10+ Pelajaran dari Kisah Fitnah Kepada Aisyah Radhiyallahu ‘Anha

Kisah fitnah kepada Aisyah Radhiyallahu ‘anha memiliki banyak pelajaran. Ya, muslim mana yang tak tahu Aisyah radhiyallahu ‘anha? Wanita suci nan mulia anak orang mulia, Abu Bakar Ash Shiddiq radhiyallahu ‘anhu.

Beliau adalah istri tercinta dari penutup para Nabi, Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Wanita jujur dan selalu menjaga kesucian dirinya. Wanita agung ini pernah mendapat tuduhan jahat dari orang-orang munafik Madinah saat itu.

Kala itu, beliau diberitakan ke masyarakat Muslim Madinah saat itu bahwa dia telah berselingkuh dengan seorang shahabat yang dikenal kebaikan akhlak dan imannya, Shafwan bin Al Muathal As Sulami.

Tuduhan ini merupakan salah satu kejahatan orang munafik kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, keluarganya, dan kaum Muslimin.

Ini bukan tindak kriminal yang pertama dan bukan pula yang terakhir. Setelah kasus ini, dalam sejarah Islam tercatat, sekitar 4 tahun kemudian mereka melakukan tindak kriminal yang canggih tipu dayanya serta lebih terorganisir pada waktu itu.

Gerakan clandestine untuk memerangi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang melibatkan jaringan luar negeri. Melibatkan Imperium besar, yaitu Romawi. Tindak kriminal itu adalah pembangunan Masjid Dhirar.

Masjid yang berfungsi menjadi cover aktifitas persiapan perang dalam upaya mengusir Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para shahabatnya dari Madinah. Ini jelas sebuah gerakan makar terhadap kepemimpinan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam atas Negara Islam yang belum lama berdiri.

Untuk kasus ini Rasulullah mengambil tindakan keras. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam langsung memerintahkan untuk merobohkan dan membakar masjid tersebut. Ini sangat berbeda dengan kasus-kasus sebelumnya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersikap sabar, diam, dan penuh toleransi.

Termasuk dalam kasus tuduhan keji terhadap istrinya ini, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak memberikan sanksi hukum kepada orang munafik yang menjadi aktor intelektual penyebaran berita bohong tersebut.

Untuk mengetahui kronologi penyebaran berita bohong ini, berikut ini adalah penjelasan ringkas yang diambil dari kitab As Sirah An Nabawiyah Ash Shahihah, karya Dr. Akram Dhiya’ Al Umari.

Kelebihan buku ini adalah riwayat-riwayat yang ada dalam sirah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam itu dinilai keshahihannya berdasarkan kaidah para Ahli hadits.

Dengan demikian tingkat keshahihan kisah yang dinukil dalam buku ini menjadi lebih bisa dipertanggung jawabkan kebenarannya.

Dr Akram senantiasa memberikan footnote riwayat hadits yang terkait dengan kisah-kisah yang beliau ceritakan. Beliau juga menjelaskan derajat haditsnya berdasarkan penjelasan para Ahli Hadits.

Sumber: ytimg.com

Kronologi Munculnya Fitnah Terhadap Aisyah Radhiyallahu ‘anha

Dr Akram Al Umari menerangkan secara ringkas kisah tersebut sebagai berikut:

“Setelah orang-orang munafik gagal membangkitkan kembali fanatisme jahiliah, mereka menjadi kalap dan mencari-cari kesempatan untuk menyakiti Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam beserta keluarganya. Aisyah Radhiyallahu ‘anha ikut beliau ke Perang Bani Al-Musthaliq. Waktu itu Allah sudah mensyariatkan hukum kewajiban mengenakan hijab bagi kaum wanita.

Penyebab Aisyah Radhiyallahu ‘anha Tertinggal di perjalanan

Dalam perjalanan pulang ketika pasukan kaum Muslimin sudah dekat dari Madinah, Aisyah turun sebentar dari sekedupnya untuk suatu urusan. Ketika akan balik, ia kehilangan kalung yang dipakainya.

Seketika ia kembali lagi untuk mencari kalungnya tersebut. Sekedupnya diangkat oleh beberapa orang, lalu dinaikkan ke atas sebuah unta.

