً لِلْقَضَاءِ لِيَحْكُمَ بَيْنَهُمَا

“Dua pihak yang sedang bersengketa mengangkat seorang hakam yang shalih untuk mengadili dalam rangka memberikan keputusan hukum di antara mereka berdua.” [Al-Mughni, karya Ibnu Qudamah]

Dalam Majalah Al-Ahkam Al-Adliyyah, definisi tahkim pada nomor (1790) adalah ungkapan tentang dua pihak yang bersengketa yang mengambil seorang hakim dengan kerelaan kedua pihak tersebut untuk menengahi pertikaian di antara mereka. Hal itu dinamakan dengan hakam dan muhakkam.” [Majalah Al-Ahkam Al-‘Adliyyah (4/169)][ii]

Makna Tahkim / Arbitrase

Makna Tahkim Umum dan Khusus Ali Muawiyah
Makna Tahkim Umum dan Khusus Ali Muawiyah

Dari penjelasan diatas, tahkim memiliki makna luas. Semua hal yang terkait sengketa antara kedua belah pihak, kemudian keduanya memngambil hakim dengan kerelaan kedua pihak untuk menyelesaikan masalah, maka itu bermakna tahkim.

Karenanya, pada perjalanannya, tahkim memiliki dua makna, makna umum yang bermakna seperti apa adanya, dan juga makna tahkim yang sering dikaitkan dengan tahkim Ali dan Muawiyah.

Makna Umum Tahkim / Arbitrase

Makna umum tahkim adalah seperti pengertian tahkim yakni ungkapan tentang dua pihak yang bersengketa yang mengambil seorang hakim dengan kerelaan kedua pihak tersebut untuk menengahi pertikaian di antara mereka.

Karenanya, di dalam fikih Islam hak tahkim diberlakukan di seluruh persoalan kecuali perkara-perkara yang khusus terkait dengan hak-hak Allah, seperti hudud (terkait hukum had), serta hak-hak Allah terkait harta seperti zakat.

Demikian pula dengan persoalan yang di dalamnya terdapat hak Allah dan hak manusia yang mukallaf, baik itu merupakan hak Allah yang dominan seperti qadzaf (tuduhan zina terhadap wanita yang terpelihara kehormatannya) atau hak orang yang mukallaf seperti qishash dan ta’zir.[iii]

Makna Khusus Peristiwa Tahkim

Secara khusus, tahkim sering kali dikaitkan dengan peristiwa penyelesaian konflik melalui hakam atau muhakkam (orang yang menjadi penengah dalam pertikaian untuk menyelesaikan konflik) di masa perang Shiffin antara Ali bin Abi Thali radhiyallahu ‘anhu dengan Muawiyah bin Abi Sufyan radiyallahu ‘anhu.

Peristiwa tahkim dalam perang Shiffin ini begitu bersejarah karena behasil menyelesaikan konflik besar pertama dalam sejarah kaum Muslimin. Konflik antara dua kelompok besar kaum muslimin yang di dalamnya terdapat para sahabat besar yang sebagiannya termasuk orang-orang yang dijamin masuk surga.

Dalil Adanya Tahkim

Dalil Tahkim dari Al Quran dan Sunnah Hadits Tentang Tahkim.jpg
Dalil Tahkim dari Al Quran dan Sunnah Hadits Tentang Tahkim.jpg

Banyak dalil yang menunjukkan bahwa tahkim itu disyariatkan dalam Islam baik dalam Al-Quran , As – Sunnah maupun berdasarkan ijma’.

Dalil Naqli Tahkim dari al-Quran

  1. An-Nisa’: 35

Allah Ta’ala berfirman,

وَإِنْ خِفْتُمْ شِقَاقَ بَيْنِهِمَا فَابْعَثُوا حَكَمًا مِنْ أَهْلِهِ وَحَكَمًا مِنْ أَهْلِهَا إِنْ يُرِيدَا إِصْلَاحًا يُوَفِّقِ اللَّهُ بَيْنَهُمَا ۗ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلِيمًا خَبِيرًا

Dan jika kamu khawatirkan ada persengketaan antara keduanya, maka kirimlah seorang hakam dari keluarga laki-laki dan seorang hakam dari keluarga perempuan. Jika kedua orang hakam itu bermaksud mengadakan perbaikan, niscaya Allah memberi taufik kepada suami-isteri itu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.

