Pembahasan Asmaul Husna merupakan pembahasan penting dalam Aqidah Islam. Sebab, ia bagian dari iman kepada Asma dan Sifat Allah. Karenanya, kajian tentang asmaul husna ini ditulis dengan berbagai perspektif yang luas.
Semoga bermanfaat bagi pembaca, baik sebagai tambahan kajian ilmiah, materi bacaan, materi khutbah jum’at, ataupun untuk keperluan lainnya.
Pengertian Asmaul Husna
Yang dimaksud dengan Asmaul Husna adalah nama-nama yang Allah telah mengkhususkan dan menetapkannya untuk diri-Nya sendiri dan Rasulullah ﷺ juga tetapkan bagi Allah Ta’ala dan seluruh orang mukmin seluruhnya beriman kepada nama-nama tersebut.
[Mukhtashar Ma’arijul Qabul , karya Hisyam Alu ‘Uqdah (1418 H), Maktabah Al-Kautsar, Riyadh, cetakan kelima, halaman 28 dengan perubahan][i]
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan bahwa makna umum (dari asmaul husna) adalah bahwa sesungguhnya nama-nama Allah itu merupakan nama yang paling baik dan paling utama karena nama-nama tersebut mengandung makna-makna yang tinggi dan agung.
[Mu’taqod Ahlis Sunnah wal Jamaah fi Asmaaillahil Husna, karya Muhammad At-Tamimi (1999), Adhwaus Salaf , Riyadh, cetakan pertama, hal. 311-315 dengan perubahan.[ii]
Beriman dengan Asmaul Husna
Yang dimaksud dengan beriman dengan Asmaul Husna adalah beriman dengan nama-nama dan sifat-sifat yang Allah Ta’ala telah tetapkan untuk diri-Nya sendiri atau yang telah Rasul-Nya ﷺ tetapkan untuk Allah dalam hal nama-nama dan sifat -sifat, tanpa takyif (bertanya tentang bagaimana karakteristiknya), tamtsil (menyerupakan dengan makhluk), tahrif (melakukan perubahan) atau ta’thil (mengingkarinya).
Iman kepada Asmaaul Husna dan sifat-sifat Allah yang tinggi itu masuk ke dalam kategori beriman kepada Allah Ta’ala.[iii]
Tiga rukun beriman kepada Asmaul Husna
Menurut Dr. Sa’id bin Ali bin Wahf Al-Qahthani, ada 3 rukun dalam beriman kepada Asmaaul Husna, yaitu:
- Beriman kepada nama tersebut.
- Beriman kepada Dalâlah (penunjukkan ) makna-makna yang terkandung di dalam nama-nama tersebut.
- Beriman kepada Dalâlah (penunjukkan) pengaruh-pengaruh (dampak-dampak) di dalam nama-nama tersebut. [Syarh Asmaullah al-Husna Fi Dhauil Kitâbi was Sunnah, hal. 16, dengan perubahan][iv]
Kaidah-kaidah terkait Asmaul Husna
Ada empat kaidah yang penting yang harus dipahami dengan baik oleh seorang Muslim terkait Asmaul Husna. Dengan memahami kaidah ini dengan baik akan menghindarkan seorang Muslim dari terjatuh ke dalam kesalahan dalam persoalan Asmaul Husna.
Empat kaidah ini dijelaskan oleh Syaikh Muhammad bin shalih al-Utsaimin rahimahullah sebagai berikut
1. Seluruh nama-nama Allah adalah husna (indah).
Yakni sangat bagus, di puncak keindahan, karena ia mengandung sifat-sifat sempurna, tidak ada kekurangan padanya dari sisi mana pun. Allah berfirman,
وَلِلّهِ الأَسْمَاء الْحُسْنَى
”Dan Allah-mempunyai asma’ul husna (nama-nama yang indah).” [Al-A’raf: 180].
