Hadits Mengangkat Tangan Ketika Berdoa, Hukum, Tata Cara

Hadits Mengangkat Tangan Ketika Berdoa – Salah satu adab yang agung dalam berdoa adalah mengangkat tangan ketika berdoa kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Hal ini berdasarkan riwayat yang shahih dari Nabi ﷺ dalam sejumlah hadits yang oleh sebagian ahli ilmu digolongkan sebagai hadits mutawatir maknawi yang dinukil dari Nabi ﷺ .

Tulisan berikut ini akan membahas tentang hadits mengangkat tangan saat berdoa, hukum asal berdoa dengan mengangkat tangan, hukum berdoa dengan mengangkat tangan pada ibadah tertentu, tata cara mengangkat tangan dalam berdoa, serta sejumlah pertanyaan yang sering muncul terkait masalah mengangkat tangan dalam berdoa.

Hadits Nabi Mengangkat Tangan Ketika Berdoa

Dalil mengangkat tangan ketika berdoa rumaysho

Hadits yang menunjukkan bahwa Nabi ﷺ mengangkat tangan saat berdoa sangatlah banyak. Imam As-Suyuthi rahimahullah mengatakan ada sekitar 100 hadits yang menyebutkan bahwa Nabi ﷺ mengangkat tangannya saat berdoa dalam berbagai keadaan. [Tadrib Ar- Rawi 2/180][i]

Berikut ini sejumlah hadits yang bisa menjadi contoh tentang mengangkat tangan saat berdoa:

– Nabi ﷺ mengangkat tangan ketika berdoa pada perang Badar

ورواه مسلم (1763) ولفظه : عن ابن عَبَّاسٍ ، قَالَ : حَدَّثَنِي عُمَرُ بْنُ الْخَطَّابِ، قَالَ : لَمَّا كَانَ يَوْمُ بَدْرٍ نَظَرَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِلَى الْمُشْرِكِينَ وَهُمْ أَلْف ، وَأَصْحَابُهُ ثَلَاثُ مِائَةٍ وَتِسْعَةَ عَشَرَ رَجُلًا ، فَاسْتَقْبَلَ نَبِيُّ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْقِبْلَةَ، ثُمَّ مَدَّ يَدَيْهِ ، فَجَعَلَ يَهْتِفُ بِرَبِّهِ : ( اللهُمَّ أَنْجِزْ لِي مَا وَعَدْتَنِي ، اللهُمَّ آتِ مَا وَعَدْتَنِي ، اللهُمَّ إِنْ تُهْلِكْ هَذِهِ الْعِصَابَةَ مِنْ أَهْلِ الْإِسْلَامِ ، لَا تُعْبَدْ فِي الْأَرْضِ ) ، فَمَا زَالَ يَهْتِفُ بِرَبِّهِ ، مَادًّا يَدَيْهِ مُسْتَقْبِلَ الْقِبْلَةِ ، حَتَّى سَقَطَ رِدَاؤُهُ عَنْ مَنْكِبَيْه ِ، فَأَتَاهُ أَبُو بَكْرٍ فَأَخَذَ رِدَاءَهُ ، فَأَلْقَاهُ عَلَى مَنْكِبَيْهِ ، ثُمَّ الْتَزَمَهُ مِنْ وَرَائِهِ ، وَقَالَ : يَا نَبِيَّ اللهِ ، كَفَاكَ مُنَاشَدَتُكَ رَبَّكَ ، فَإِنَّهُ سَيُنْجِزُ لَكَ مَا وَعَدَكَ ، فَأَنْزَلَ اللهُ عَزَّ وَجَلّ َ: ( إِذْ تَسْتَغِيثُونَ رَبَّكُمْ فَاسْتَجَابَ لَكُمْ أَنِّي مُمِدُّكُمْ بِأَلْفٍ مِنَ الْمَلَائِكَةِ مُرْدِفِينَ ) الأنفال/ 9 ، فَأَمَدَّهُ اللهُ بِالْمَلَائِكَةِ

Imam Muslim (1763) meriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas, ia berkata,”Umar bin Al-Khathab bercerita kepadaku, dia berkata,”Pada saat perang Badar, Rasulullah ﷺ melihat orang-orang musyrik berjumlah seribu orang sedangkan para sahabatnya berjumlah 319 orang.

Lalu Nabi ﷺ menghadap kiblat dan memohon dengan sangat sungguh-sungguh kepada Allah,”Ya Allah! Penuhilah janji-Mu kepadaku. Ya Allah! Datangkankanlah apa yang Engkau janjikan kepadaku. Ya Allah! Jika Engkau biarkan hancur pasukan Islam ini, Engkau tidak akan disembah di muka bumi.”

