Pengertian Hadits Gharib Dan Contohnya Serta Pembagian & Hukumnya

Hadits Gharib adalah salah satu jenis hadits Ahad. Hadits Gharib ada yang shahih, hasan dan dha’if. Tulisan singkat berikut ini akan membahas tentang pengertian hadits Gharib, hukumnya, pembagiannya dan contoh-contohnya.

Artikel lengkap pengertian hadits gharib, arti bahasa, definisi istilah, contoh, pembagian mutlak, nisbi, sanad, matan, serta hukum mengamalkannya

Pengertian Hadits Gharib Adalah

Pengertian hadits gharib adalah secara bahasa dan arti istilah

Pengertian hadits Gharib ditinjau dari segi bahasa dan istilah adalah sebagai berikut:

Definisi Gharib secara bahasa

Kata ‏الغريب Al-Gharib adalah sifat musyabbahah dengan makna الْمُنْفَرِد al-munfarid (dalam bahasa Indonesia artinya: yang sendirian, sendiri, tunggal) atau البَعِيدُ عن أقَارِبه al-ba’id ‘an aqoribih (yang jauh dari kerabatnya).[i]

Maksud Hadits Gharib secara istilah

Gharib menurut istiah ilmu hadits adalah:

وَهُوَ مَا يَنْفَرِدُ بِرِوَايَتِهِ رَاوٍ وَاحِدٌ

“yaitu hadits yang menyendiri seorang perawi dalam periwayatannya.”

Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa setiap hadits yang diriwayatkan oleh seorang perawi, baik pada setiap tingkatan sanad atau pada sebagian tingkatan sanad dan bahkan mungkin hanya pada satu tingkatan sanad, maka hadits tersebut dinamakan hadits Gharib.[ii]

Penjelasan Hadits Gharib

Hadits yang diriwayatkan oleh seorang rawi sendirian, bisa di setiap thabaqat-nya dari seluruh thabaqat sanadnya, atau di sebagian thabaqat sanad, bahkan bisa pada satu thabaqat saja.

Adanya jumlah rawi lebih dari seorang pada thabaqat lainnya tidak merusak hadits Gharib karena yang dijadikan sebagai patokan adalah yang paling minimal.[iii]

Perbedaan Hadits Gharib dan Hadits Fard

Perbedaan Hadits Gharib dan Hadits Fard Fardu

Banyak ulama menggunakan nama lain untuk hadits Gharib, yaitu al-Fard. Keduanya memiliki arti yang sama. Sebagian ulama yang lain telah membedakan di antara keduanya. Masing-masing dari keduanya dianggap sebagai jenis yang berdiri sendiri.

Namun Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah menganggap keduanya sama saja, baik ditinjau dari segi bahasa maupun istilah.

Meskipun begitu, beliau berkata, “Sesungguhnya ahli istilah telah membedakan keduanya dari sisi banyak dan sedikitnya penggunaan. Al- Fard lebih banyak mereka pakai untuk menyebut hadits Fard yang mutlak. Sedangkan Al-Gharib lebih banyak mereka gunakan untuk menyebut Fard yang nisbi.” [Nuzhatun Nazhari, hal. 28][iv]

Baca juga: Hadits Mutawatir dan Contohnya

Hukum Hadits Gharib

Mengenai status hukum hadits Gharib atau Fard itu maqbul atau mardud, perlu dilakukan penelitian sebagaimana jenis hadits lainnya. Hadits Gharib yang termasuk dalam kategori shahih maka dihitung sebagai hadits shahih. Bila tidak memenuhi syarat shahih maka bisa hasan atau dh’aif.[v]

Bila hadits itu shahih maka wajib untuk beramal dengannya dan dibenarkan untuk berhujah dan beristidlal dengannya. Sedangkan bila dha’if maka tidak beramal dengan hadits tersebut dan tidak berhujah dengannya, berdasarkan pendapat yang rajih (kuat/diunggulkan) dari pendapat-pendapat para ahli ilmu.[vi]

Ini merupakan penjelasan dari Markazul Fatwa, lembaga fatwa online yang berada di bawah bimbingan Syaikh Dr. Abdullah Faqih Asy-Syinqithy.

Baca juga: Pengertian Hadits Aziz Adalah

Pembagian Hadits Gharib

Pembagian Hadits Gharib Mutlak Nisbi Sanad Matan

Hadits Gharib terbagi menjadi dua macam: Gharib Muthlaq dan Gharib Nisbi. Berikut ini penjelasan masing-masing:

1. Gharib Muthlaq

Definisi hadits Gharib Muthlaq adalah sebagai berikut:

ما ينفرد بروايته شخص واحد في أصل سنده

Hadits yang menyendiri seorang perawi dalam periwayatannya pada asal sanad.

