Khutbah Pertama
اَلْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِيْ كَانَ بِعِبَادِهِ خَبِيْرًا بَصِيْرًا، تَبَارَكَ الَّذِيْ جَعَلَ فِي السَّمَاءِ بُرُوْجًا وَجَعَلَ فِيْهَا سِرَاجًا وَقَمَرًا مُنِيْرًا. أَشْهَدُ اَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وأَ شْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ ورَسُولُهُ الَّذِيْ بَعَثَهُ بِالْحَقِّ بَشِيْرًا وَنَذِيْرًا، وَدَاعِيَا إِلَى الْحَقِّ بِإِذْنِهِ وَسِرَاجًا مُنِيْرًا. اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كَثِيْرًا.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ اتَّقُواْ اللّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُم مُّسْلِمُونَ
أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُواْ رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُم مِّن نَّفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيراً وَنِسَاء وَاتَّقُواْ اللّهَ الَّذِي تَسَاءلُونَ بِهِ وَالأَرْحَامَ إِنَّ اللّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيباً
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلاً سَدِيداً يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَن يُطِعْ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزاً عَظِيماً
أَمَّا بَعْدُ
Pengantar
Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,
Marilah kita panjatkan puji syukur ke hadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala, yang telah melimpahkan rahmat dan nikmat yang tak terhingga kepada kita sekalian.
Pujian atas segala nikmat ini harus diiiringi dengan menggunakan semua nikmat Allah Ta’ala dalam kebaikan dan tidak menggunakannya dalam kemaksiatan. Inilah syukur yang dituntut dari Allah Ta’ala terhadap diri kita.
Untuk itu, marilah kita tingkatkan upaya kita untuk bertakwa kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, dengan menjalankan semua perintah-Nya semaksimal kemampuan yang kita miliki dan menjauhi segala larangan-Nya di mana saja kita berada.
Allah Subhanahu wa Ta’ala yang berfirman,
فَاتَّقُوا اللّٰهَ مَا اسْتَطَعْتُمْ
Maka bertakwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu [At-Taghabun: 16]
Shalawat dan salam semoga senantiasa dilimpahkan kepada Nabi kita yang mulia, Muhammad ﷺ , keluarganya, para sahabatnya dan siapa saja yang mengikuti sunnahnya dengan penuh keikhlasan dan kesabaran.
Idul Adha Akan Segera Menjelang
Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,
Saat ini kita berada di awal bulan Dzulhijjah, salah satu bulan haram, bulan yang dimuliakan dalam Islam. Di bulan ini, amal shaleh pahalanya dilipatgandakan. Demikian pula dengan kemaksiatan, dosanya juga dilipatgandakan.
Imam Al-Qurthubi rahimahullah berkata, “Sesungguhnya Allah Ta’ala bila mengagungkan sesuatu dari satu sisi saja maka sesuatu tersebut memiliki satu kehormatan. Dan apabila Allah mengagungkannya dari dua sisi atau lebih, maka kehormatannya juga bertambah banyak.
Maka hukuman bagi perbuatan buruk dalam hal itu dilipatgandakan, sebagaimana pahala amal shaleh juga dilipatgandakan.
Sesungguhnya siapa saja yang mentaati Allah di bulan haram, di negeri haram, pahalanya tidak sebagaimana pahala orang yang mentaati Allah di bulan halal (di luar bulan-bulan haram), di negeri haram.
Dan siapa saja yang mentaati Allah di bulan halal, di negeri haram, pahalanya tidak sebagaimana pahala orang yang mentaati Allah di bulan halal di negeri halal.[i]
Dengan demikian, sampainya kita di bulan Dzulhijjah ini merupakan rahmat dan karunia yang besar dari Allah Ta’ala, karena kita diberi kesempatan untuk beramal shaleh dengan pahala yang berlipat ganda.
Menyambut Idul Adha Dengan Amal Shaleh
Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,
Kita perlu menyambut hari raya Idul Adha dengan melakukan berbagai amal shaleh yang kita mampu semenjak hari pertama bulan Dzulhijjah. Sebab amal shaleh di sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah itu nilainya lebih tinggi dari hari-hari lainnya yang tersisa di bulan ini, apalagi di luar bulan Dzulhijjah.
Ada keutamaan khusus dari sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah. Rasulullah ﷺ menegaskan bahwa sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah adalah hari yang paling utama di dunia.