Nabi ﷺ terus menerus memohon dengan sangat sungguh-sungguh kepada Rabbnya dengan mengangkat kedua tangannya menghadap ke arah kiblat, hingga jatuhlah kain selendangnya dari bahunya.

Lalu Abu Bakar datang untuk mengambil selendang tersebut dan menaruhnya lagi di bahu Rasulullah ﷺ dan merapikannya dari belakang.

Kemudian Abu Bakar berkata,”Wahai Nabi Allah! Sudah cukup permohonan anda kepada Rabb anda. Sungguh, Allah akan memenuhi apa yang Dia janjikan kepada anda. Maka Allah ‘Azza wa Jalla menurunkan firman-Nya,

إِذْ تَسْتَغِيثُونَ رَبَّكُمْ فَاسْتَجَابَ لَكُمْ أَنِّي مُمِدُّكُمْ بِأَلْفٍ مِنَ الْمَلَائِكَةِ مُرْدِفِينَ

“(Ingatlah), ketika kamu memohon pertolongan kepada Tuhanmu, lalu diperkenankan-Nya bagimu, ”Sungguh, Aku akan mendatangkan bala bantuan kepadamu dengan seribu malaikat yang datang berturut-turut.” [Al-Anfal: 9]

Jadi Allah mendukung Nabi Muhammad ﷺ dengan para Malaikat.”

Imam An-Nawawi rahimahullah berkata,”Para ulama mengatakan,”Munasyadah ini (memohon kepada Allah Ta’ala dengan amat sangat sungguh-sungguh ) dilakukan Nabi ﷺ hanyalah agar para sahabatnya melihatnya dalam keadaan seperti itu, sehingga hati mereka menjadi semakin kuat dengan doanya dan tadharru’nya.”[ii]

– Hadits mendoakan umatnya Allahumma ummati Ummati

عَنْ عَبْدِ الله بْنِ عَمْرِو بْنِ الْعَاصِ رضي الله عنه أَنَّ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم تَلاَ قَوْلَ الله عَزَّ وَجَلَّ فِي إِبْرَاهِيمَ: ﴿ رَبِّ إِنَّهُنَّ أَضْلَلْنَ كَثِيراً مِنَ النَّاسِ فَمَنْ تَبِعَنِي فَإِنَّهُ مِنِّي ﴾ [إبراهيم: 36] وَقَالَ عِيسَى عَلَيْهِ السَّلاَمُ: ﴿ إِنْ تُعَذِّبْهُمْ فَإِنَّهُمْ عِبَادُكَ وَإِنْ تَغْفِرْ لَهُمْ فَإِنَّكَ أَنْتَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ ﴾ [المائدة: 118] فَرَفَعَ يَدَيْهِ وَقَالَ: “اللَّهُمَّ أُمَّتِي أُمَّتِي” وَبَكَى. فَقَالَ الله عَزَّ وَجَلَّ: يَا جِبْرِيلُ اذْهَبْ إِلَى مُحَمَّدٍ، وَرَبُّكَ أَعْلَمُ، فَسَلْهُ مَا يُبْكِيكَ؟ فَأَتَاهُ جِبْرِيلُ عَلَيْهِ الصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ فَسَأَلَهُ. فَأَخْبَرَهُ رَسُولُ اللّهِ بِمَا قَالَ. وَهُوَ أَعْلَمُ. فَقَالَ الله: يَا جِبْرِيلُ اذْهَبْ إِلَى مُحَمَّدٍ فَقُلْ: إِنَّا سَنُرْضِيكَ فِي أُمَّتِكَ وَلاَ نَسُوءُكَ”. رواه مسلم.

Dari Abdullah bin ‘Amr bin Al-‘Ash radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah ﷺ membaca firman Allah ‘Azza wa Jalla dalam surat Ibrahim,

رَبِّ إِنَّهُنَّ أَضْلَلْنَ كَثِيراً مِنَ النَّاسِ فَمَنْ تَبِعَنِي فَإِنَّهُ مِنِّي

Ya Tuhan, berhala-berhala itu telah menyesatkan banyak dari manusia. Barangsiapa mengikutiku, maka orang itu termasuk golonganku.” [Ibrahim: 36]

dan ucapan Isa ‘alaihis salam,

إِنْ تُعَذِّبْهُمْ فَإِنَّهُمْ عِبَادُكَ وَإِنْ تَغْفِرْ لَهُمْ فَإِنَّكَ أَنْتَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ

Jika Engkau menyiksa mereka, maka sesungguhnya mereka adalah hamba-hamba-Mu, dan jika Engkau mengampuni mereka, sesungguhnya Engkaulah Yang Mahaperkasa, Mahabijaksana.” [Al-Maidah: 118]

Setelah itu Nabi ﷺ mengangkat kedua tangannya dan mengucapkan doa,”Ya Allah ! Umatku.. Umatku..” lalu beliau menangis.