Sisi pendalilanya: ayat ini menunjukkan diperintahkannya tahkim di antara suami istri. Pensyariatan ini menunjukkan bahwa tahkim itu disyariatkan dalam seluruh tuntutan perkara.

  1. Al-Maidah: 95

Allah Ta’ala berfirman,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَقْتُلُوا الصَّيْدَ وَأَنْتُمْ حُرُمٌ ۚ وَمَنْ قَتَلَهُ مِنْكُمْ مُتَعَمِّدًا فَجَزَاءٌ مِثْلُ مَا قَتَلَ مِنَ النَّعَمِ يَحْكُمُ بِهِ ذَوَا عَدْلٍ مِنْكُمْ

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu membunuh binatang buruan, ketika kamu sedang ihram. Barangsiapa di antara kamu membunuhnya dengan sengaja, maka dendanya ialah mengganti dengan binatang ternak seimbang dengan buruan yang dibunuhnya, menurut putusan dua orang yang adil di antara kamu.

Abdullah bin Abbas radhiyallahu ‘anhuma telah berhujjah dengan ayat ini saat berdebat dengan Khawarij dalam persoalan tahkim yang telah disepakati antara Ali dan Muawiyah radhiyallahu ‘anhuma.

Para fuqaha juga telah berhujah dengan ayat ini tentang disyariatkannya tahkim. Ibnu Al-‘Arabi dalam Ahkamul Quran saat menjelaskan tafsir ayat ini berkata,

وَهَذَا دَلِيْلٌ عَلَى التَّحْكِيْمِ

“Ini merupakan dalil bagi tahkim.”

Dalil Tahkim dari As-Sunnah

  1. Hadits Syuraih bin Hani’ dari ayahnya,”Ketika diutus kepada Rasulullah ﷺ , beliau mendengar Hani’ dipanggil dengan Abul Hakam. Lantas Rasulullah ﷺ memanggilnya dan bersabda,

إِنَّ اللَّهَ هُوَ الْحَكَمُ ؛ فَلِمَ تُكَنَّى أَبَا الْحَكَمِ

“Sesungguhnya Allah itulah Al-Hakam dan hukum itu dikembalikan kepada-Nya. Lalu, mengapa kamu dipanggil dengan Abul Hakam?”

Hani’ menjawab,

إِنَّ قَوْمِي إِذَا اخْتَلَفُوا فِي شَيْءٍ أَتَوْنِي ، فَحَكَمْتُ بَيْنَهُمْ ، فَرَضِيَ كِلَا الْفَرِيقَيْنِ بِحُكْمِي

“Sesungguhnya kaumku saat mereka berselisih dalam satu persoalan, mereka mendatangiku. Maka aku memberikan keputusan di antara mereka dan kedua belah pihak rela dengan hal itu.”

Rasulullah ﷺ lalu bersabda,

ما أحسن هذا فما لك من الولد؟

“Betapa bagusnya yang kamu lakukan. Apakah kamu punya anak?”

Hani’menjawab,”Syuraih, Abdullah, dan Muslim.” Rasulullah ﷺ bertanya,”Siapakah yang paling tua?” Hani’ menjawab,”Syuraih.”

Rasulullah ﷺ bersabda,”Kamu adalah Abu Syuraih.” Lalu Rasulullah ﷺ mendoakan Hani’ dan anaknya.”

[Hadits ini diriwayatkan oleh Abu Dawud dalam Sunan-nya dan An-Nasa’i dalam Shahih-nya. Al-Albani menyatakannya sebagai hadits shahih.]

Sisi pendalilannya: Nabi ﷺ menetapkan tahkim Hani’ dan menganggapnya baik. Hal ini menunjukkan atas disyariatkannya tahkim.

  1. Dari Abu Sa’id Al-Khudri radhiyallahu ‘anhu, dia berkata,”Bani Quraizhah sepakat dengan hukum Sa’ad bin Mu’adz. Maka Nabi ﷺ mengutus orang untuk memanggil Sa’ad. Nabi ﷺ  berkata,”Orang-orang Bani Quraizhah sepakat dengan hukum yang kamu putuskan.”

