Bagaimana Hukum Membangun Masjid dengan Harta Haram? Padahal masjid adalah tempat ibadah umat Islam. Masjid merupakan tempat suci yang harus dijauhkan dari segala kotoran dan najis.
Lantas bolehkah membangun masjid dengan harta haram? Karena memang kadang terjadi seseorang yang mendapatkan harta haram atau dengan cara haram kemudian membangun masjid dengan uang tersebut.
Tulisan berikut mencoba untuk menjelaskan persoalan tersebut berdasarkan penjelasan dari ahli ilmu.
Jenis Harta Haram
Hal pertama yang harus diketahui adalah tentang jenis harta haram. Harta yang haram itu ada dua jenis:
1. Harta haram karena jenisnya (dzatnya)
Contoh harta haram karena dzatnya adalah harta rampasan dan harta curian.
Harta semacam ini tidak seorang pun boleh memanfaatkannya saat dia tahu bahwa itu harta curian dari seseorang bahkan wajib untuk mengembalikannya kepada pemiliknya.
2. Harta haram karena cara mendapatkannya.
Harta yang haram karena cara mendapatkannya adalah harta yang haram karena cara memperoleh harta tersebut diharamkan, seperti menjual minuman keras, muamalah dengan cara riba, honor penyanyi dan yang semacam itu.
Harta ini haram hanya bagi orang yang mencarinya dengan cara seperti itu saja.
Adapun orang lain yang mendapatkan uang tersebut darinya dengan cara yang mubah, maka tidak ada dosa baginya.
Hukum Membangun Masjid dengan Harta Haram
Terkait hukum membangun masjid sesuai definisi Islam dengan harta haram, berikut rinciannya:
1. Terkait dengan harta haram jenis pertama, yaitu yang haram karena jenisnya (dzatnya)
Cara taubat orang yang merampas harta ini adalah dengan mengembalikannya kepada pemiliknya. Orang yang merampas harta tidak boleh membagi dengan mendermakan harta itu untuk membangun masjid sementara dia mampu mengembalikannya kepada pemiliknya.
Akan tetapi, bila tidak bisa mengembalikan harta tersebut ke pemiliknya, seperti harta yang dirampas oleh sebagian pemerintah zalim dari rakyatnya, maka tidak mengapa untuk menginfakkannya untuk kemaslahatan kaum Muslimin, di antaranya membangun masjid.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah menjelaskan:
“Apabila harta itu telah diambil dengan cara yang tidak benar dan tidak memungkinkan untuk mengembalikannya kepada pemiliknya, seperti kebanyakan harta negara (maksudnya harta rakyat yang dirampas oleh penguasa), maka cara membantu pemanfaatan harta semacam ini untuk kepentingan kaum Muslimin seperti menyekat wilayah perbatasan (tsughur), membiayai para tentara yang berperang dan yang semacam itu, merupakan bentuk bantuan atas kebaikan dan takwa.
Karena yang menjadi kewajiban atas penguasa dalam harta semacam ini, yang tidak mungkin mengetahui pemiliknya dan mengembalikannya kepada mereka dan tidak pula kepada ahli warisnya, adalah dengan cara mengalokasikannya untuk kemaslahatan kaum Muslimin dengan diiringi taubat apabila sang penguasa itulah yang zhalim.
Ini merupakan pendapat jumhur ulama seperti Malik, Abu Hanifah dan Ahmad. Pendapat ini dinukil dari lebih dari satu sahabat Nabi dan dalil-dalil syar’i menunjukkan atas hal itu…”
[Majmu’ Al Fatawa (28/283) dan As – Siyasah Asy Syar’iyyah karya Ibnu Taimiyah hal. 66)]
Baca juga: Khutbah tentang Makan Harta Haram
2. Terkait dengan harta jenis kedua, yaitu haram karena cara mendapatkannya.
Harta semacam ini bila diambil oleh orang lain dari pemiliknya dengan cara yang mubah maka tidak berdosa.
Seperti bila menyumbangkannya untuk membangun masjid atau membayar upah pekerja masjid atau berinfak dari harta tersebut pada istri dan anak-anaknya, maka orang-orang (yang diberi harta tersebut) tidak diharamkan untuk memanfaatkannya.
Yang diharamkan hanyalah bagi orang yang memperoleh harta tersebut dengan cara yang haram saja. Dan cara taubat dari harta haram semacam ini adalah membebaskan diri darinya dan menyedekahkannya di jalan-jalan kebaikan di antaranya adalah membangun masjid.
Imam An Nawawi rahimahullah berkata,” Al Ghazali berkata,” Apabila dia memiliki harta haram dan ingin bertaubat dan bebas darinya, apabila harta itu ada pemiliknya yang sudah diketahui maka wajib untuk menyerahkannya kepadanya atau kepada yang mewakilinya.
Apabila pemiliknya telah meninggal maka wajib untuk membayarkannya kepada ahli warisnya. Apabila tidak diketahui pemiliknya dan sudah putus asa untuk mengetahuinya, maka selayaknya untuk mengalokasinnya untuk kemaslahatan umum kaum Muslimin, seperti jembatan, masjid-masjid dan seterusnya yang kaum Muslimin sama-sama berkepentingan di dalamnya. Jika tidak, maka disedekahkan kepada seorang fakir atau orang-orang fakir….”
Hingga An Nawawi berkata, ”Apa yang dikatakan oleh Al Ghazali ini juga disebutkan oleh sahabat-sahabat (ulama madzhab Syafi’i) yang lain, mereka mengatakan, ”Karena tidak diperbolehkan untuk menyia-nyiakan harta ini dan membuangnya ke laut. Dengan demikian tidak tersisa pilihan kecuali mengalokasikannya untuk kemaslahatan kaum Muslimin, wallahu a’lam.” [Al Majmu’ Karya An Nawawi (9/351)]
Baca juga: Hukum Membangun Masjid dengan Harta Zakat
Hukum Shalat di Masjid yang Dibangun dengan Uang Haram
Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah ditanya tentang hukum shalat di masjid yang dibangun dengan uang haram, maka beliau menjawab:
“Shalat di dalam masjid seperti itu boleh dan tidak berdosa. Karena orang yang membangunnya dengan harta haram bisa jadi ingin membebaskan diri dari harta haram yang dia peroleh dengan cara membangun masjid.
Ketika itu, pembangunanya terhadap masjid tersebut halal, jika dia bertujuan untuk membersihkan diri dari harta haram, meskipun membebaskan diri dari harta haram itu tidak diharuskan dalam bentuk membangun masjid.
Bahkan, bila dia mendermakannya dalam proyek-proyek sosial itu sudah bisa menjadi bentuk pembebasan dari harta haram.” [Majmu’ Fatawa ibni Utsaimin (12/ soal no.304). lihat juga Asy Syarh Al Mumti’ karya beliau juz 4 hal.344][i]
Demikian penjelasan hukum membangun masjid dengan harta haram. Adapun hukum uang haram untuk membeli inventaris masjid seperti membeli jam digital masjid, karpet masjid, sutrah shalat masjid, atau inventaris lainnya, perlu kajian yang lebih yang akan kami hadirkan.
Semoga memberikan kejelasan dan kemanfaatan bagi kaum Muslimin.
[i] Sumber: https://alimam.ws/ref/73 (dengan diringkas)