Contohnya: Ar-Rahman, salah satu nama Allah yang menunjukkan sebuah sifat agung, yaitu rahmat yang luas. Dari sini kita mengetahui bahwa ad-dahr bukan termasuk nama Allah, karena ia tidak mengandung makna yang sangat bagus. Dan sabda Nabi ﷺ ,
لَا تَسُبُّوا الدَّهْرَ فَإِنَّ اللَّهَ هُوَ الدَّهْرُ
”Jangan mencaci maki ad-dahr (masa) karena sesungguhnya Allah adalah (pengatur) masa.” [hadits riwayat Muslim (2246) dari Abu Hurairah]
maka maknanya adalah Allah pemilik dan pengaturnya berdasarkan dalil sabda Nabi ﷺ dalam riwayat kedua berikut ini, dari Allah,
بِيَدِي الْأَمْرُ أُقَلِّبُ اللَّيْلَ وَالنَّهَارَ
”Di tangan-Ku segala urusan, Aku membolak-balik siang dan malam.” [Hadits riwayat Al-Bukhari (7491) dan Muslim (2246)]
2. Nama-nama Allah tidak terbatas dengan jumlah tertentu.
Ini berdasarkan sabda Nabi ﷺ dalam hadits yang masyhur,
اللَّهُمَّ أَسْأَلُكَ بِكُلِّ اسْمٍ هُوَ لَكَ سَمَّيْتَ بِهِ نَفْسَكَ أَوْ أَنْزَلْتَهُ فِي كِتَابِكَ أَوْ عَلَّمْتَهُ أَحَدًا مِنْ خَلْقِكَ أَوْ اسْتَأْثَرْتَ بِهِ فِي عِلْمِ الْغَيْبِ عِنْدَكَ
”Ya Allah, aku memohon kepada-Mu dengan semua nama milik-Mu, yang dengannya Engkau menamakan Diri-Mu, atau Engkau menurunkannya dalam Kitab-Mu, atau Engkau mengajarkannya kepada salah seorang makhluk-Mu, atau Engkau simpan di ilmu ghaib di sisi-Mu.”
[Hadits shahih riwayat Ahmad (1/394, 452), Ibnu Hibban (2372), Al-Hakim (1/519), dishahihkan oleh Al-Albani di dalam Ash-shahihah (199)]
Apa yang Allah simpan di ilmu ghaib di sisi-Nya tidak mungkin dihitung dan tidak mungkin dijangkau (oleh daya manusia).
3. Nama-nama Allah tidak ditetapkan melalui akal, akan tetapi melalui syara’.
Nama-nama Allah bersifat tauqifiyah (hanya berlandaskan al Qur’an dan as-Sunnah). Penetapannya hanya bersandar kepada syara’, tidak ditambah dan tidak dikurangi, karena akal tidak mungkin mengetahui nama apa yang berhak disandang oleh Allah.
Maka dalam hal ini harus berpijak secara mumi kepada syara’. Di samping itu menisbatkan nama kepada Allah padahal Dia tidak menisbatkannya kepada Diri-Nya merupakan kejahatan terhadap-Nya, karena bersikap penuh adab kepada-Nya merupakan kewajiban.
Iman kepada nama Allah tidak terwujud kecuali dengan menetapkan semua itu.
Sebagai contoh, nama Allah yang tidak transitif adalah al ‘Azhim (Mahaagung), maka iman kepadanya tidak terwujud sehingga Anda; pertama, meyakininya sebagai salah satu nama Allah yang menunjukkan kepada Dzat Allah, dan kedua, menetapkan kandungannya berupa sifat yaitu al-Azhamah (keagungan).
Dan contoh nama Allah yang transitif adalah ar-Rahman, maka iman kepadanya tidak terwujud sehingga Anda; pertama, meyakininya sebagai salah satu nama Allah yang menunjukkan kepada Dzat-Nya, kedua, mengimani sifat yang dikandungnya yaitu ar-Rahmah (sayang), dan ketiga, pengaruh darinya yaitu bahwa Allah merahmati siapa yang Dia kehendaki.[v]
Jumlah Asmaul Husna
Jumlah Asmaul Husna berdasarkan kaidah ke dua tentang Asmaul Husna yang disebutkan oleh Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin di atas adalah tidak terbatas hanya pada 99 nama yang telah beredar luas di tengah masyarakat.