Sa’ad berkata,”Pasukannya dibunuh dan wanita serta anak-anak mereka ditawan.” Nabi ﷺ bersabda,”Kamu telah memutuskan dengan hukum Allah.” [Hadits riwayat Al-Bukhari dan Muslim]

Ibnu Hajar mengatakan dalam kitab Fathul Bari,”Di sini terdapat tahkim atas orang yang lebih utama dari orang yang kurang utama.”

An-Nawawi berkata,”Dalam hadits ini (terdapat dalil ) bolehnya tahkim terhadap perkara-perkara kaum Muslimin dan dalam kepentingan-kepentingan mereka yang besar. Kaum Muslimin telah sepakat tentang hal ini dan tidak ada yang menyelisihi kecuali orang-orang Khawarij.”

Dalil Tahkim dari Ijma’

Sebagian ulama telah menetapkan adanya ijma’ tentang disyariatkannya tahkim karena tahkim tersebut terjadi di kalangan sahabat senior dan tidak satu pun sahabat mengingkarinya.

Di dalam kitab Al-Mabsuth karya As-Sarkhasi disebutkan,

وَالصَّحَابَةُ مُجْمِعُوْنَ عَلَى جَوَازِ التَّحْكِيْمِ

“Para sahabat telah bersepakat atas diperbolehkannya tahkim.”

  • Istidlal dengan tahkim yang berlangsung antara Ali bin Abi Thalib dan Muawiyah bin Abi Sufyan dan Abu Musa Al-Asy’Ari sementara Muawiyah memilih ‘Amr bin al-‘Ash. Tahkim ini adalah dalam perkara imamah (kepemimpian tertinggi umat Islam). Maka, tahkim dalam perkara selain imamah adalah lebih layak untuk diperbolehkan.
  • Perbuatan para sahabat yang kembali pada tahkim.

Terdapat sejumlah dalil yang menerangkan hal ini dan persoalan-persoalan yang para sahabat kembalikan kepada tahkim. Di antaranya, tahkim Umar bin Al-Khathab dan Ubay bin Ka’ab radhiyallahu ‘anhuma kepada Zaid bin Tsabit sementara Zaid bukanlah seorang Qadhi.

Juga kisah tahkim Utsman bin ‘Affan radhiyallahu ‘anhu dengan seorang Arab dusun kepada Abdulah bin Mas’ud. Banyak bukti tentang kembalinya para sahabat pada tahkim kepada seseorang untuk memutuskan hukum saat ada perselisihan.[iv]

Hukum Tahkim Dalam Islam

Para ahli fikih Islam berselisih pendapat tentang disyariatkannya tahkim. Ada tiga pendapat di kalangan fuqaha’:

  1. Tahkim diperbolehkan secara mutlak meskipun terdapat seorang Qadhi di wilayah tersebut.

Ini pendapat jumhur ulama (mayoritas ulama) dari kalangan madzhab Hanafi, Maliki dan Syafi’i dalam pendapat lama mereka serta Hanbali.

  1. Tahkim diperbolehkan dengan syarat tidak ada Qadhi di wilayah tersebut.

Ini merupakan pendapat sebagian ulama Syafi’iah dan Zhahiriah. Mereka mengambil dalil bahwa tahkim hanya diperbolehkan dalam keadaan darurat. Sedangkan keberadaan Qadhi di suatu wilayah menjadikan tahkim tidak bersifat darurat di wilayah tersebut.

  1. Tahkim dilarang secara mutlak.

Ini merupakan pendapat sebagian ulama Syafi’iyyah dan Ibnu Hazm Azh Zhahiri. Mereka berdalil bahwa berhukum dengan tahkim merupakan bentuk meninggalkan musyawarah dengan pemegang otoritas kepemimpinan, dan mengakibatkan terjadinya kekacauan dalam perkara tersebut serta melanggar kekuasaan pemimpin dalam hal peradilan.

Pendapat yang rajih (kuat) dalam hal ini adalah diperbolehkan tahkim secara mutlak meskipun terdapat Qadhi di wilayah tersebut.[v]

Sejarah Awal Tahkim Dalam Islam

Sejarah Tahkim Dalam Islam
Sejarah Tahkim Dalam Islam

Sejarah awal tahkim dalam Islam sebenarnya telah dilakukan di zaman Rasulullah ﷺ. Hal ini sebagaimana terdapat dalam peristiwa perang Bani Quraizhah. Pada saat kalah perang, Bani Quraizhah minta agar yang memutuskan hukum antara mereka dengan Nabi Muhammad ﷺ adalah Sa’ad bin Mu’adz radhiyallahu ‘anhu.