Maka Allah ‘Azza wa Jalla berfirman,”Hai Jibril! Temuilah Muhammad – dan Rabbmu lebih mengetahui – tanyalah dia, apa yang membuatmu menangis?”

Lantas Jibril mendatangi Nabi ﷺ dan bertanya kepadanya. Rasulullah ﷺ memberitahu Jibril apa yang dia ucapkan. – dan Allah lebih mengetahui.

Allah berfirman,”Hai Jibril. Temuilah Muhammad dan katakanlah,”Sesungguhnya Kami akan membuatmu ridha mengenai umatmu dan kami tidak akan membuatmu bersedih.” [Hadits riwayat Muslim di dalam shahih Muslim no. 202]

Di antara faedah dari hadits ini adalah:

  1. Sempurnanya sifat belas kasih dan perhatian Nabi ﷺ kepada umatnya.
  2. Hadits ini menunjukkan dianjurkannya mengangkat kedua tangan saat berdoa.
  3. Dalam hadits ini terdapat berita gembira bagi umat Muhammad ﷺ .
  4. Hadits ini menunjukkan betapa agungnya kedudukan Nabi ﷺ di sisi Allah Ta’ala.

Dan masih sejumlah faedah yang lain. Namun kami cukupkan sampai di sini saja sekedar cukup untuk memberikan gambaran.[iii]

– Rasulullah ﷺ mengangkat tangan ketika sholat istisqa’

 حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنِ أَبِي شَيْبَةَ حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ أَبِي بُكَيْرٍ عَنْ شُعْبَةَ عَنْ ثَابِتٍ عَنْ أَنَسٍ قَالَ رَأَيْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَرْفَعُ يَدَيْهِ فِي الدُّعَاءِ حَتَّى يُرَى بَيَاضُ إِبْطَيْهِ (رواه مسلم، كتاب صلاة الاستسقاء، نمرة: 5/895)

”Diceritakan kepada kami oleh Abu Bakar bin Abi Syaibah, diceritakan kepada kami oleh Yahya bin Abi Bukair, dari Syu’bah, dari Tsabit, dari Anas, ia berkata, ‘Saya melihat Rasulullah ﷺ mengangkat kedua tangannya ketika berdoa, sehingga kelihatan kedua ketiaknya yang putih.”

[Diriwayatkan oleh Muslim, Kitab Shalat al-Istisqa’, Bab Mengangkat Tangan, No. 5/895]

– Rasululullah ﷺ mengangkat tangan ketika melempar jumrah.

 حَدَّثَنَا عُثْمَانُ بْنُ عُمَرَ أَخْبَرَنَا يُونُسُ عَنِ الزُّهْرِيِّ أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ إِذَا رَمَى الْجَمْرَةَ الَّتِي تَلِي مَسْجِدَ مِنَى يَرْمِيهَا بِسَبْعِ حَصَيَاتٍ يُكَبِّرُ كُلَّمَا رَمَى بِحَصَاةٍ ثُمَّ تَقَدَّمَ أَمَامَهَا فَوَقَفَ مُسْتَقْبِلَ الْقِبْلَةِ رَافِعًا يَدَيْهِ يَدْعُو وَكَانَ يُطِيلُ الْوُقُوفَ ثُمَّ يَأْتِي الْجَمْرَةَ الثَّانِيَةَ فَيَرْمِيهَا بِسَبْعِ حَصَيَاتٍ يُكَبِّرُ كُلَّمَا رَمَى بِحَصَاةٍ ثُمَّ يَنْحَدِرُ ذَاتَ الْيَسَارِ مِمَّا يَلِي الْوَادِيَ فَيَقِفُ مُسْتَقْبِلَ الْقِبْلَةِ رَافِعًا يَدَيْهِ يَدْعُو ثُمَّ يَأْتِي الْجَمْرَةَ الَّتِي عِنْدَ الْعَقَبَةِ فَيَرْمِيهَا بِسَبْعِ حَصَيَاتٍ يُكَبِّرُ عِنْدَ كُلِّ حَصَاةٍ ثُمَّ يَنْصَرِفُ وَلاَ يَقِفُ عِنْدَهَا قَالَ الزُّهْرِيُّ سَمِعْتُ سَالِمَ بْنَ عَبْدِ اللهِ يُحَدِّثُ مِثْلَ هَذَا عَنْ أَبِيهِ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَكَانَ ابْنُ عُمَرَ يَفْعَلُهُ (رواه البخاري، كتاب الحج، ج:1، ص:198)

”Diceritakan kepada kami oleh Utsman bin Umar, diceritakan kepada kami oleh Yunus, dari az-Zuhriy, bahwa Rasulullah ﷺ, apabila melempar jamrah yang berada di dekat Masjid Mina, beliau melemparnya dengan tujuh kerikil, sambil bertakbir setiap melemparkan satu kerikil.

