Hukum Lewat Depan Orang Shalat – Lewat di hadapan orang yang sedang shalat merupakan perbuatan yang diharamkan dan merupakan salah satu dosa besar.
Namun pertanyaannya, apa batasan jarak seseorang dilarang lewat di depan orang yang sedang shalat?
Kondisi Lewat Depan Orang Shalat
Berikut ini penjelasan secara ringkas dari Syaikh Muhammad bin Shalih al Munajjid tentang persoalan tersebut.
Beliau mengatakan bahwa orang yang lewat di depan orang shalat tidak akan keluar dari keadaan berikut ini:i
1. Melewati Tempat Sujud Orang Shalat
Lewat di muka orang yang sedang shalat yaitu di daerah antara tempat sujudnya dengan tempat berdirinya. Hal ini diharamkan dan bahkan termasuk salah satu dosa besar.
Hal ini berdasarkan sabda Nabi:
لَوْ يَعْلَمُ الْمَارُّ بَيْنَ يَدَيِ الْمُصَلِّي مَاذَا عَلَيْهِ مِنَ الإِثْمِ لَكَانَ أَنْ يَقِفَ أَرْبَعِينَ خَيْرًا لَهُ مِنْ أَنْ يَمُرَّ بَيْنَ يَدَيْهِ
”Andaikan seseorang yang lewat di hadapan orang yang sedang shalat itu mengetahui dosa perbuatan tersebut, niscaya berdiri selama 40 itu lebih baik baginya dari pada lewat di hadapannya.”
Abu Nadhr – salah satu perawi hadits ini – berkata,”Aku tidak tahu apakah beliau berkata 40 hari atau bulan atau tahun.” [Hadits riwayat Al-Bukhari 510 dan Muslim 507, dari Abu Juhaim radhiyallahu ‘anhu]
Dalam hal ini sama saja apakah orang yang sedang shalat itu menghadap sutrah ataukah tidak.
2. Lewat di daerah yang berada di luar tempat sujudnya.
Terkait melewati daerah yang berada di luar tempat sujud, maka hal ini ada dua keadaan:
- Pertama, orang yang shalat itu memakai sutrah shalat (pembatas)
Dalam hal ini diperbolehkan lewat di luar sutrah shalat tersebut. Hal ini berdasarkan sabda Nabi ﷺ:
إذا صلى أحدكم فليجعل تلقاء وجهه شيئا ، فإن لم يجد فلينصب عصا ، فإن لم يكن فليخط خطا ثم لا يضره من مر بين يديه
”Bila salah seorang dari kalian melaksanakan shalat maka taruhlah sesuatu di hadapannya. Bila tidak mendapatkan sesuatu maka tancapkanlah sebatang tongkat. Bila tidak ada maka buatlah sebuah garis. Setelah itu tidak akan membahayakannya orang yang lewat di hadapannya.”
[Hadits riwayat Ahmad (3/15), Ibnu Majah (3063) dan Ibnu Hibban (2361). Imam Ibnu Hajar berkata di dalam kitab Al-Bulugh (249),”Tidak benar orang yang menyatakan bahwa hadits ini mudhtharib.ii Bahkan hadits ini hasan.”
- Kedua, orang yang shalat itu tidak memakai sutrah.
Di sini, dia tidak memiliki batas kecuali tempat sujudnya. Inilah pendapat yang paling dekat (kepada kebenaran) dari berbagai pendapat ulama. Orang yang berusaha untuk lewat di dekat tempat sujudnya itu diperbolehkan.
Hal ini karena larangan yang disebutkan di dalam hadits di atas hanyalah bagi yang lewat di depan muka orang yang sedang shalat sementara tempat di dekat tempat sujudnya itu tidak termasuk di muka orang yang sedang shalat.
Syaikh ‘Utsaimin rahimahullah setelah menyebutkan perbedaan pendapat para ulama dalam hal jarak yang seseorang yang sedang shalat itu diperbolehkan untuk mencegah orang yang lewat di dalam jarak tersebut di hadapannya, berkata, ”Pendapat yang paling dekat (kepada kebenaran), jaraknya adalah antara kedua kakinya dengan tempat sujudnya.
Hal ini karena orang yang sedang shalat itu tidak layak atas area yang melebihi apa yang dia butuhkan dalam shalatnya. Maka dia tidak punya hak untuk melarang manusia dari apa yang dia tidak membutuhkannya.” [Syarh Al-Mumti’ 3/340]
Semua ini dengan catatan jika orang tadi shalat sendirian atau menjadi seorang imam. Namun jika dia menjadi makmum, maka sutrahnya imam merupakan sutrah bagi orang yang berada di belakangnya.
Al-Bukhari rahimahullah berkata, ”Bab Sutrah Imam merupakan Sutrah Bagi Orang-Orang yang Berada di Belakangnya.”
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَبَّاسٍ ، أَنَّهُ قَالَ : أَقْبَلْتُ رَاكِبًا عَلَى حِمَارٍ أَتَانٍ ، وَأَنَا يَوْمَئِذٍ قَدْ نَاهَزْتُ الِاحْتِلاَمَ ، وَرَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّي بِالنَّاسِ بِمِنًى إِلَى غَيْرِ جِدَارٍ ، فَمَرَرْتُ بَيْنَ يَدَيْ بَعْضِ الصَّفِّ فَنَزَلْتُ ، وَأَرْسَلْتُ الأَتَانَ تَرْتَعُ ، وَدَخَلْتُ فِي الصَّفِّ ، فَلَمْ يُنْكِرْ ذَلِكَ عَلَيَّ أَحَدٌ
Dari Abdullah bin Abbas, bahwa dia berkata,” Aku datang dengan menunggang keledai betina. Saat itu aku menjelang usia baligh. Rasulullah ﷺ sedang shalat di Mina tanpa menghadap ke dinding. Lalu aku lewat di depan sebagian barisan shalat.
Kemudian aku melepas keledai betina itu agar bebas mencari makan. Lalu aku masuk kembali ke dalam barisan shalat dan tidak ada seorang pun yang mengingkari perbuatanku tersebut.” [Hadits riwayat Al-Bukhari no. 76, Muslim no. 504].
Lihat Al-Mughni 2/42 dan 2/46.
Demikian tadi penjelasan Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Munajjid tentang hukum lewat di depan orang shalat. Semoga menjadi perhatian bagi kita semua.
Artikel ini ditulis oleh Tim Kajian Pabrik Jam Digital Masjid
i https://islamqa.info/ar/answers/26182/%D8%A7%D9%84%D9%85%D8%B1%D9%88%D8%B1%D8%A8%D9%8A%D9%86-%D9%8A%D8%AF%D9%8A-%D8%A7%D9%84%D9%85%D8%B5%D9%84%D9%8A
ii Mudhtharib adalah bentuk isim fa’il dari kata kerja Idhthoroba yang berarti semrawut dan tidak beraturan.
Adapun dalam ilmu hadits, hadits ini didefinisikan oleh sebagian ulama dengan :
“Hadits yang diriwayatkan dari berbagai bentuk yang berbeda-beda, yang semuanya sama kuatnya”
Maksud dari definisi tersebut adalah bahwa hadits Mudhtharib adalah hadits yang diriwayatkan dengan banyak bentuk yang berbeda-beda dan saling bertentangan, dimana tidak mungkin sama sekali bagi hadits itu untuk dikompromikan. Dan seluruh riwayat tersebut sama kuatnya dari semua sisi, yang tidak memungkinkan untuk mentarjih (memilih yang paling kuat) salah satunya dari yang lain. Lihat:https://www.alsofwah.or.id/cetakhadits.php?id=211