Pengertian Hadits Mu’allaq dan Contohnya

Hadits mu’allaq merupakan salah satu jenis dari hadits dha’if. Ini secara umum. Namun ternyata ada juga hadits mua’llaq di dalam kitab shahih al-Bukhari dan Muslim. Lantas bagaimanakah penjelasannya?

Tulisan berikut ini akan menjelaskan secara singkat tentang pengertian hadits mu’allaq, bentuknya, contohnya dan hukumnya secara umum dan yang ada di dalam kitab Shahih Al-Bukhari dan Muslim. Tentunya berdasarkan penjelasan dari para ahli ilmu di bidang hadits yang diakui keilmuannya.

Pengertian Hadits Muallaq

Definisi Hadits Muallaq Secara Bahasa dan istilah

Arti Muallaq Secara bahasa

Kata مُعَلَّق ‘mu’allaq’ adalah bentuk isim maf’ul dari عَلَّقَ ‘allaqa’ yang berarti “menggantungkan sesuatu pada sesuatu yang lain sehingga ia menjadi tergantung.”

Definisi Hadits Muallaq Secara istilah

Pengertian hadits mu’allaq menurut istilah ilmu hadits adalah:

ما حذف من مبدأ إسناده راوٍ فأكثر على التوالي

Hadits yang dihapus dari awal sanadnya seorang perawi atau lebih secara berturut-turut.[i]

Bentuk Hadits Mu’allaq

Di antara bentuk hadits mu’allaq adalah sebagai berikut:

  1. Seluruh sanadnya dihilangkan (dibuang), kemudian dikatakan, sebagai misal, “Rasulullah ﷺ bersabda demikian….”
  2. Seluruh sanadnya dibuang kecuali shahabi (dari kalangan sahabat Nabi) atau shahabi dan tabi’i (dari kalangan tabi’in).[ii]

Contoh Hadits Mu’alaq

Contoh Hadits Muallaq dalam Shahih Bukhari

Contoh hadits mua’allaq adalah hadits yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari di dalam Muqaddimah Bab Maa Yudzkaru fi Al-Fakhidz, ( Mukadimah Bab mengenai apa yang disebutkan tentang paha): Abu Musa berkata,”

غَطَّى النَّبِيُّ ﷺ رُكْبَتَيْهِ حِينَ دَخَلَ عُثْمَانُ

“Nabi ﷺ menutupi kedua lututnya ketika ‘Utsman masuk.”

Hadits ini adalah hadits mu’allaq karena Al-Bukhari menghapus seluruh sanadnya kecuali sahabat, yaitu Abu Musa al-Asy’ari.[iii]

Hukum Hadits Mu’allaq

Hukum Hadits Muallaq Menurut Ulama

Hukum hadits mu’allaq adalah mardud (tidak diterima) karena hadits mu’allaq itu tidak memenuhi salah satu syarat dari syarat-syarat qabul (diterimanya hadits sebagai hujjah), yaitu bersambungnya sanad.

Sementara hadits mu’allaq itu salah satu rawi atau lebih telah dihilangkan dan kita tidak mengetahui keadaan para perawi yang dihilangkan (tidak disebutkan dalam sanad).[iv]

Hukum Hadits Muallaq Dalam Shahihain

Mengenai hukum hadits mu’allaq dalam shahihain ada penjelasan menarik dari Dr. Nawir Yuslem. Beliau berkata, “Hukum di atas adalah untuk hadits mu’allaq secara umum. Akan tetapi, hadits mu’allaq yang terdapat di dalam kitab Shahih, seperti Kitab Shahih Al-Bukhari dan Muslim, mempunyai ketentuan khusus.

Hal ini dikarenakan pada dasarnya sanad dari hadits-hadits itu adalah bersambung, namun karena untuk meringkas dan mengurangi terjadinya pengulangan, maka sebagian perawinya dihapus.

Para ulama secara khusus telah melakukan penelitian terhadap hadits-hadits mu’allaq yang terdapat pada kitab Shahih Al-Bukhari dan mereka telah membuktikan bahwa keseluruhan sanadnya adalah bersambung.

Di antara karya terbaik dalam hal ini adalah kitab Taghliiqut Ta’liiq karya Ibnu Hajar al-Asqalani.[v]

Sedangkan Syaikh Manna’ Al-Qathan mengatakan bahwa hadits-hadits mu’allaq banyak di dalam kitab Al-Bukhari akan tetapi semua hadits mu’allaq tersebut di dalam judul (penjelasan) bab dan mukadimah bab-bab tersebut.

Dan tidak didapati satu pun hadits mu’allaq di dalam inti kandungan dari bab-bab tersebut sama sekali. Sedangkan di dalam Shahih Muslim, tidak ada hadits mu’allaq kecuali satu hadits saja dalam bab tayammum.

Adapun hukum hadits mu’allaq di dalam kitab Shahih Al-Bukhari dan Muslim adalah sebagai berikut:

  1. Hadits yang disebutkan dengan shighah (bentuk ungkapan) jazm (yang bersifat tegas / pasti) seperti: قَالَ ‘Qaala’ “berkata” dan ذَكَرَ  ‘dzakara ‘ “menyebutkan” (dengan huruf dzal difathahkan) serta حَكَى ‘haka’ “menceritakan” (dengan huruf kaaf difathahkan) maka dihukumi shahih dari yang disandarkan (dihubungkan) kepadanya.
  2. Hadits yang disebutkan dengan sighah tamridh (ungkapan yang tidak tegas) seperti قِيل “qiila” ‘dikatakan” dan ذُكِر ‘dzukira’ “disebutkan” dan حكى ‘hukiya’ “diceritakan” (berbentuk katakerja pasif) maka tidak dihukumi shahih dari yang disandarkan kepadanya, namun ada yang shahih, hasan dan dha’if.

Akan tetapi, tidak ada hadits mu’allaq di dalam kitab yang dinamakan dengan Ash-Shahih yang masuk kategori hadits al-wahi (sangat lemah sekali / di bawah dha’if jiddan).[vi]

Demikianlah pembahasan singkat tentang hadits mu’allaq. Semoga bermanfaat bagi siapa saja yang membacanya.

Bila ada kebenaran di dalamnya, itu dari Allah semata karena rahmat dan karunia-Nya . Namun bila ada kesalahan di dalamnya maka dari kami dan setan. Semoga Alla Ta’ala berkenan mengampuni semua kesalahan kami dan kaum Muslimin.


[i] Lihat: Ulumul Hadits, Dr. Nawir Yuslem, MA. hal. 238-239

[ii] Lihat: Ulumul Hadits, Syaikh Manna’ Al-Qathan, hal. 119.

[iii] Ulumul Hadits, Dr. Nawir Yuslem, MA. hal. 239

[iv] Ulumul Hadits, Syaikh Manna’ Al-Qathan, hal. 120.

[v] Ulumul Hadits, Dr. Nawir Yuslem, hal. 240.

[vi] Lihat: Ulumul Hadits, Syaikh Manna’ Al-Qathan, hal 120.

Leave a Comment