2. Gharib Nisbi

Definisi hadits Gharib Nisbi adalah sebagai berikut:

هو ما كانت الغرابة في أثناء سنده

Hadits yang terjadi Gharib di pertengahan sanadnya.

Hadits Gharib Nisbi adalah hadits yang diriwayatkan oleh lebih dari seorang perawi pada asal sanad (perawi pada tingkat sahabat), namun di pertengahan sanadnya terdapat tingkatan perawinya hanya sendiri (satu orang).[vii]

Pembagian Hadits Gharib lain

Para ulama juga membagi hadits Gharib dilihat dari sisi gharibnya sanad dan matan, yaitu:

1. Hadits Gharib matan dan sanad

Yaitu hadits yang matannya diriwayatkan oleh seorang rawi saja.

2. Hadits Gharib matan bukan sanad

Seperti hadits yang matannya diriwayatkan oleh sekelompok sahabat, namun diriwayatkan secara menyendiri dari sahabat lainnya. Dalam masalah ini Imam At-Tirmidzi berkata, “Hadits ini gharib dilihat dari sisi ini.”[viii]

Baca juga: Penjelasan Hadits Masyhur dan Contohnya

Contoh Hadits Gharib

Contoh Hadits Gharib Mutlak Nisbi Hasan Shahih Dhaif hadis gharib

Berikut ini sejumlah contoh dari hadits Gharib baik yang muthlaq maupun nisbi, yang derajatnya shahih maupun hasan.

1. Contoh Hadits Gharib Mutlaq

Contoh dari hadits Gharib Muthlaq adalah hadits tentang niat yang diriwayatkan dari Umar bin Al-Khathab radhiyallahu ‘anhu yang diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhari.

 قَالَ الشَّيْخُ الْإِمَامُ الْحَافِظُ أَبُو عَبْدِ اللَّهِ مُحَمَّدُ بْنُ إِسْمَاعِيلَ بْنِ إِبْرَاهِيمَ بْنِ الْمُغِيرَةِ الْبُخَارِيُّ رَحِمَهُ اللَّهُ تَعَالَى آمِينَ

حَدَّثَنَا الحُمَيْدِيُّ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ الزُّبَيْرِ، قَالَ: حَدَّثَنَا سُفْيَانُ، قَالَ: حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ سَعِيدٍ الأَنْصَارِيُّ، قَالَ: أَخْبَرَنِي مُحَمَّدُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ التَّيْمِيُّ، أَنَّهُ سَمِعَ عَلْقَمَةَ بْنَ وَقَّاصٍ اللَّيْثِيَّ، يَقُولُ: سَمِعْتُ عُمَرَ بْنَ الخَطَّابِ عَلَى المِنْبَرِ قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ ﷺ يَقُولُ: إِنَّمَا الأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ، وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى، فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى دُنْيَا يُصِيبُهَا، أَوْ إِلَى امْرَأَةٍ يَنْكِحُهَا، فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ إِلَيْهِ

Syaikh Al-Imam Al-Hafizh Abu Abdillah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin Al-Mughirah al-Bukhari rahimahullahu Ta’ala, berkata,

“Al-Humaidi Abdullah bin Az-Zubair telah menceritakan kepada kami, dia berkata, “Sufyan telah menceritakan kepada kami, dia berkata, “Yahya bin Sa’id telah menceritakan kepada kami, dia berkata, “Muhammad bin Ibrahim At-Taimi telah mengabarkan kepada kami, bahwa dia mendengar Alqamah bin Waqqash Al-Laitsi berkata,

“Aku mendengar Umar bin Al-Khathab radhiyallahu ‘anhu saat di atas mimbar berkata, “Aku mendengar Rasulullah ﷺ bersabda, “Amalan itu hanyalah tergantung kepada niat. Dan setiap orang hanyalah mendapat (balasan) sesuai apa yang dia niatkan.

Maka, siapa saja yang hijrahnya karena dunia yang ingin dia dapatkan atau karena wanita yang ingin dia nikahi maka hijrahnya kepada apa yang dia niatkan.”

[Hadits riwayat Al-Bukhari dan Muslim]

Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah berkata, “

وهو غريب عن عمر ، انفرد به يحيى بن سعيد عن محمد بن إبراهيم التيمي عن علقمة بن وقاص الليثي ثم انتشر عن يحيى ورواه الأمم الكثيرة عن يحيى بن سعيد.