Mengira kalau Aisyah berada di dalamnya -karena ia bertubuh kecil dan ringan- mereka terus melanjutkan perjalanan pulang ke Madinah dan meninggalkan Aisyah di daerah Baida’. Pada saat itu ia telah menemukan kembali kalungnya.

Karena ditinggal oleh rombongan, terpaksa ia menunggu di tempat itu sendirian. Ia berharap mereka mengetahui kabarnya, lalu kembali lagi menjemputnya.

Pada saat itu Shafwan bin Al-Mu’aththal As-Sulami, seorang shahabat yang terkenal sangat baik, sedang lewat. Ia lalu mempersilahkan Aisyah untuk menaiki untanya, kemudian bertolak menuju Madinah.

Dan ia baru sampai di Madinah beberapa waktu setelah Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam tiba di Madinah.

Oleh orang-orang munafik peristiwa ini dibesar-besarkan. Mereka sengaja mengarang cerita yang bukan-bukan.

Tersebarnya Fitnah kepada Aisyah R.A. (Haditsul Ifki)

Abdullah bin Ubay bin Salul berhasil mempengaruhi Misthah bin Utsatsah, Hassan bin Tsabit, dan Hamnah binti Jahsy untuk ikut memperkeruh suasana.

Maka ‘Aisyah Radhiyallahu ‘anha telah dituduh berdasarkan kebohongan.

Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam merasa sedih mendengar tuduhan-tuduhan yang dilancarkan oleh kaum munafik. Hal itu beliau nyatakan terus terang kepada kaum Muslimin ketika mereka sedang berkumpul di masjid.

Beliau tetap percaya bahwa istrinya dan Shafwan bin Al-Mu’aththal adalah orang-orang yang jujur dan bersih.

Sa’ad bin Mu’adz menyatakan kesediaannya untuk membunuh orang yang menyebarkan isu tersebut, jika ia termasuk suku Aus. Mendengar hal itu Sa’ad bin Ubadah sangat marah dan menantang Mu’adz karena Abdullah bin Ubay itu dari suku Khazraj.

Hampir saja terjadi perkelahian massal antara suku Aus dan suku Khazraj di masjid, seandainya Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam tidak segera menenangkan emosi mereka.

Aisyah jatuh sakit. Dia minta izin kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk pergi ke rumah orang tuanya. Beliau tidak keberatan.

Mengetahui cerita bohong yang semakin meluas, ia tak henti-hentinya menangis. Ia sedang menunggu-nunggu sambil berharap semoga Allah memberitahukan kepada Nabi-Nya lewat mimpi yang benar bahwa ia tetap suci.

Pada waktu itu wahyu sempat terhenti selama sebulan sehingga membuat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa saIIam merasa sangat menderita. Orang-orang munafik itu telah menusuk kehormatan dan menyakiti beliau lewat istrinya.

Beliau sangat mengharapkan turunnya wahyu supaya batinnya menjadi tenang, mulut orang-orang munafik bungkam, dan beliau bisa kembali lagi bersama ‘Aisyah istri tercintanya dan bersama Abu Bakar orang yang juga sangat beliau sayangi.

Baca juga: Perbedaan Munafik dan Zindiq Dalam Islam

Tersingkapnya Tabir Fitnah Aisyah Radhiyallahu ‘Anha

Setelah sekian lama penantian, akhirnya Allah menurunkan wahyu lewat firman-Nya:

إِنَّ الَّذِينَ جَاءُوا بِالْإِفْكِ عُصْبَةٌ مِنْكُمْ

”Sesungguhnya orang-orang yang membawa berita bohong dari golongan kamu juga…. ” (An-Nur: 11)

Abu Bakar Radhiyallahu ‘anhu yang memberikan nafkah kepada kerabatnya bernama Misthah, saat itu bersumpah untuk menghentikannya.

Sehubungan dengan itu turunlah ayat:

وَلَا يَأْتَلِ أُولُو الْفَضْلِ مِنْكُمْ وَالسَّعَةِ أَنْ يُؤْتُوا أُولِي الْقُرْبَىٰ وَالْمَسَاكِينَ وَالْمُهَاجِرِينَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ ۖ وَلْيَعْفُوا وَلْيَصْفَحُوا ۗ أَلَا تُحِبُّونَ أَنْ يَغْفِرَ اللَّهُ لَكُمْ ۗ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ

Dan janganlah orang-orang yang mempunyai kelebihan dan kelapangan di antara kamu bersumpah bahwa mereka (tidak) akan memberi (bantuan) kepada kerabat(nya), orang-orang miskin dan orang-orang yang berhijrah di jalan Allah, dan hendaklah mereka memaafkan dan berlapang dada. Apakah kamu tidak suka bahwa Allah Mengampunimu? Dan Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang. [An Nur: 22]

Setelah turun ayat itu Abu Bakar kembali bersedia memberikan nafkah kepada Misthah.