Hal ini sebagaimana dalam hadits Jabir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhu, dia berkata,”Rasulullah ﷺ bersabda,
أَفْضَلُ أَيَّامِ الدُّنْيَا أَيَّامُ الْعَشْرِ”، يَعْنِي: عَشْرَ ذِي الْحَجَّةِ، قِيلَ: وَلا مِثْلُهُنَّ فِي سَبِيلِ اللَّهِ؟ قَالَ: “وَلا مِثْلُهُنَّ فِي سَبِيلِ اللَّهِ إِلَّا رَجُلٌ عُفِّرَ وَجْهَهُ فِي التُّرَابِ”
”Hari- hari yang paling utama di dunia ini adalah sepuluh hari ini ; yaitu sepuluh hari pertama Dzulhijjah.” Ditanyakan kepada beliau,” Berjihad di jalan Allah tidak pula sebanding dengannya?”
Rasulullah ﷺ menjawab,” Jihad di jalan Allah juga tidak sebanding dengannya kecuali orang yang wajahnya tersungkur ke tanah (gugur syahid).”
[Hadits riwayat Al-Bazzar dan Ath-Thabrani. Al-Albani menshahihkannya di dalam Shahih Al-Jami’.]
Amal shalih di sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah adalah amal shalih yang paling dicintai oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Hal ini sebagaimana dalam hadits Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, dia berkata, ”Rasulullah ﷺ bersabda,
ما مِن أيَّامٍ العملُ الصَّالحُ فيها أحبُّ إلى اللهِ مِن هذه الأيَّامِ العَشْرِ، قالوا: يا رسولَ اللهِ، ولا الجهادُ في سبيلِ اللهِ؟ قال: (ولا الجهادُ في سبيلِ اللهِ إلَّا رجلٌ خرَج بنفسِه ومالِه، ثمَّ لم يرجِعْ مِن ذلك بشيءٍ
”Tidak ada hari-hari yang amal shalih di dalamnya itu lebih dicintai oleh Allah melebihi sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah ini.” Para sahabat bertanya,”Wahai Rasulullah ! Tidak pula jihad di jalan Allah?”
Beliau menjawab,”Tidak pula jihad di jalan Allah kecuali seseorang yang keluar berjihad dengan jiwanya dan hartanya kemudian tidak ada yang kembali sedikit pun dari keduanya itu (yaitu dia gugur syahid dan hartanya sirna).” [Hadits riwayat Al-Bukhari no. 969]
Oleh karena itu, setiap Muslim seyogyanya memanfaatkan sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah ini dengan memperbanyak ketaatan. Di antara ketaatan yang paling utama untuk dikerjakan adalah berdzikir kepada Allah Ta’ala.
Dzikir yang paling agung adalah membaca al-Quran, kemudian, mengucapkan takbir – Allahu akbar-; tahlil – Laa ilaaha illallah-; dan tahmid – Alhamdulillah.
Di dalam Musnad Imam Ahmad dan yang lainnya disebutkan bahwa Nabi ﷺ bersabda,
مَا مِنْ أيَّامٍ أَعْظَمُ عِنْدَ اللهِ وَلَا أحَبُّ إِلَيْهِ مِنَ الْعَمَلِ فِيْهِنَّ مِنْ هَذِهِ الْأَيَّامِ الْعَشْرِ؛ فَأَكْثِرُوا فِيْهِنَّ مِنَ التَّهْلِيْلِ، وَالتَّكْبِيْرِ، وَالتَّحْمِيْدِ
“Tidak ada hari yang lebih agung di sisi Allah dan amal di dalamnya tidak ada yang lebih dicintai Allah melebihi sepuluh hari ini ( yaitu sepuluh hari pertama Dzulhijjah). Maka, perbanyaklah membaca tahlil, takbir dan tahmid pada hari – hari tersebut.”
Cakupan amal shaleh itu meliputi semua fardhu dan wajib serta semua amal kebaikan dan ibadah sunnah baik berupa shalat, sedekah dan puasa, khususnya puasa Arafah.
Jadi setiap fardhu yang dilakukan di sepuluh hari pertama Dzulhijjah itu lebih utama daripada fardhu yang dilakukan di hari-hari lainnya.
Demikian pula dengan ibadah sunnah di sepuluh hari pertama Dzulhijjah itu lebih utama dari ibadah sunnah di hari-hari lainnya. Termasuk, meninggalkan segala larangan dan kemungkaran.