“Ini hadits Gharib dari Umar radhiyallahu ‘anhu. Bersendirian dengan hadits ini Yahya bin Sa’id dari Muhammad bin Ibrahim At-Taimi dari Alqamah bin Waqash Al-Laitsi. Setelah itu tersebar luas dari Yahya dan banyak orang yang meriwayatkannya dari Yahya bin Sa’id.[ix]

2. Contoh Hadits Gharib Nisbi

Contoh hadits Gharib Nisbi adalah sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Malik dari Az-Zuhri,

عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ أَن النَّبِيَّ – صلى الله عليه وسلم – دَخَلَ مَكةَ عَامَ الْفَتْحِ وَعَلَى رَأْسِهِ مِغْفَرٌ، فَلَمَّا نَزَعَهُ جَاءَهُ رَجُلٌ، فَقَالَ: ابْنُ خَطَلٍ مُتَعَلِّقٌ بِأَسْتَارِ الْكَعْبَةِ، فَقَالَ: اقْتُلُوهُ

Dari Anas bin Malik bahwa Nabi ﷺ memasuki Makkah pada tahun Al-Fath (Tahun pembebasan Mekah / Fathu Makkah) dan di atas kepalanya terdapat pelindung kepala dari baja (mighfar).

Ketika beliau melepas mighfar-nya, datanglah seorang pria menghadap beliau, lalu berkata, “Ibnu Khathal bergantungan di kain selubung Ka’bah.” Nabi ﷺ bersabda, “Bunuh dia.” [Hadits riwayat Al-Bukhari (1846), Muslim (1357)]

Pada hadits ini hanya Malik sendiri yang menerima hadits tersebut dari Az-Zuhri.[x]

3. Contoh Hadits Gharib Hukumnya Hasan

Contoh hadits Hasan Gharib adalah hadits tentang cuka dari Ummu Hani’ radhiyallahu ‘anha yang diriwayatkan oleh Imam At-Tirmidzi rahimahullah. Dia berkata,

حَدَّثَنَا أَبُو كُرَيْبٍ مُحَمَّدُ بْنُ الْعَلَاءِ حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ عَيَّاشٍ عَنْ أَبِي حَمْزَةَ الثُّمَالِيِّ عَنْ الشَّعْبِيِّ عَنْ أُمِّ هَانِئٍ بِنْتِ أَبِي طَالِبٍ قَالَتْ دَخَلَ عَلَيَّ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ هَلْ عِنْدَكُمْ شَيْءٌ فَقُلْتُ لَا إِلَّا كِسَرٌ يَابِسَةٌ وَخَلٌّ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَرِّبِيهِ فَمَا أَقْفَرَ بَيْتٌ مِنْ أُدْمٍ فِيهِ خَلٌّ قَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ غَرِيبٌ مِنْ هَذَا الْوَجْهِ لَا نَعْرِفُهُ مِنْ حَدِيثِ أُمِّ هَانِئٍ إِلَّا مِنْ هَذَا الْوَجْهِ

Abu Kuraib Muhammad bin Al Ala` telah menceritakan kepada kami, dia berkata, “Abu Bakr bin Ayyasy telah menceritakan kepada kami dari Abu Hamzah Ats Tsamali dari Asy Sya’bi dari Ummu Hani` binti Abu Thalib ia berkata,

”Rasulullah ﷺ menemuiku dan bertanya, “Apakah kamu mempunyai sesuatu (makanan)?.” Aku menjawab, “Tidak, kecuali hanya sepotong roti kering dan cuka.”

Maka Nabi ﷺ bersabda, “Bawalah kemari, suatu rumah itu tidak kosong dari lauk bila di dalamnya terdapat cuka.”

Abu Isa berkata, “Ini adalah hadits hasan Gharib ditinjau dari jalur ini. Kami tidak mengetahuinya dari hadits Ummu Hani` kecuali melalui jalur ini. [Hadits riwayat At-Tirmidzi Kitab Al-Ath’imah no. 1842]

4. Contoh Hadits Gharib Hukumnya Shahih

Contoh hadits shahih Gharib adalah hadits tentang safar itu merupakan bagian dari adzab.

 عن أبي صالح عن أبي هريرة رضي الله عنه عن النبي صلى الله عليه وسلم قال السّفَرُ قِطعَةٌ مِنَ العَذاب يَمنَعُ أحَدَكُم طَعامَه وشَرابَه ونَومَه فإذَا قَضَى نَهْمَتَهُ فلْيُعَجِّلْ إلى أهْلِه

”Safar (bepergian) itu merupakan bagian dari siksaan. Ia menghalangi salah seorang dari kalian dari makanannya, minumannya dan tidurnya. Apabila dia telah menyelesaikan kebutuhannya, maka hendaklah bersegera kembali kepada keluarganya.”

[Hadits riwayat Al-Bukhari (1804) dan Muslim (1927)]

Hadits ini adalah hadits gharib dengan derajat shahih sebagaimana dijelaskan oleh Markazul Fatwa Qatar.[xi]

Tanya Jawab Seputar Hadits Gharib:

– apakah hadits Gharib bisa diamalkan?