Memang ada tiga orang Muslim yang terlibat dalam penyiaran isu berita bohong ini, tetapi dalangnya adalah orang-orang munafik para pengikut Abdullah bin Ubay bin Salul.

Nama ketiganya disebut karena mereka adalah orang-orang Muslim yang seharusnya tidak perlu terjebak oleh tali yang dipasang oleh orang-orang munafik.

Al-Qur’an Al-Karim mencela mereka:

لَوْلَا إِذْ سَمِعْتُمُوهُ ظَنَّ الْمُؤْمِنُونَ وَالْمُؤْمِنَاتُ بِأَنْفُسِهِمْ خَيْرًا وَقَالُوا هَٰذَا إِفْكٌ مُبِينٌ

Mengapa diwaktu kamu mendengar berita bohong itu orang-orang Mukminin dan Mukminat tidak bersangka baik terhadap diri mereka sendiri, dan (mengapa tidak) berkata, ‘ini adalah suatu berita bohong yang nyata. ” (An-Nur: 12)

Sebagian besar kaum Mukminin yakin dan percaya secara penuh terhadap kesucian keluarga Nabi. Begitu mendengar isu yang disebarkan oleh orang-orang munafik tersebut.

Abu Ayyub Al-Anshari mengatakan, “Mahasuci Engkau ya Allah. Kami tidak akan ikut membicarakan hal ini. Mahasuci Engkau ya Allah, ini adalah kebohongan yang sangat besar.

Hukuman Untuk Yang Terlibat Fitnah Haditsul Ifki

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa saIIam menyuruh untuk melaksanakan hukuman hadd qadzaf terhadap Misthah, Hassan bin Tsabit, dan Hamnah.

Sedangkan Abdullah bin Ubay bin Salul yang menjadi dalang berita bohong tersebut tidak dikenai sanksi hukuman had karena hukuman tersebut merupakan kaffarat atas pelanggaran dosa.

Sementara ia adalah orang yang sudah diancam oleh Allah dengan siksa yang sangat pedih di akhirat kelak. Jadi ia tidak perlu dijatuhi hukuman hadd.

Ada yang mengatakan karena tidak ada bukti yang ditinggalkannya. Ia mengaku tidak pernah menyebarkan berita bohong itu di hadapan orang-orang Mukminin.

Akan tetapi, ada beberapa riwayat hadits dhaif yang menyebutkan bahwa hukuman hadd juga dijatuhkan kepada gembong orang munafik ini.

Sesungguhnya peristiwa cerita bohong ini hampir saja menyulut lagi api fanatisme antara suku Aus dengan suku Khazraj ketika pemimpin mereka bersitegang di masjid dan di hadapan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Dan memang itulah tujuan orang-orang munafik. Mereka ingin menghancurkan persatuan kaum Muslimin sehingga rasa percaya mereka kepada pemimpin mereka menjadi goyah.

Mereka sengaja menyulut api fitnah. Tetapi Allah berkehendak lain sehingga Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan tenang mampu mengatasi mereka semua, menjaga persatuan mereka, dan berhasil keluar dari kesulitan.

Atas ketabahan, kesabaran, dan sikap tawakalnya kepada Allah, Aisyah Radhiyallahu ‘anha mendapatkan imbalan yang cukup. Berita kesuciannya diabadikan oleh Al-Qur’an yang akan selalu dibaca oleh manusia sepanjang zaman dan memiliki nilai ibadah dengan membacanya.