Siapa saja yang meninggalkan maksiat di sepuluh hari pertama Dzulhijjah maka tidak ragu lagi, pahalanya lebih utama dari meninggalkan maksiat di hari-hari selainnya.
Bahkan amal shaleh di sepuluh hari pertama Dzulhijjah itu lebih utama daripada jihad di jalan Allah Ta’ala , yang dilakukan di luar sepuluh hari pertama Dzulhijjah.[ii]
Padahal banyak sekali hadits shahih yang menerangkan bahwa jihad di jalan Allah Ta’ala merupakan amalan yang paling utama dan bahkan merupakan puncak dari Islam.
Sebagai contoh adalah hadits berikut:
Imam Al-Bukhari dan Muslim meriwayatkan dalam Shahih mereka dari hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwa Nabi ﷺ bersabda,
مَثَلُ المُجَاهِدِ فِي سَبِيلِ اللَّهِ كَمَثَلِ الصَّائِمِ الْقَائِمِ الْقَانِتِ بِآيَاتِ اللَّهِ، لَا يَفْتُرُ مِنْ صِيَامٍ وَلَا صَلَاةٍ حَتَّى يَرْجِعَ الْمُجَاهِدُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ
”Perumpamaan mujahid di jalan Allah adalah seperti orang yang berpuasa, dan qiyamul lail, serta terus menerus membaca ayat-ayat Allah. Dia tidak berhenti dari puasa dan shalat sampai mujahid di jalan Allah tersebut tersebut kembali ke rumah.”
[Hadits riwayat Al-Bukhari no. 2787 dan Muslim no. 1987]
Tidak ada seorang manusia pun yang sanggup untuk mencoba mengimbangi pahala jihad di jalan Allah Ta’ala. Ketika seorang Mujahid keluar dari rumahnya menuju medan jihad maka orang Muslim yang hendak mengimbangi pahalanya juga keluar dari rumahnya menuju masjid untuk shalat, berpuasa dan membaca al-quran tanpa henti sampai sang mujahid kembali.
Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu menceritakan ada seorang pria yang mendatangi Rasulullah ﷺ lalu berkata,”Beritahulah saya amal yang bisa mengimbangi jihad.”
Rasulullah ﷺ menjawab,
لَا أَجِدُهُ
”Aku tidak mendapatinya.” Lalu Rasulullah ﷺ bersabda,
هلْ تَسْتَطِيعُ إذَا خَرَجَ المُجَاهِدُ أنْ تَدْخُلَ مَسْجِدَكَ فَتَقُومَ ولَا تَفْتُرَ، وتَصُومَ ولَا تُفْطِرَ؟ قَالَ: ومَن يَسْتَطِيعُ ذلكَ؟!
”Apakah kamu sanggup ketika seorang mujahid berangkat (ke medan jihad) kamu masuk ke dalam masjidmu lalu kamu sholat tanpa berhenti dan kamu berpuasa tanpa berbuka?” Pria tadi menjawab,”Siapa yang sanggup melakukan hal itu?”
[Hadits riwayat Al-Bukhari 2785]
Namun demikian, amal shaleh di 10 hari pertama bulan Dzulhijjah lebih utama dari jihad di jalan Allah di luar hari tersebut. Yang bisa mengungguli keutamaan amal shalih di 10 hari pertama bulan Dzulhijjah hanyalah mujahid yang berjihad dengan hartanya sendiri dan nyawanya hingga gugur syahid.
Oleh karena itu, bila 10 hari pertama bulan Dzulhijjah ini tidak dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya maka akan merupakan kerugian besar bagi seorang Muslim. Wallahul Musta’aan.
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ, وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ, وَتَقَبَّلَ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ. أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَاسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ فَاسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ
Khutbah Kedua
الحَمْدُ لِلَّهِ عَلَى إِحْسَانِهِ وَ اْلشُكْرُ لَهُ عَلَى تَوْفِيْقِهِ وَ امْتِنَانِهِ، أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهَ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ تَعْظِيْمًا لِشَأْنِهِ وَ أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَ رَسُوْلُهُ الدَّاعِيْ إِلَى رِضْوَانِهِ. اللَّهُمَّ صَلِّ وَ سَلِّمْ عَلَى هَذَا النَّبِيِّ اْلكَرِيْمِ وَ عَلَى آلِهِ وَ أَصْحَابِهِ وَ مَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ. أَمَّا بَعْدُ
Jadikan Momen Idul Adha Penuh Makna
Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,
Sebagian ulama mengatakan bahwa zhahir hadits tentang keutamaan sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah itu menunjukkan bahwa ia lebih utama dari sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan.