Lalu maju ke depan dan berdiri sambil menghadap qiblat dan berdoa dengan mengangkat kedua tangannya.

Dan beliau berhenti lama, lalu mendatangi jamrah kedua dan melemparnya dengan tujuh kerikil sambil bertakbir setiap melemparkan satu kerikil, lalu turun ke arah kiri, di sebelah lembah, dan berdiri menghadap qiblat serta berdoa dengan mengangkat kedua tangannya.

Lalu mendatangi jamrah ‘Aqabah, lalu melemparnya dengan tujuh kerikil sambil bertakbir setiap melemparkan satu kerikil, lalu pergi dan tidak berhenti di situ.

Az-Zuhriy berkata,”Saya mendengar Salim bin Abdillah menceritakan hadits seperti ini dari ayahnya, dari Nabi ﷺ, dan Ibnu Umar melakukan seperti itu juga.” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhari, Kitab Al-Hajj, Bab mengangkat kedua tangan, I/198].

– Rasulullah ﷺ mengangkat kedua tangannya saat mendoakan suku Daus.

Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata,”Ath-Thufail bin ‘Amr Ad-Dausi datang kepada Nabi ﷺ dan berkata,”Sungguh suku Daus telah durhaka, maka doakanlah kepada Allah agar membinasakannya.”

Nabi ﷺ menghadap kiblat lalu mengangkat kedua tangannya dan berdoa,

اللَّهمَّ اهدِ دَوْسًا

”Ya Allah ! Berilah petunjuk kepada suku Daus.” [Hadits riwayat Al-Bukhari di dalam Al-Adab Al-Mufrad no. 611]

Dalil Mengangkat Tangan Ketika Berdoa (Hukum Asal)

Hukum Mengangkat Tangan Ketika Berdoa

Markazul Fatwa Qatar menyatakan bahwa mengangkat tangan ketika berdoa hukum asalnya adalah disyariatkan kecuali di tempat-tempat yang telah terdapat keterangan yang pasti dari Nabi ﷺ bahwa beliau berdoa di dalamnya dengan tanpa mengangkat tangan.

Di antara tempat-tempat yang telah pasti Nabi ﷺ tidak mengangkat tangan saat berdoa di dalamnya adalah bedoa saat sedang sujud, berdoa saat duduk di antara dua sujud, berdoa saat sedang tasyahud akhir dan seterusnya yang semacam itu.

Hadits yang menunjukkan disyariatkannya mengangkat tangan saat berdoa adalah hadits berikut:

إنَّ اللَّهَ حيِىٌّ كريمٌ يستحي إذا رفعَ الرَّجلُ إليْهِ يديْهِ أن يردَّهما صفرًا خائبتينِ

”Sesungguhnya Allah itu Maha Pemalu dan Maha Pemurah. Allah malu bila seorang hamba mengangkat kedua tangannya kepada-Nya (dalam doa) kemudian Allah mengembalikannya dalam keadaan kosong ( tidak mendapat ijabah) dan hampa ( tidak mendapatkan apa yang dia minta).”

[Hadits riwayat At-Tirmidzi dan yang lainnya dan dia berkata,”Hasan gharib.” Al-Albani menyatakan sebagai hadits shahih.][iv]

Hukum Mengangkat Tangan Ketika Berdoa Ibadah Khusus

Syaikh Ibnu ‘Utsaimin rahimahullah berkata,”Mengangkat kedua tangan ketika berdoa termasuk salah satu adab berdoa dan sebab terkabulnya doa, berdasarkan hadits-hadits yang menerangkan masalah itu. Ini hukum asalnya.

Saya sudah mencermati masalah ini dan akhirnya nampak jelas bagi saya bahwa dalam masalah mengangkat tangan itu ada empat bagian:

  1. Bagian pertama, yang telah shahih riwayat mengangkat tangan secara khusus, sebagaimana Nabi ﷺ mengangkat kedua tangannya dalam khutbah Jumat ketika beliau berdoa,”Allahumma Aghitsna – Ya Allah turunkanlah hujan kepada kami.”

Dan ketika beliau berdoa – (pada Jumat depannya),”Allahuma hawalaina wa laa ‘alainaa.”-Ya Allah turunkanlah hujan di sekitar kami bukan di atas kami.”