Memang ada sebuah hadits shahih yang menyebutkan bahwa Allah memiliki 99 Asmaul Husna, yaitu:
إِنَّ لِلَّهِ تِسْعَةً وَتِسْعِينَ اسْمًا مِائَةً إِلَّا وَاحِدًا مَنْ أَحْصَاهَا دَخَلَ الْجَنَّةَ
“Sesungguhnya Allah mempunyai sembilan puluh sembilan nama, seratus kurang satu; barangsiapa meng-ihsha’nya (menghafalnya) maka dia masuk surga.” [Hadits riwayat Al-Bukhari (6410) dan Muslim (2677)
Menurut Syaikh al-‘Utsaimin rahimahullah, hadits tersebut tidak bermakna membatasi jumlah nama Allah hanya 99. Beliau menyatakan, ” Makna hadits ini, di antara nama-nama Allah, ada sembilan puluh sembilan nama, siapa yang meng-ihsha’ (menghafal) sembilan puluh sembilan nama ini, maka dia masuk surga.
Ini bukan berarti pembatasan terhadap nama-nama Allah dengan jumlah sembilan puluh sembilan saja. Sama dengan hal itu kalau Anda berkata, ”Aku mempunyai seratus dirham yang aku siapkan untuk sedekah.”
Ini tidak berarti bahwa hanya itu uang Anda. Ada kemungkinan Anda masih mempunyai uang lain yang Anda siapkan untuk selain sedekah.[vi]
Daftar 99 Asmaul Husna
Di masyarakat Muslim telah beredar luas 99 nama Allah . Rincian nama-nama ini biasa ditulis di sampul dalam Mushaf Al-Quran di Indonesia. Hal ini disandarkan kepada sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam At -Tirmidzi.
Menurut Imam An-Nawawi, hadits riwayat At-Tirmidzi yang menentukan nama-nama Allah yang baik (Asmaul Husna) dan membatasinya ke dalam 99 nama adalah hadits dha’if. Sementara itu Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan di dalam Al-Fatawa (5/317) bahwa tidak ada hadits shahih dari Nabi ﷺ yang menentukan 99 nama Allah.
Sedangkan yang telah tersebar luas di masyarakat tentang 99 nama tersebut adalah hadits at-Tirmidzi yang diriwayatkan oleh Al-Walid bin Muslim dari Syu’aib dari Abu Hamzah. Para Hafizh Ahli hadits berkata, “Penambahan ini (yaitu rincian 99 Asmaul Husna di hadits Tirmidzi, pent) adalah nama-nama yang dikumpulkan oleh Al-Walid bin Muslim dari para syaikhnya dari kalangan ahli hadits.[vii]
Tabel Asmaul Husna Arab, Latin, Arti
No | Arab | Latin | Arti |
1. | الرَّحْمَنُ | Ar-Rahmân | Yang Maha Pengasih |
2. | الرَّحِيمُ | Ar-Rahîm | Yang Maha Penyayang |
3. | الْمَلِكُ | Al-Malik | Yang Maha Merajai |
4 | الْقُدُّوسُ | Al-Quddûs | Yang Maha Suci |
5 | السَّلاَمُ | As-Salâm | Yang Maha Memberi Keselamatan |
6 | الْمُؤْمِنُ | Al-Mukmin | Yang Maha Memberi Keamanan |
7 | الْمُهَيْمِنُ | Al-Muhaimin | Yang Maha Memelihara |
8 | الْعَزِيزُ | Al-‘Azîz | Yang Maha Perkasa |
9 | الْجَبَّارُ | Al-Jabbâr | Yang Maha Memaksa (para hamba-Nya sesuai dengan yang Dia kehendaki baik berupa perintah atau larangan) |