Ada pula ulama yang menyatakan bahwa sepuluh hari pertama Dzulhijjah itu adalah hari-hari yang paling utama, sedangkan sepuluh hari terakhir Ramadhan adalah malam-malam yang paling utama karena adanya lailatul qadar di dalamnya.[iii]
Bila demikian halnya, marilah kita upayakan sekeras mungkin agar hari-hari pertama Dzulhijjah hingga hari raya Idul Adha benar-benar menjadi hari-hari yang penuh makna.
Maksudnya, jangan sampai berlalu sebagaimana hari-hari biasa. Kita harus memberi makna lebih dengan memenuhinya dengan berbagai amal shaleh semaksimal kemampuan yang kita miliki.
Kita sering mendapati ada momen-momen istimewa berupa adanya event besar bertaraf internasional yang waktunya sangat terbatas. Begitu banyak orang rela mengeluarkan biaya sangat besar, melakukan perjalanan sangat jauh dan menanggung segala resiko, demi sekedar bisa menyaksikan event tersebut.
Mereka bersedia melakukannya dan berkorban karena tidak ingin kehilangan momen istimewa tadi. Padahal itu hanyalah kesenangan sesaat yang terkadang di akhirat tidak ada manfaatnya sama sekali atau bahkan justru bisa menjadi masalah di akhirat bila ada maksiat di dalamnya.
Sementara momen hari-hari sebelum hari Idul Adha ini sama sekali tidak ada madharatnya, yang ada hanyalah maslahat. Tanpa biaya dan jelas bernilai luar biasa. Jadi jelas lebih layak untuk berjuang memaksimalkannya.Cuma, hasilnya tidak terlihat sekarang dan tidak langsung bisa dirasakan.
Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala mengaruniakan taufik dan hidayah-Nya kepada kita agar memiliki tekad yang kuat dan semangat yang tinggi untuk benar-benar memanfaatkan hari-hari pertama bulan Dzulhijjah hingga hari raya Idul Adha dengan sebaik-baiknya, dengan melakukan berbagai amal shaleh yang disyariatkan.
Doa Penutup
Demikianlah khutbah tentang menyambut Idul Adha yang bisa kami sampaikan. Semoga bermanfaat. marilah kita akhiri dengan berdoa kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala,
إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا
اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ، اللَّهُمَّ بَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلى آلِ إِبْرَاهِيْمَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ
اللهُمَّ اغْفِرْ لِلمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ، وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ، الْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْأَمْوَاتِ، اِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعْوَاتِ وَ قَاضِيَ الْحَاجَاتِ
اللَّهُمَّ أَعِزَّ الْإِسْلاَمَ وَ اْلمُسْلِمِيْنَ، وَأَذِلِّ اْلكُفْرَ وَاْلكَافِرِيْنَ يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ
اللَّهُمَّ أَلِّفْ بَيْنَ قُلُوْبِ اْلمُسْلِمِيْنَ عَلَى اْلحَقِّ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ،
اللَّهُمَّ أَصْلِحْ ذَاتَ بَيْنِهِمْ وَاهْدِهِمْ سُبُلَ السَّلَامِ وَانْصُرْهُمْ عَلَى عَدُوِّكَ وَعَدُوِّهِمْ يَا قَوِيُّ يَا عَزِيْزُ
رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِإِخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالْإِيمَانِ وَلَا تَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلًّا لِّلَّذِينَ آمَنُوا رَبَّنَا إِنَّكَ رَءُوفٌ رَّحِيمٌ
رَبَّنَا آَتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآَخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ
عباد الله: إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإِحْسَانِ وَإِيتَاءِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ .اُذْكُرُوْا اللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ، وَاشْكُرُوْهُ عَلَى نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ، وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ وَاللهُ يَعْلَمُ مَا تَصْنَعُوْنَ
[i] https://www.alukah.net/sharia/0/121267
[ii] https://www.dorar.net/hadith/sharh/119897
[iii] Ibid.
Baca Juga Tentang Khutbah Jum’at:
– Contoh Khutbah Jumat Singkat Padat dan Bermakna
– Khutbah Jumat Hikmah Ibadah Qurban
– Khutbah Jumat Keteladanan Nabi Ibrahim
– Khutbah Jumat Keutamaan Bulan Muharram