  1. Bagian kedua, yang telah shahih riwayat tidak mengangkat tangan saat berdoa yaitu berdoa ketika khutbah Jumat selain untuk istisqa’ (minta hujan) dan istishha’ (minta cuaca cerah dan agar hujan berhenti).
  2. Bagian ketiga, yaitu zhahir sunnah menunjukkan tidak mengangkat tangan seperti: berdoa di antara dua sujud dan saat tasyahud. Zhahir keduanya menunjukkan tidak mengangkat tangan. Demikian pula dengan doa istiftah sebagaimana dalam hadits Abu Hurairah dan juga saat mengucapkan istighfar setelah salam.

Tiga bagian pertama ini hukumnya jelas karena dalil-dalilnya bersifat khusus.

  1. Bagian keempat, di luar ketiga kondisi di atas.

Dalam hal ini hukum asal mengangkat tangan di dalamnya adalah disukai (mustahab) karena mengangkat tangan itu termasuk adab doa dan sebab terkabulnya doa. Mengangkat tangan itu menjadi sebab terkabulnya doa karena menunjukkan permohonan pertolongan kepada Allah dan rasa sangat butuh kepada Allah.[v]

Tata Cara Mengangkat Tangan Dalam Berdoa

Tata Cara Mengangkat Tangan Ketika Berdoa

Syaikh Bakar bin Abdullah Abu Zaid memberikan rincian tentang tata cara mengangkat tangan dalam berdoa sebagai berikut:

1. Mengangkat Kedua Tangan Hingga Kedua Bahu atau Sekitarnya

Posisi pertama ini merupakan posisi doa umum dan dinamai dengan permintaan, serta disebut juga dengan doa.

Sifatnya dengan mengangkat kedua tangan hingga kedua bahu atau sekitarnya, seraya mengumpulkan keduanya dan membentangkan telapak tangan ke arah langit. Adapun posisi belakang telapak tangan menghadap ke tanah.

Jika mau, boleh menutupkan kedua tangannya ke wajahnya dan belakang kedua tangan menghadap ke kiblat.

Inilah sifat umum mengangkat kedua tangan ketika berdoa, kemudian saat qunut witir dan meminta hujan (istisqa’) atau pada tempat-tempat yang enam yang disunnahkan mengangkat tangan dalam haji (yakni di Arafah, masy’aril haram, sesudah melempar dua jumrah – yaitu kecil dan pertengahan – serta di Shafa dan Marwah), dan selain itu.

2. Mengangkat Satu Jari, yaitu Jari Telunjuk Kanan

Posisi kedua, permohonan ampunan, yang biasa disebut dengan ikhlas. Yakni dengan mengangkat satu jari, yaitu jari telunjuk kanan.

Sifat ini khusus pada posisi dzikir dan doa ketika khutbah di atas mimbar, saat tasyahud dalam shalat, ketika dzikir, pujian, al-hailulah (mengucapkan laa haula walaa quwwata illa billaah) di luar shalat.

3. Mengangkat kedua tangan Tinggi dengan menjulurkan ke langit hingga terlihat putih ketiak

Posisi ketiga ini disebut Ibtihaal. Yaitu merendahkan diri karena sangat mengiba dalam meminta. Ini dinamakan dengan doa ar-rahb (penuh kecemasan).

Sifatnya adalah mengangkat kedua tangan dengan menjulurkan ke langit hingga terlihat putih ketiak. Biasa dikatakan, hingga tampak kedua lengannya, yakni diangkat sangat tinggi dalam berdoa.

Sifat ini lebih khusus daripada dua sifat terdahulu, pada posisi pertama dan kedua. Posisi ketiga ini sangat khusus ,pada keadaan yang sangat sulit dan penuh kecemasan, seperti saat kemarau, musibah karena datangnya musuh atau yang seperti itu, di antara kondisi-kondisi yang dipenuhi kecemasan.” [Tashiih Du’a, hal. 116-117]

Inilah keadaan-keadaan mengangkat tangan dalam berdoa. Ada tiga keadaan sesuai dengan jenis doa.[vi]

Dengan demikian, apabila doa sifatnya ibtihaal (permohonan dalam kondisi penuh kecemasan) maka mengangkat tangan adalah dengan cara menjulurkannya ke langit hingga tampak putih ketiak.

Jika doa dalam rangka permintaan, maka tangan diangkat hingga kedua bahu atau yang semacam itu.

Sedangkan jika doa dalam rangka permohonan ampunan atau pujian maupun sanjungan maka mengangkat tangan adalah dengan mengisyarakatkan satu jari yaitu jari telunjuk tangan kanan.[vii]

Pertanyaan Seputar Mengangkat Tangan Ketika Berdoa

Tanya Jawab Seputar Mengangkat Tangan Ketika Berdoa

Berikut ini sejumlah persoalan yang sering kali muncul terkait masalah mengangkat tangan dalam berdoa:

– Apakah Hukum mengangkat tangan ketika berdoa setelah adzan?