10 | الْمُتَكَبِّرُ | Al-Mutakabbir | Yang Maha Memiliki Keagungan (Dzat yang tidak tersentuh oleh kezaliman hamba-Nya, karena dia Maha Agung lagi Maha Besar.) |
11 | الْخَالِقُ | Al-Khâliq | Yang Maha Pencipta |
12 | الْبَارِئُ | Al-Bâri’ | Yang Maha Mengadakan |
13 | الْمُصَوِّرُ | Al-Mushawwir | Dzat Yang Membentuk Rupa |
14 | الْغَفَّارُ | Al-Ghaffar | Yang Maha Pengampun |
15 | الْقَهَّارُ | AL-Qahhâr | Yang Maha Menundukkan Segala Sesuatu |
16 | الْوَهَّابُ | Al-Wahhâb | Yang Maha Memberi Karunia |
17 | الرَّزَّاقُ | Ar-Razzâq | Yang Maha Menjamin Rezeki |
18 | الْفَتَّاحُ | Al-Fattâh | Yang Maha Memberi Keputusan |
19 | اَلْعَلِيْمُ | Al-‘Alîm | Yang Maha Mengetahui (segala rahasia dan segala yang tersembunyi dari jangkauan ilmu makhluk) |
20 | الْقَابِضُ | Al-Qâbidh | Yang Maha Menyempitkan rezeki (dengan hikmah-Nya) |
21 | الْبَاسِطُ | Al-Bâsith | Yang Maha Meluaskan rezeki (dengan kemurahan-Nya) |
22 | الْخَافِضُ | Al-Khâfidh | Yang Maha Merendahkan (para tiran dan orang yang sombong) |
23 | الرَّافِعُ | Ar-Râfi’ | Yang Maha Meninggikan (para wali-Nya dengan ketaatan mereka) |
24 | الْمُعِزُّ | Al-Mu’izz | Yang Maha Memuliakan (para wali-Nya dengan surga) |
25 | المُذِلُّ | Al-Mudzill | Yang Maha Menghinakan (orang -orang kafir dengan kekal di neraka) |
26 | السَّمِيعُ | As-Samî’ | Yang Maha Mendengar |
27 | الْبَصِيرُ | Al-Bashîr | Yang Maha Melihat |
28 | الْحَكَمُ | Al-Hakam | Yang Maha Menetapkan Hukum (yang bila menetapkan suatu hukum maka hukum-Nya tidak bisa ditolak atau dihindari.) |
29 | الْعَدْلُ | Al-‘Adl | Yang Maha Adil |
30 | اللَّطِيفُ | Al-Lathîf | Yang Maha Lembut |
31 | الْخَبِيرُ | Al-Khabîr | Yang Maha Mengetahui Hakikat Segala Sesuatu |
32 | الْحَلِيمُ | Al-Halîm | Yang Maha Penyantun |
33 | الْعَظِيمُ | Al-‘Azhîm | Yang Mahaagung |
34 | الْغَفُورُ | Al-Ghafûr | Yang Maha Memberi Ampunan |
35 | الشَّكُورُ | Asy-Syakûr | Yang Maha Membalas Budi |
36 | الْعَلِيُّ | Al-‘Aliyy | Yang Maha Tinggi |
37 | الْكَبِيرُ | Al-Kabîr | Yang Maha Besar |
38 | الْحَفِيظُ | Al-Hafîzh | Yang Maha Menjaga (siapa yang Dia kehendaki dari keburukan) |
39 | المُقيِت | Al-Muqît | Yang Maha Pemberi Kecukupan |
40 | الْحسِيبُ | Al-HasîbHH | Allah Yang Maha Pembuat Perhitungan (Hisab) (para hamba-Nya) |
41 | الْجَلِيلُ | Al-Jalîl | Yang Maha Luhur |
42 | الْكَرِيمُ | Al-Karîm | Yang Maha Pemurah |
43 | الرَّقِيبُ | Ar-Raqîb | Yang Maha Mengawasi |
44 | الْمُجِيبُ | Al-Mujîb | Yang Maha Mengabulkan (permohonan hamba-Nya) |
45 | الْوَاسِعُ | Al-Wâsi’ | Yang Maha Luas (pemberian-Nya) |
46 | الْحَكِيمُ | Al-Hakîm | Yang Maha Bijaksana |