Rasulullah ﷺ menerima hal tersebut. Sa’ad bin Muadz dipanggil Rasulullah ﷺ untuk memberikan keputusan antara beliau dengan Bani Quraizhah.

Sa’ad bin Mu’adz memutuskan agar seluruh orang yang menjadi pasukan tempur dihukum mati dan wanita serta anak-anak mereka ditawan kaum Muslimin. Peristiwa ini terdapat dalam hadits yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim dari Abu Sa’id Al-Khudri radhiyallahu ‘anhu.[vi]

Kemudian dalam hadits Hani’ yang telah dinukil sebelum ini yang mengisahkan sebab dia dinamakan dengan Abul Hakam oleh kaumnya, juga menunjukkan bahwa praktek tahkim sudah berjalan di masa Nabi ﷺ .

Di masa khulafaur rasyidin juga demikian pula. Memang yang paling monumental adalah peristiwa tahkim antara Ali bin Abi Thalib radhyallahu ‘anhu dan Muawiyah bin Abi Sufyan. Hal ini karena momentumnya terkait dengan peristiwa besar dalam sejarah islam, yaitu perang Shifin.

Perang antara pendukung Ali bin Abi Thalib dan Muawiyah bin Abi Sufyan radhiyallahu ‘anhuma karena perbedaan ijtihad dalam masalah penanganan para pembunuh Utsman bin ‘Affan radhiyallahu ‘anhu.

Memang yang paling monumental adalah peristiwa tahkim antara Ali bin Abi Thalib radhyallahu ‘anhu dan Muawiyah bin Abi Sufyan. Hal ini karena momentumnya terkait dengan peristiwa besar dalam sejarah islam, yaitu perang Shifin.

Ringkasan Peristiwa Tahkim Ali & Muawiyah

Ringkasan Peristiwa Tahkim Ali dan Muawiyah
Ringkasan Peristiwa Tahkim Ali dan Muawiyah

Ibnu Hajar Al-Asqalani rahimahullah menjelaskan, peristiwa tahkim terjadi ketika pasukan Muawiyah hampir dikalahkan oleh pasukan Ali. Amr bin al-‘Ash -penasihat militer Muawiyah – lalu memerintahkan pasukannya untuk mengangkat mushaf dan mengajak pasukan Ali mengamalkan kandungannya.

Siasat ini digunakan Amr bin Al-‘Ash untuk mengulur waktu agar pasukannya dapat terlepas dari jepitan situasi yang mereka alami. Ternyata prediksinya tepat.

Ketika pasukan Syam mengangkat Mushhaf, pasukan yang didominasi oleh orang-orang ahli agama pun bimbang. Terjadilah perdebatan kecil di antara mereka. Akhirnya Ali menerima ajakan Muawiyah untuk melakukan tahkim dengan keyakinan penuh bahwa kebenaran dalam genggamannya. [Fathul Bari, Ibnu Hajar, jilid 7 hal. 588][vii]

Pihak Yang Terkait Tahkim Ali Dan Muawiyah

Pihak Terkait Tahkim Ali dan Muawiyah
Pihak Terkait Tahkim Ali dan Muawiyah
Perwakilan Pihak AliPerwakilan Pihak Muawiyah
Abu Musa Al-Asy’ari radhiyallahu ‘anhu‘Amr bin Al-‘Ash radhiyallahu ‘anhu

Pihak yang terkait dalam Tahkim antara Khalifah Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu dengan Muawiyah radhiyallahu ‘anhu sebagai gubernur Syam ada dua orang saja. Dari pihak Muawiyah radhiyallahu ‘anhu menunjuk ‘Amr bin Al-‘Ash radhiyallahu ‘anhu sebagai wakil dari kubu Muawiyah dalam proses tahkim tersebut.

‘Amr bin Al-‘Ash merupakan sahabat yang terkenal sangat cerdas dan pandai dalam siasat, selain wara’ dan takwa. Usianya saat itu 87 tahun.

Sedangkan dari pihak Ali radhiyallahu ‘anhu mengutus Abu Musa Al-Asy’ari radhiyallahu ‘anhu, seorang sahabat yang bertakwa, wara’, a’lim dan faqih.