Syaikh Muhammad Shalih Al Munajjid mengatakan,”Imam Muslim (384) meriwayatkan dari Abdullah bin Amr bin Al-‘Ash bahwa dia mendengar Nabi ﷺ bersabda,

إِذَا سَمِعْتُمُ الْمُؤَذِّنَ ، فَقُولُوا مِثْلَ مَا يَقُولُ ثُمَّ صَلُّوا عَلَيَّ ، فَإِنَّهُ مَنْ صَلَّى عَلَيَّ صَلَاةً صَلَّى الله عَلَيْهِ بِهَا عَشْرًا، ثُمَّ سَلُوا اللهَ لِيَ الْوَسِيلَةَ ، فَإِنَّهَا مَنْزِلَةٌ فِي الْجَنَّةِ، لَا تَنْبَغِي إِلَّا لِعَبْدٍ مِنْ عِبَادِ اللهِ ، وَأَرْجُو أَنْ أَكُونَ أَنَا هُوَ ، فَمَنْ سَأَلَ لِي الْوَسِيلَةَ حَلَّتْ لَهُ الشَّفَاعَةُ

”Apabila kalian mendengar seorang muadzin mengumandangkan adzan maka ucapkanlah sebagaimana ucapannya. Setelah itu bacalah shalawat untukku. Sesungguhnya, siapa saja yang mengucapkan shalawat kepadaku sekali, maka Allah akan bershalawat kepadanya sepuluh kali.

Kemudian mintalah wasilah kepada Allah untuk diriku. Sesungguhnya wasilah itu sebuah kedudukan di surga yang tidak diberikan kecuali hanya kepada satu orang hamba Allah saja. Dan aku berharap akulah orang yang mendapatkannya. Siapa saja yang meminta wasilah untukku maka dia akan mendapatkan syafaatku.”

Maka disunnahkan bagi siapa saja yang mendengarkan adzan untuk mengulangi kata kata muadzin, kemudian bershalawat kepada Nabi ﷺ . Setelah itu, meminta wasilah dan fadhilah kepada Allah untuk Nabi ﷺ .

Mengenai mengangkat tangan dalam doa setelah adzan, hal ini disyariatkan berdasarkan dalil-dalil umum yang menganjurkan untuk mengangkat tangan ketika berdoa.[viii]

– Berdoa mengangkat tangan setelah shalat fardhu

Markazul Fatwa Qatar, lembaga fatwa online yang berada di bawah bimbingan Dr. Syaikh Abdulah Al-Faqih menjelaskan masalah berdoa dengan mengangkat tangan setelah shalat fardhu sebagai berikut:

”Berdoa setelah shalat fardhu itu disyariatkan karena telah terdapat riwayat yang shahih dari Nabi ﷺ dalam banyak hadits. Imam Al-Bukhari telah membuat sebuah bab dalam masalah tersebut, yaitu “Baab Ad-Du’aa’ Ba’da Ash-Sholaah.”

Al-Hafizh mengatakan yang dimaksud shalat dalam bab tersebut adalah shalat wajib lima waktu. Dalam Bab hadits yang ditulis Al-Bukhari tersebut, terkandung bantahan bagi orang yang menyatakan bahwa doa setelah shalat itu tidak disyariatkan.”

Setelah uraian panjang lebar yang tidak perlu kami tampilkan di sini, Markazul Fatwa kemudian menyatakan,

”Apabila anda sudah mengetahui disyariatkannya berdoa setelah shalat dengan gambaran di atas, ketahuilah bahwa pada asalnya, orang berdoa itu dengan mengangkat kedua tangannya, sebagai bentuk merendahkan diri kepada Allah, mengemis pemberian-Nya, menampakkan kehinaannya, rasa butuhnya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Tidak keluar dari hukum asal ini dan tidak meninggalkannya kecuali dalam keadaan-keadaan yang dahulu Nabi ﷺ secara terus menerus berdoa di hadapan banyak orang dan tidak diriwayatkan dari beliau ﷺ bahwa beliau ﷺ mengangkat tangan pada saat itu, seperti berdoa ketika sedang shalat, juga saat khutbah Jumat di luar meminta hujan.

Adapun di luar semua itu, maka berdoa dengan mengangkat tangan adalah disyariatkan.”[ix]

– Mengangkat tangan setelah adzan

Mengenai mengangkat tangan saat berdoa setelah adzan dan sebelum iqamah, maka Syaikh ‘Utsaimin rahimahullah mengatakan, ”Doa antara adzan dan iqamah itu tidak diingkari. Sedangkan mengangkat kedua tangan di dalamnya itu termasuk bagian keempat (mengacu kepada penjelasan Syaikh Utsaimin tentang empat kondisi mengangkat tangan dalam doa di atas).