[As Sirah An Nabawiyah Ash Shahihah, Juz Pertama, Maktabah Ulum wal Hikam, Madinah Munawarah. Cetakan keenam, 1415 H/ 1994. Halaman: 410-413 ]

Pelajaran dari Kisah Fitnah Atas Aisyah Radhiyallahu ‘anha

Meskipun peristiwa fitnah tersebut sangat mengguncang jiwa Aisyah radhiyallahu ‘anha dan orang-orang mukmin di Madinah saat itu, namun ternyata Allah menyatakan bahwa dalam peristiwa tersebut terdapat pelajaran bagi individu dan Umat Islam.

Hal ini sebagaiman firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

لَا تَحْسَبُوهُ شَرّاً لَكُمْ بَلْ هُوَ خَيْرٌ لَكُمْ

“Janganlah kamu kira bahwa berita bohong itu buruk bagi kamu bahkan ia adalah baik bagi kamu..” [An Nur: 11]

Pelajaran Kisah Aisyah R.A. Menurut Dr. Sayyid Quthb

Ketika memberikan penjelasan tentang ayat ini (ayat terkait dengan fitnah kepada Aisyah Radhiyallahu ‘anha), Dr. Sayyid Quthb mengatakan:

“Benar, akibatnya baik bagi kaum Muslimin. Karena dengan kejadian itu tersingkaplah orang-orang yang melakukan konspirasi terhadap Islam melalui pribadi Rasulullah dan rumah tangganya. Peristiwa itu juga menyingkap bagi Jamaah kaum Muslimin tentang urgensi diharamkannya tuduhan (al Qazaf) dan menghukum para penuduh itu dengan hukuman hadd yang diwajibkan oleh Allah.

Ia juga menjelaskan tentang betapa bahaya yang mengancam kaum Muslimin, bila lidah-lidah orang dibebaskan menuduh wanita baik-baik dan menjaga dirinya. Bila hal itu dibiarkan, maka perilaku itu akan merajalela dan tidak akan berhenti di batas tertentu.

Bahkan, bisa menyentuh orang yang berderajat paling tinggi, orang paling penting dalam masyarakat. Jamaah itu pun akan kehilangan segala bentuk pencegahan, rasa bersalah dan rasa malu.

Peristiwa itu pun baik bagi kaum Muslimin karena ia telah menyingkap suatu tuntunan bagi jamaah dan manhaj terbaik dalam menghadapi peristiwa dahsyat seperti itu. Sementara penderitaan yang menimpa Rasulullah, rumah tangganya dan jamaah kaum Muslimin, merupakan ongkos dari percobaan itu, pajak bagi ujian itu yang wajib ditunaikan.

[Tafsir Fi zhilalil Quran, Sayyid Quthb, Jilid 8 Edisi Super Lux, Gema Insani, Jakarta, Cetakan ketiga, Jumadil Awal 1429/ Mei 2008. Halaman 220]

Pelajaran Menurut Syaikh Khalid Musthafa

Sedangkan pelajaran yang bisa diambil dari berita bohong yang menimpa Aisyah radhiyallahu ‘anha tersebut menurut Syaikh Khalid Musthafa secara garis besar adalah sebagai berikut:

  1. Berbahayanya kata dalam kehidupan orang-orang beriman.
  2. Bersangka baiklah terhadap apa saja yang Anda dengar perihal saudara Anda yang beriman.
  3. Memberikan bimbingan kepada orang-orang beriman mengenai apa yang harus mereka lakukan saat mendengar keburukan.
  4. Peringatan agar waspada terhadap orang-orang munafik.
  5. Orang mukmin kadang-kadang bisa terjerumus ke dalam kesalahan.
  6. Menyebarluaskan akhlak pemaaf dan suka berdamai di lingkungan masyarakat Muslim.
  7. Orang-orang mukmin harus bersikap waspada terhadap diri mereka sendiri.
  8. Pandangan Islam tentang penjagaan terhadap kehormatan.
  9. Urgensi memerangi perbuatan keji.
  10. Masyarakat yang memelihara dirinya dan mulia.[i]

Demikian sejumlah pelajaran dari kisah menyedihkan yang menimpa Ibunda kaum Mukminin ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha yang dilakukan oleh orang munafik.

Ternyata di dalamnya banyak kebaikan dan pelajaran bagi umat Islam setelahnya. Semoga Allah menyelamatkan kita dari maka orang munafik dan ciri dan sifat orang munafik. Amiin.

Semoga bermanfaat.

[i] http://www.manaratweb.com/2 -حديث الإفك دروس وعبر 

Leave a Comment