Ia pernah diutus Rasulullah ﷺ ke Yaman bersama Mua’dz bin Jabal radiyallahu ‘anhu untuk mengajar masyarakat Yaman tentang Islam. Di masa Khilafah Umar bin Khathab, Abu Musa Al-Asy’ari diangkat menjadi gubernur Bashrah.[viii]

Hikmah Peristiwa Tahkim Antara Ali dan Muawiyah

Hikmah Peristiwa Tahkim Ali dan Muawiyah
Hikmah Peristiwa Tahkim Ali dan Muawiyah

Di antara hikmah positif dari peristiwa tahkim yang terjadi antara kubu Ali radhiyallahu ‘anhu dan kubu Muawiyah radhiyallahu ‘anhu dalam perang Shiffin adalah sebagai berikut:

  1. Wajibnya berpegang teguh kepada kitab Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam segala situasi baik damai maupun perang.
  2. Apabila ada pertikaian di antara dua orang Muslim atau dua kelompok dari kaum Muslimin maka harus diupayakan penyelesaian yang adil dengan berusaha menghindari penggunaan kekerasan.
  3. Tahkim yang terjadi di masa Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu dan Muawiyah bin Abi Sufyan radhiyallahu ‘anhu merupakan tahkim dalam persoalan imamah atau kepemimpinan. Dengan demikian, tahkim dalam persoalan yang lebih ringan di antara kaum Muslimin lebih layak untuk bisa dilakukan.
  4. Pihak yang ditunjuk untuk untuk menjadi hakam dalam tahkim adalah orang-orang yang memiliki ilmu dan pemahaman tentang hukum Allah, memiliki kapasitas sebagai hakam, dan memiliki sifat -sifat seorang Muslim yang diterima kesaksiannya.
  5. Kaum Muslimin harus bersikap ekstra teliti dalam menerima cerita yang ada tentang peristiwa tahkim ini karena banyaknya cerita palsu atau dha’if yang beredar tentang peristiwa tahkim tersebut yang isinya merendahkan para sahabat.

Ketelitian ini perlu agar kita tidak terperangkap dalam fitnah yang ditebar para pendusta yang bertujuan untuk merusak citra para sahabat. Juga agar kita tidak ikut terlibat mencemarkan kehormatan para sahabat radhiyallahu ‘anhum.

Dampak Peristiwa Tahkim Perang Shiffin

Dampak dari peristiwa tahkim antara Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu dan Muawiyah bin Abi Sufyan radhiyallahu ‘anhu adalah munculnya kelompok khawarij. Kelompok yang menyempal dari kepemimpinan Ali bin Abi Thalib dan tidak bergabung pula dengan Muawiyah.

Kelompok ini meyakini bahwa Ali bin Abi Thalib dan Muawiyah telah melakukan kekafiran karena telah berhukum kepada manusia dan meninggalkan berhukum kepada kitab Allah Ta’ala. Ini merupakan syubhat yang menyelimuti pikiran mereka.

Ali bin Abi Thalib sudah menerangkan duduk perkaranya. Bahkan sudah mengutus Abdullah bin Abbas ke wilayah Nahrawan yang menjadi markas mereka selama tiga hari berdiskusi tentang syubhat tersebut. 4 ribu orang dari mereka bertaubat. Sedangkan sisanya sekitar 8 ribu orang tetap dalam pendiriannya.

Tanya Jawab Seputar Tahkim Ali dan Muawiyah:

Berikut ini pembahasan tentang dua persoalan yang sering ditanyakan oleh sebagian kalangan. Semoga bisa memberikan kejelasan.

– Peristiwa tahkim daumatul jandal terjadi dalam perang

Peristiwa Tahkim Antara Ali bin abi Thalib dan Muawiyah bin Abi Sufyan terjadi dalam perang Shiffin pada bulan Ramadhan tahun 37 Hijriah di Daumatul Jandal. Daumatul jandal adalah wilayah yang berada di pertengahan antara Irak dan Syam.