Apakah Hadits Gharib Bisa Diamalkan Hukum Hadis Ghorib

Ada sebuah pertanyaan yang perlu dijawab pada bagian ini yaitu: apakah hadits Gharib bisa diamalkan?

Jawabannya:

Dr. ‘Ala’ Bakr mengatakan, “Sesungguhnya hadits-hadits Ahad yang shahih adalah hujjah dengan sendirinya dalam perkara akidah dan hukum. Tidak ada perbedaan antara hadits-hadits Ahad dan hadits-hadits Mutawatir. Demikianlah pendapat para ulama dari generasi ke generasi.”[xii]

Hadits Gharib adalah salah satu jenis dari hadits Ahad. Dengan demikian, bila hadits Gharib tersebut terbukti shahih maka seseorang bisa beramal dengan hadits tersebut.

Hal ini juga telah disinggung oleh Markazul Fatwa di atas. Namun , tidak ada salahnya bila dinukil ulang di sini penjelasan tersebut:

Bila hadits itu shahih maka wajib untuk beramal dengannya dan dibenarkan untuk berhujah dan beristidlal dengannya. Sedangkan bila dha’if maka tidak beramal dengan hadits tersebut dan tidak berhujah dengannya, berdasarkan pendapat yang rajih (kuat/diunggulkan) dari pendapat-pendapat para ahli ilmu.[xiii]

Demikianlah ulasan singkat tentang hadits Ghorib. Semoga bermanfaat sedikit menambah wawasan tentang hadits Gharib. Bila ada kebenaran dalam tulisan ini maka itu dari Allah semata karena rahmat dan karunia-Nya.

Dan bila terdapat kesalahan di dalamnya maka itu dari kami dan setan. Semoga Allah Ta’ala berkenan mengampuni semua kesalahan kami dan kaum Muslimin.


[i] Mabahits fi Ulumil Hadits, Syaikh Manna’ Al-Qathan, Maktabah Wahbah, Kairo, 1412 H / 1992 M, Cetakan kedua, hal. 101.

[ii] Ulumul Hadits, Dr. Nawir Yuslem, M.A., hal. 215-216.

[iii] Ilmu Hadits Praktis, Dr. Mahmud Thahan, Pustaka Thariqul Izzah, Bogor, Cetakan keempat 2010, hal. 31.

[iv] Taisiru Musthalahil Hadits, Dr. Mahmud Thahan, Maktabah Al-Ma’arif, Cetakan kesebelas 1431 H / 2010 M, hal. 38

[v] https://www.maghress.com/attajdid/105116

[vi] https://www.islamweb.net/ar/fatwa/31370/%D9%85%D8%B3%D8%A7%D8%A6%D9%84-%D9%81%D9%8A%D9%85%D8%B5%D8%B7%D9%84%D8%AD%D8%A7%D9%84%D8%AD%D8%AF%D9%8A%D8%AB

[vii] Ulumul Hadits, Dr. Nawir Yuslem, M.A., hal 217.

[viii] Ilmu Hadits Praktis, Dr. Mahmud Thahan, Pustaka Thariqul Izzah, Bogor, Cetakan keempat 2010, hal. 34.

[ix]https://binbaz.org.sa/audios/2123/01%D9%85%D9%86%D9%82%D9%88%D9%84%D9%87%D8%A7%D9%86%D9%85%D8%A7%D8%A7%D9%84%D8%A7%D8%B9%D9%85%D8%A7%D9%84%D8%A8%D8%A7%D9%84%D9%86%D9%8A%D8%A7%D8%AA%D9%88%D8%A7%D9%86%D9%85%D8%A7%D9%84%D9%83%D9%84%D8%A7%D9%85%D8%B1%D9%89-%D9%85%D8%A7-%D9%86%D9%88%D9%89

[x] Ulumul Hadits, Dr. Nawir Yuslem, M.A., hal 217

[xi]https://www.islamweb.net/ar/fatwa/31370/%D9%85%D8%B3%D8%A7%D8%A6%D9%84%D9%81%D9%8A%D9%85%D8%B5%D8%B7%D9%84%D8%AD%D8%A7%D9%84%D8%AD%D8%AF%D9%8A%D8%AB

[xii] https://www.alukah.net/sharia/0/1889/

[xiii] https://www.islamweb.net/ar/fatwa/31370/%D9%85%D8%B3%D8%A7%D8%A6%D9%84-%D9%81%D9%8A%D9%85%D8%B5%D8%B7%D9%84%D8%AD%D8%A7%D9%84%D8%AD%D8%AF%D9%8A%D8%AB

Leave a Comment