Sakit perut ketika iqomah?? Pernahkah anda mengalami sakit perut untuk buang air besar ketika iqomah? Apa yang anda lakukan?
Terkadang seseorang dalam keadaan sehat wal afiat berjalan menuju masjid dengan tenang tanpa beban apa pun. Saat tiba di masjid masih sempat shalat tahiyatul masjid.
Namun, bersamaan dengan berjalannya waktu, ketika jam iqomah digital berbunyi dan iqomah dikumandangkan, tiba-tiba muncul dorongan yang kuat untuk buang air besar (BAB).
Kadang situasi seperti ini diiringi dengan rasa sakit diperut. Maka muncul dilema, kalau pergi ke kamar mandi untuk buang hajat pasti akan ketinggalan shalat jamaah.
Namun bila tetap mempertahankan shalat jamaah, bisa dipastikan shalatnya tidak akan tenang dan khusyu’. Apalagi bila imamnya dikenal shalatnya tumakninah dan bacaan qurannya panjang. Semakin beratlah deritanya.
Terus bagaimana sebaiknya? Meninggalkan shalat jamaah ataukah melakukan BAB? Bila dilihat dari sudut pandang hukum fikih, shalat dengan menahan air kencing dan buang air besar itu tidak sampai menjadikan shalatnya tidak sah. Shalatnya hanya tidak sempurna.
Ini pendapat jumhur ulama yang menyatakan bahwa khusyu’ dalam shalat status hukumnya bukan wajib namun sunnah.
Sehingga hadits Nabi ﷺ yang menafikan (meniadakan) shalat bagi orang yang menahan air kencing dan BAB maksudnya menurut jumhur ulama tersebut adalah ditiadakan kesempurnaan shalatnya.
Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha dia berkata,
سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ لَا صَلَاةَ بِحَضْرَةِ الطَّعَامِ وَلَا هُوَ يُدَافِعُهُ الْأَخْبَثَانِ
”Aku mendengar Rasulullah ﷺ bersabda,”Tidak ada shalat di saat makanan sudah dihidangkan dan tidak pula bagi orang yang menahan buang air kecil dan buang air besar.” [Hadits riwayat Muslim no. 560]
Baca juga: Bila Tamu Datang Ketika Adzan
Namun demikian, melaksanakan shalat jamaah dalam kondisi semacam itu jelas sama sekali tidak mengenakkan. Bila seseorang meninggalkan keutamaan shalat jamaah karena udzur semacam itu maka dia tidak akan dianggap telah meninggalkan sebuah kewajiban.
Hal ini karena tidak bersegera menuju shalat jamaah karena adanya makanan yang sudah terhidang sementara perut dalam keadaan lapar saja justru dianjurkan oleh Nabi ﷺ, meski berakibat tertinggal dari shalat jamaah.
Padahal daya rusak konsentrasi dalam shalat yang ditimbulkan oleh perut yang sakit karena rasa ingin BAB jelas melebihi rasa ingin menyantap makanan yang sudah dihidangkan saat perut sedang dalam keadaan lapar.
Ini karena rasa ingin BAB yang kuat terus menerus dirasakan sedangkan hidangan yang ditinggal saat lapar hanya bersifat bayangan di benak saja. Tekanan psikisnya sangat jauh berbeda.
Oleh karenanya, bagi setiap muslim yang perutnya terasa sakit karena ingin BAB saat iqomah dikumandangkan sebaiknya tidak melakasanakan shalat jamaah terlebih dahulu. Namun diselesaikan saja hajatnya, baru melaksanakan shalat wajib walaupun sendirian.
Bila shalat jamaah sudah menjadi kebiasaannya, insyaallah pahala shalat jamaah masih tetap dicatat untuk dirinya karena udzurnya syar’i. Wallahu a’lam.
Lain halnya bila waktu shalat sudah begitu sempit. Bila seseorang BAB dikhawatirkan waktu shalatnya bisa hilang dan sudah masuk ke waktu shalat berikutnya, maka dia harus segera melaksanakan shalat wajib tersebut meski sambil menahan rasa sakit. Sebab, salah satu syarat sah shalat adalah dilaksanakan pada waktunya.
Jadi meninggalkan shalat jamaah karena BAB sudah tak tertahankan lagi bukan termasuk mengabaikan shalat jamaah. Karena waktu shalat masih longgar dan hal itu merupakan udzur yang bisa diterima secara syar’i untuk meninggalkan shalat jamaah. Wallahu a’lam.