Sebelum pertemuan di Daumatu Jandal ini sudah ada pertemuan pendahuluan antara Abu Musa Al-Asy’ari radhiyallahu ‘anhu sebagai wakil dari Ali bin Abi Thalib dengan ‘Amr bin Al-‘Ash radhiyallahu ‘anhu sebagai wakil dari Muawiyah bin Abi Sufyan di daerah Shifin pada bulan Shafar tahun 37 H.[ix]

– Nama tempat dilaksanakannya majelis tahkim adalah

Tempat pelaksanaan majelis tahkim antara ali dan muawiyah adalah di Daumatul jandal. Daumatul jandal adalah wilayah yang berada di pertengahan antara Irak dan Syam.

– Aliran apa saja yang muncul setelah peristiwa tahkim?

Aliran Yang Muncul Setelah Peristiwa Tahkim
Aliran Yang Muncul Setelah Peristiwa Tahkim

Aliran pemahaman yang menyimpang dari prinsip Islam yang benar telah muncul setelah peristiwa tahkim antara Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu dan Muawiyah radhiyallahu ‘anhu. Aliran ini terkenal dengan sebuatan khawarij.

Mereka tidak terima terhadap proses tahkim yang dilakukan oleh Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib karena dianggap menyimpang dari tuntunan al-Quran dalam menghadapi kaum pembangkang atau bughat.

Mereka sampai pada tingkatan mengkafirkan Ali bin Abi Thalib dan semua orang yang terlibat dalam peroalan tahkim tersebut dan berlepas diri dari mereka.

Mereka bahkan menyatakan semua orang tersebut pasti masuk neraka. Mereka juga menyatakan berlepas diri dari Al-Hasan dan al-Husain, serta mengkafirkan Khalifah Utsman bin ‘Affan radhiyallahu ‘anhu, juga Thalhah dan Zubair bin Awwam serta ‘Aisyah radhiyallahu ‘anhum jami’an.[x]

Demikianlah pembahasan tentang hikmah dan pengertian tahkim terkait peristiwa dalam perang Shifin. Semoga bermanfaat.

Bila ada kebenaran dalam tulisan ini maka itu dari Allah Ta’ala semata karena rahmat dan karunia-Nya. Dan bila ada kesalahan di dalamnya maka itu dari kami dan setan. Semoga Allah Ta’ala berkenan mengampuni semua kesalahan kami dan kaum Muslimin.

Tulisan tentang tahkim ini pertama kali diunggah pada 22 September 2021


[i] https://www.alukah.net/sharia/0/109793/

[ii] http://alyahyalawyer.com.sa/ar/home/article_details/26?b=all

[iii] http://arknowledge.net/articles/868

[iv] http://alyahyalawyer.com.sa/ar/home/article_details/26?b=all

[v] Ibid.

[vi] http://arknowledge.net/articles/868

[vii] Tarikh khulafa’, Prof.Dr. Ibrahim Al-Qurabi, Qisthi Press, Jakarta, 2009, hal. 829.

[viii]https://islamstory.com/ar/artical/19937/%D9%82%D8%B6%D9%8A%D8%A9_%D8%A7%D9%84%D8%AA%D8%AD%D9%83%D9%8A%D9%85_%D9%81%D9%89_%D8%A7%D9%84%D9%81%D8%AA%D9%86%D8%A9_%D8%A7%D9%84%D9%83%D8%A8%D8%B1%D9%89

[ix]https://islamstory.com/ar/artical/19937/%D9%82%D8%B6%D9%8A%D8%A9_%D8%A7%D9%84%D8%AA%D8%AD%D9%83%D9%8A%D9%85_%D9%81%D9%89_%D8%A7%D9%84%D9%81%D8%AA%D9%86%D8%A9_%D8%A7%D9%84%D9%83%D8%A8%D8%B1%D9%89

[x] https://dorar.net/firq/118/%D8%A7%D9%84%D9%85%D8%B7%D9%84%D8%A8-%D8%A7%D9%84%D8%B1%D8%A7%D8%A8%D8%B9:-%D9%88%D8%B3%D8%B7%D9%8A%D8%AA%D9%87%D9%85-%D9%81%D9%8A-%D9%85%D9%88%D9%82%D9%81%D9%87%D9%85-%D9%85%D9%86-%D8%A7%D9%84%D8%B5%D8%AD%D8%A7%D8%A8%D8%A9-%D8%B1%D8%B6%D9%8A-%D8%A7%D9%84%D9%84%D9%87-%D8%B9%D9%86%D9%87%D9%85

Print Friendly, PDF & Email

Leave a Comment