47 | الْوَدُودُ | Al-Wadûd | Yang Maha Mengasihi (orang-orang yang Shalih |
48 | الْمَجِيدُ | Al-Majîd | Yang Maha Luas kemurahan-Nya dan Tinggi kekuasaan-Nya. |
49 | الْبَاعِثُ | Al-Bâ’its | Yang Maha Membangkitkan (makhluk pada hari kiamat) |
50 | الشَّهِيدُ | Asy-Syahîd | Yang Maha Menyaksikan (tidak ada sesuatu yang tersembunyi dari Ilmu-Nya) |
51 | الْحَقُّ | Al-Haq | Yang Maha Benar |
52 | الْوَكِيلُ | Al-Wakîl | Yang Maha Pelindung |
53 | الْقَوِيُّ | Al-Qawiyy | Yang Maha Kuat |
54 | الْمَتِينُ | Al-Matîn | Yang Maha Kokoh (kekuatan-Nya) |
55 | الْوَلِيُّ | Al-Waliyy | Yang Maha Melindungi |
56 | الْحَمِيدُ | Al-Hamîd | Yang Maha Terpuji |
57 | الْمُحْصِي | Al-Muhshi | Yang Maha Menghitung (segala sesuatu baik secara ilmu maupun jumlah) |
58 | الْمُبْدِئُ | Al-Mubdi’ | Yang Maha Memulai (segala sesuatu dan mengadakannya dari tidak ada) |
59 | الْمُعِيدُ | Al-Mu’îd | Yang Maha Mengembalikan (makhluknya setelah hidup kepada kematian kemudian mengembalikannya setelah kematian kepada kehidupan) |
60 | الْمُحْيِي | Al-Muhyi | Yang Maha Menghidupkan |
61 | اَلْمُمِيتُ | Al-Mumît | Yang Maha Mematikan |
62 | الْحَيُّ | Al-Hayy | Yang Maha Hidup |
63 | الْقَيُّومُ | Al-Qayyûm | Yang Maha Berdiri Sendiri Yang Terus Menerus Mengurus Makhluk-Nya |
64 | الْوَاجِدُ | Al-Wâjid | Yang Maha Kaya (yang tidak butuh kepada sesuatu) |
65 | الْمَاجِدُ | Al-Mâjid | Yang Maha Luas Kemuliaan-Nya |
66 | الْواحِدُ | Al-Wâhid | Yang Maha Tunggal (yang tidak ada tandingannya dan tidak ada yang semisalnya) |
67 | اَلاَحَدُ | Al-Ahad | Yang Maha Esa (dengan segala kesempurnaan, keagungan, keindahan dan segala sifat kesempurnaan lainnya tanpa ada tandingan dan padanan) |
68 | الصَّمَدُ | Ash-Shamad | Allah Yang Seluruh Makhluk Bergantung kepada-Nya |
69 | الْقَادِرُ | Al-Qâdir | Allah Yang Maha Kuasa (atas segala sesuatu, tidak terkena rasa lemah dan lesu dan tidak ada sesuatu yang melemahkan-Nya)/ Maha Menentukan Takdir |
70 | الْمُقْتَدِرُ | Al-Muqtadir | Yang Maha Berkuasa (yang mustahil ada sesuatu yang mampu menahan-Nya) |
71 | الْمُقَدِّمُ | Al-Muqaddim | Yang Maha Mendahulukan |
72 | الْمُؤَخِّرُ | Al-Muakhkhir | Yang Maha Mengakhirkan |
73 | الأوَّلُ | Al-Awwal | Yang Maha Awal (yang tidak ada sesuatu pun sebelum Dia) |
74 | الآخِرُ | Al-Âkhir | Yang Maha Akhir (yang tetap ada setelah sirnanya seluruh makhluk) |
75 | الظَّاهِرُ | Azh-Zhâhir | Allah Dzat yang Mahatinggi yang tidak ada sesuatu yang di atas Allah Ta’ala |
76 | الْبَاطِنُ | Al-Bâthin | Yang Maha Dekat (tidak ada yang lebih dekat kepada sesuatu kecuali Allah) |
77 | الْوَالِي | Al-Wâli | Yang Maha Melindungi |