Namun kebanyakan orang apabila berdoa setelah adzan dengan doa yang disyariatkan untuk dibaca pada saat itu, seperti membaca shalawat kepada Nabi ﷺ dan meminta wasilah untuk Nabi ﷺ, anda lihat mereka tidak mengangkat kedua tangannya.

Bahkan mungkin mereka malah mengingkari orang yang mengangkat tangannya dalam doa ini, meskipun sebenarnya ia masuk kategori jenis yang keempat.” [Majmu’ Fatawa wa Rasail Al-Utsaimin 13/263-266][x]

– Mengangkat tangan ketika imam di atas mimbar khutbah Jumat.

Mengenai Imam di atas mimbar khutbah Jumat saat berdoa maka Syaikh ‘Utsaimin rahimahullah menyatakan dalam fatwa di atas tentang empat kondisi mengangkat tangan, bahwa imam mengangkat tangan saat berdoa di atas mimbar itu hanya dalam kondisi khusus, yaitu saat istisqa’ (meminta hujan) atau istishha’ (meminta cuaca cerah dan hujan berhenti).

Sedangkan di luar kedua kondisi itu, maka imam khutbah Jumat saat berdoa disunnahkan untuk mengangkat jari telunjuk tangan kanannya saja diarahkan ke langit.

Mengenai hadits yang menunjukkan Nabi ﷺ mengangkat tangan saat berdoa di atas mimbar khutbah Jumat untuk meminta hujan adalah sebagai berikut:

Dari Anas bin Malik, ia berkata,

أَصَابَتِ النَّاسَ سَنَةٌ عَلَى عَهْدِ النَّبِىِّ – صلى الله عليه وسلم – فَبَيْنَا النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – يَخْطُبُ فِى يَوْمِ جُمُعَةٍ قَامَ أَعْرَابِىٌّ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ هَلَكَ الْمَالُ وَجَاعَ الْعِيَالُ ، فَادْعُ اللَّهَ لَنَا . فَرَفَعَ يَدَيْهِ ، وَمَا نَرَى فِى السَّمَاءِ قَزَعَةً ، فَوَالَّذِى نَفْسِى بِيَدِهِ مَا وَضَعَهَا حَتَّى ثَارَ السَّحَابُ أَمْثَالَ الْجِبَالِ ، ثُمَّ لَمْ يَنْزِلْ عَنْ مِنْبَرِهِ حَتَّى رَأَيْتُ الْمَطَرَ يَتَحَادَرُ عَلَى لِحْيَتِهِ – صلى الله عليه وسلم

”Pada masa Nabi ﷺ pernah orang-orang mengalami masa kemarau yang panjang. Ketika Nabi ﷺ berkhutbah pada hari Jum’at, tiba-tiba seorang Badui berdiri lalu berkata,”Wahai Rasulullah, harta telah habis dan keluarga telah kelaparan. Berdoalah kepada Allah untuk kami (agar menurunkan hujan).”

Maka Nabi ﷺ pun mengangkat kedua tangannya – ketika itu kami tidak melihat awan di langit – dan demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, Nabi ﷺ belum menurunkan kedua tangannya, hingga kemudian muncullah gumpalan awan tebal laksana gunung.

Nabi ﷺ tidak turun dari mimbar hingga aku melihat hujan menetes deras di jenggotnya.”[Diriwayatkan oleh al-Bukhari, kitab Jumu’ah, Bab mengangkat kedua tangan, I:109)]

Sedangkan hadits tentang istishha’ (meminta cuaca cerah dan agar hujan berhenti) adalah lanjutan dari hadits tersebut. Singkatnya, sang Arab Badui tersebut kembali datang di hari Jumat berikutnya saat Rasulullah ﷺ sedang berkhutbah juga.

Dia melaporkan akibat hujan sepekan secara terus menerus telah menimbulkan banyak kerusakan, sehingga dia meminta agar Nabi ﷺ berdoa kepada Allah agar menghentikan hujan.

Akhirnya Rasulullah ﷺ mengangkat kedua tangannya dan mengucapkan doa,”Allahuma hawalaina wa laa ‘alainaa.” –Ya Allah turunkanlah hujan di sekitar kami bukan di atas kami.” Dan seterusnya, hingga akhir hadits. Sengaja tidak kami nukil penuh haditsnya karena sangat panjang.