78 | الْمُتَعَالِ | Al-Muta’âl | Yang Maha Tinggi (dengan Dzat, kekuasaan dan kekuatan-Nya) |
79 | الْبَرُّ | Al-Barr | Yang Maha Baik |
80 | التَّوَابُ | At-Tawwâb | Yang Maha Menerima Taubat |
81 | الْمُنْتَقِمُ | Al-Muntaqim | Yang Maha Membalas (memberikan hukuman kepada orang-orang zhalim) |
82 | العَفُوُّ | Al-‘Afuww | Yang Maha Memaafkan |
83 | الرَّؤُوفُ | Ar-Raûf | Yang Maha Penyantun |
84 | مَالِكُ الْمُلْكِ | Malikul Mulki | Yang Maha Memiliki Seluruh Kekuasaan |
85 | ذُوْ اْلجَلَالِ وَالإِكْرَامِ | Dzul Jalâli wal Ikrâm | Yang Maha Memiliki Keagungan dan Kemuliaan |
86 | الْمُقْسِطُ | Al-Muqshith | Yang Maha Adil (dalam hukum-Nya, suci dari dari kezaliman dan kesewenang-wenangan) |
87 | الْجَامِعُ | Al-Jâmi’ | Yang Maha Mengumpulkan (seluruh makhluk pada hari kiamat) |
88 | الْغَنِيُّ | Al-Ghaniyy | Yang Maha Kaya (yang tidak butuh kepada makhluk-Nya dan seluruh makhluk butuh kepada-Nya) |
89 | الْمُغْنِي | Al-Mughniyy | Yang Maha Memberi Kekayaan (kepada siapa yang Dia kehendaki) |
90 | اَلْمَانِعُ | Al-Mâni’ | Yang Maha Menghalagi (siapa yang Dia kehendaki dari apa yang Dia kehendaki) |
91 | الضَّارَّ | Adh-Dhâr | Yang Maha Memberi Mudharat (kepada siapa yang Dia kehendaki) |
92 | النَّافِعُ | An-Nâfi’ | Yang Maha Memberi Manfaat (kepada siapa yang Dia kehendaki) |
93 | النُّورُ | An-Nûr | Yang Maha Memberi Cahaya (petunjuk kepada orang-orang yang sesat) |
94 | الْهَادِي | Al-Hâdi | Yang Maha Memberi Petunjuk |
95 | الْبَدِيعُ | Al-Bâdi’ | Yang Maha Pencipta (sesuatu yang belum pernah ada sebelumnya) |
96 | اَلْبَاقِي | Al-Bâqi | Yang Maha Kekal |
97 | الْوَارِثُ | Al-Wârits | Yang Maha Mewarisi |
98 | الرَّشِيدُ | Ar-Rasyîd | Yang Maha Pemberi Petunjuk (dan membimbing hamba-hamba-Nya menuju kebaikan) |
99 | الصَّبُورُ | Ash-Ashabûr | Yang Maha Sabar |
Keutamaan menghafal Asmaul Husna
Di dalam hadits shahih disebutkan bahwa Rasulullah ﷺ bersabda:
إِنَّ لِلَّهِ تِسْعَةً وَتِسْعِينَ اسْمًا مِائَةً إِلَّا وَاحِدًا مَنْ أَحْصَاهَا دَخَلَ الْجَنَّةَ
“Sesungguhnya Allah mempunyai sembilan puluh sembilan nama, seratus kurang satu; barangsiapa meng-ihsha’nya (menghafalnya) maka dia masuk surga.” [Hadits riwayat Al-Bukhari (6410) dan Muslim (2677)
Pengertian dari Ihsha’ menurut Imam An Nawawi rahimahullah, pendapat yang kuat tentang makna أَحْصَاهَا “ahshaaha” adalah menghafalnya. Ini sebagaimana tafsiran yang diberikan oleh Al-Bukhari.[viii]
Namun menurut Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqalani yang dimaksud dengan ihsha’ Asmaaul Husna adalah:
- Menghafalnya
- Memahami maknanya
- Berakhlaq dengan makna-maknanya.
Sedangkan Al-Imam Ibnul Qayim menambahkan dengan berdoa kepada Allah Ta’ala dengan Asmaul Husna.[ix]
Cara berdzikir/berdoa dengan Asmaul Husna
Cara bedzikir atau berdoa dengan Asmaul Husna sebenarnya sudah dicontohkan secara langsung oleh Rasulullah ﷺ dalam berbagai kesempatan doa dan dzikir beliau. Misalnya, setiap pagi dan sore hari kita dituntunkan untuk membaca dzikir berikut ini:
يَا حَيُّ يَا قَيُّوْمُ بِرَحْمَتِكَ أَسْتَغِيْثُ، وَأَصْلِحْ لِيْ شَأْنِيْ كُلَّهُ وَلاَ تَكِلْنِيْ إِلَى نَفْسِيْ طَرْفَةَ عَيْنٍ أَبَدًا
“Yaa hayyu yaa qoyyum bi rahmatika astaghiits, wa ash-lihlii sya’nii kullahu wa laa takilnii ilaa nafsii tharfata ‘ainin abadan .”
Wahai Rabb Yang Maha Hidup, wahai Rabb Yang Berdiri Sendiri tidak butuh segala sesuatu, dengan rahmat-Mu aku minta pertolongan, perbaikilah segala urusanku dan jangan diserahkan kepadaku sekali pun sekejap mata tanpa mendapat pertolongan dari-Mu selamanya.”
(HR. Ibnu As Sunni dalam ‘Amal Al-Yaum wa Al-Lailah no. 46, An-Nasa’i dalam Al-Kubra 381: 570, Al-Bazzar dalam musnadnya 4/ 25/ 3107, Al-Hakim 1: 545. Sanad hadits ini hasan sebagaimana dikatakan oleh Syaikh Al-Albani dalam Silsilah Al-Ahadits Ash-Shahihah no. 227).
Cara mengamalkan Asmaul Husna dalam kehidupan sehari-hari
Mengenai cara mengamalkan Asmaul Husna daam kehidupan sehari -hari adalah sebagaimana yang diterangkan oleh al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqalani dan al Imam Ibnul Qayyim tentang makna ihsha’ Asmaul Husna.
Di situ dijelaskan ada empat tahapan yang harus dilakukan. Yaitu, menghafalnya, memahami maknanya, berakhlak dengan kandungan maknanya dan berdoa dengan Asmaaul Husna. Misalnya, nama Allah Al-Lathif.
Langkah pertama adalah menghafal nama tersebut. Yang kedua memahami maknanya, yaitu Dzat Yang Maha Lembut/Halus.
Berikutnya adalah berakhlak dengan kandungan makna yang ada dalam nama tersebut. Caranya adalah dengan bersikap lembut, lunak kepada makhluk Allah Ta’ala baik itumanusia, hewan atau pohon.
Bila seorang anak manusia yang berperangai dan berperilaku lembut itu bernama Abdul Lathif maka betapa indahnya hal tersebut.
Bentuk pengamalan yang lain dari nama al-Lathif adalah dengan berdoa menggunakan nama tersebut. Karena berdoa dengan Asmaaul Husna memang diperintahkan langsung oleh Allah Ta’ala dalam firman-Nya:
وَلِلَّهِ الْأَسْمَاءُ الْحُسْنَىٰ فَادْعُوهُ بِهَا
”Dan Allah memiliki nama-nama yang indah maka berdoalah kepada-Nya dengan Asmaaul Husna tersebut.” [Al-A’raf: 80]
Contoh penggunaan nama Al-Lathif dalam doa misalnya dengan mengatakan, ” Yaa Lathif ! Ringankanlah musibah yang menimpa kami ini.” [x]
Urgensi mengetahui Asmaul Husna dan sifat-sifat Allah yang tinggi
Dr. Syarif Fauzi Sulthan menjelaskan betapa pentingnya mengetahui Asmaul Husna dan sifat-sifat Allah yang tinggi. Di antara urgensinya adalah sebagai berikut:
- Mengetahui Asmaul Husna merupakan salah satu sebab terbesar masuk ke dalam Surga.
- Mengetahui Asmaul Husna dan sifat-sifat Allah yang tinggi adalah jalan utama untuk mengenal Allah.
- Mengetahui Asmaul Husna dan sifat-sifat Allah yang tinggi adalah pokok segala ibadah.
- Mengetahui Asmaul Husna merupakan salah satu sebab terbesar dikabulkannya doa.
- Allah Ta’ala mencintai orang yang mencintai nama-nama-Nya yang indah (Asmaaul Husna) dan sifat-sifat-Nya yang tinggi.
- Siapa yang mengetahui Asmaul Husna dan sifat-sifat Allah yang tinggi sebagaimana mestinya berarti sudah mengetahui segala sesuatu.
- Mengetahui Asmaul Husna dan sifat-sifat Allah yang tinggi akan membuahkan rasa takut kepada Allah.
- Mengetahui Asmaul Husna dan sifat-sifat Allah yang tinggi merupakan jalan menuju keselamatan dari kemaksiatan dan bersiap melakukan ketaatan.
- Mengetahui Asmaul Husna dan sifat-sifat Allah yang tinggi merupakan jalan untuk menghiasi diri dengannya sesuai dengan keadaannya sebagai hamba.
- Mengetahui Asmaul Husna dan sifat-sifat Allah yang tinggi merupakan jalan menuju perbaikan hati dan pembersihan jiwa.[xi]
Buah-buah mengetahui Asmaul Husna
Berma’rifah terhadap Asmaul Husna itu akan membuahkan berbagai hal yang baik dan mulia. Di antara buah ma’rifah (mengetahui) Asmaul Husna adalah sebagai berikut:
- Beriman kepada Alah yang Mahaagung.
- Merealisasikan kemuliaan ilmu tentang Allah Ta’ala.
- Berbahagia karena adanya kesesuaian antara aktifitas dalam kehidupan dengan tujuan hidup.
- Berdoa dengan Asmaul Husna menjadikan doa itu mustajab.
- Ihsha’ Asmaul Husna (mengetahui Asmaul Husna, memahami maknanya dan beribadah kepada Allah sesuai tuntutan makna dari Asmaul Husna) adalah salah satu pintu menuju Surga.[xii]
Demikian tadi ulasan tentang Asmaul Husna dari berbagai sisinya. Semoga bermanfaat. Apabila ada kebenaran maka itu semata karena rahmat Allah Ta’ala. Namun, bila terdapat kesalahan dan penyimpangan maka itu dari kami dan dari setan.
Semoga Allah mengampuni kesalahan kami dan seluruh kaum Muslimin.
[i]https://mawdoo3.com/%D8%AA%D8%B9%D8%B1%D9%8A%D9%81_%D8%A3%D8%B3%D9%85%D8%A7%D8%A1_%D8%A7%D9%84%D9%84%D9%87_%D8%A7%D9%84%D8%AD%D8%B3%D9%86%D9%89
[ii] Ibid
[iii]https://islamqa.info/ar/answers/249293/%D8%A7%D9%84%D9%85%D9%86%D9%87%D8%AC%D8%A7%D9%84%D8%AD%D9%82%D9%81%D9%8A%D8%A7%D9%84%D8%A7%D9%8A%D9%85%D8%A7%D9%86%D8%A8%D8%A7%D8%B3%D9%85%D8%A7%D8%A1%D8%A7%D9%84%D9%84%D9%87%D9%88%D8%B5%D9%81%D8%A7%D8%AA%D9%87
[iv]https://mawdoo3.com/%D8%AA%D8%B9%D8%B1%D9%8A%D9%81_%D8%A3%D8%B3%D9%85%D8%A7%D8%A1_%D8%A7%D9%84%D9%84%D9%87_%D8%A7%D9%84%D8%AD%D8%B3%D9%86%D9%89
[v] Syarah Lum’atul I’tiqad, karya Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin, Adhwaus Salaf, Riyadh, 1415 H / 1995 M, Cetakan ketiga, hal. 21-23. (dengan diringkas)
[vi] Ibid, hal 22.
[vii] https://www.alukah.net/sharia/0/26394/
[viii] https://www.alukah.net/sharia/0/68870/
[ix] http://iswy.co/e11rtr
[x] ibid
[xi] https://www.alukah.net/sharia/0/114103/
[xii] https://kalemtayeb.com/safahat/item/15115