Adapun hadits yang menunjukkan bahwa Rasulullah ﷺ tidak pernah mengangkat kedua tangan saat berdoa ketika sedang khutbah Jumat di luar dua kondisi tadi, kecuali sekedar dengan mengangkat jari telunjuk tangan kanannya, adalah sebagai berikut:

عَنْ حُصَيْنٍ عَنْ عُمَارَةَ بْنِ رُؤَيْبَةَ قَالَ رَأَى بِشْرَ بْنَ مَرْوَانَ عَلَى الْمِنْبَرِ رَافِعًا يَدَيْهِ فَقَالَ قَبَّحَ اللَّهُ هَاتَيْنِ الْيَدَيْنِ لَقَدْ رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- مَا يَزِيدُ عَلَى أَنْ يَقُولَ بِيَدِهِ هَكَذَا. وَأَشَارَ بِإِصْبَعِهِ الْمُسَبِّحَةِ.

Dari Hushain (bin ’Abdirrahman) dari ‘Umaarah bin Ruaibah ia berkata bahwa ia melihat Bisyr bin Marwan di atas mimbar dengan mengangkat kedua tangannya ketika berdoa (pada hari Jum’at).

Maka ‘Umaarah pun berkata ,”Semoga Allah menjelekkan kedua tangan ini. Sungguh aku telah melihat Rasulullah ﷺ ketika berada di atas minbar tidak menambahkan sesuatu lebih dari hal seperti ini.” Ia mengisyaratkan dengan jari telunjuknya.” [Hadits riwayat Muslim no. 874]

– Mengangkat tangan bagi makmum ketika khutbah jumat

Mengenai apakah makmum mengangkat tangan saat khathib berdoa di mimbar khutbah Jumat, Syaikh Utsaimin rahimahullah menjelaskan sebagai berikut:

”Di dalam hadits yang kami sebutkan tadi, yaitu hadits Anas, bahwa Nabi ﷺ mengangkat kedua tangannya ketika istisqa’ dan jamaah shalat Jumat juga mengangkat tangan mereka bersama Nabi ﷺ .

Berdasarkan hal ini, orang-orang yang sedang mendengarkan khutbah Jumat itu tidak perlu mengangkat tangan mereka kecuali ketika imam mengangkat kedua tangannya.

Dan Imam tidak mengangkat kedua tangannya di dalam khutbah Jumat kecuali dalam istisqa’ (minta hujan ) dan istishha’ (minta cuaca cerah dan berhenti hujan).

Dari sini kita mengetahui bahwa apa yang dilakukan oleh sebagian ikhwah, apabila sang imam berdoa di khutbah Jumat untuk kaum Muslimin, mereka kemudian mengangkat tangannya di saat khutbah tersebut, kami katakan:

Yang disunnahkan kalian jangan mengangkat kedua tangan kalian. Namun ucapkan amin secara pelan, meskipun tanpa dengan mengangkat kedua tangan kalian.

Bahkan kalian jangan mengangkat kedua tangan, karena kalian mengikuti khatib, sementara sang khathib tidak mengangkat kedua tangannya dalam doa kecuali dalam dua keadaan yang telah kami sebutkan tadi.

Ringkasnya, mengangkat kedua tangan dalam doa itu sunnah. Ia menjadi salah satu adab berdoa dan sebab terkabulnya doa, kecuali di tempat-tempat yang sunnah telah menerangkan tidak mengangkat tangan di dalamnya. Bila demikian, yang lebih utama adalah tidak mengangkat kedua tangan.” [Fatawa Nur ‘ala Ad-Darb (232)][xi]

– Mengangkat tangan saat berdoa di antara 2 khutbah

Tentang makmum mengangkat tangan untuk berdoa pada saat khatib istirahat di antara dua khutbah, Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullah memberikan penjelasan sebagai berikut:

”Berdoa pada waktu tersebut baik dan dianjurkan. Waktu ini adalah waktu diharapkan terkabulnya doa.

Sesungguhnya Nabi ﷺ telah memberi kabar bahwa pada hari Jumat ada satu waktu yang tidak seorang Muslim pun yang sedang shalat dan berdoa kepada Allah Ta’ala bersesuaian dengan waktu tersebut, maka Allah akan mengabulkan doanya.

Waktu shalat adalah waktu yang terdekat bagi waktu terkabulnya doa berdasarkan hadits yang diriwayatkan Muslim dari Abu Musa Al-Asy’ari radhiyallahu ‘anhu bahwa Nabi ﷺ bersabda,

هي ما بين أن يخرج الإمام إلى أن تقضى الصلاة

”Waktu tersebut antara munculnya imam hingga selesainya shalat.”

Berdasarkan hal ini, maka hendaklah kesempatan tersebut dimanfaatkan dengan berdoa di antara dua khutbah.

Adapun masalah mengangkat kedua tangan pada saat itu, saya tidak mengetahui adanya masalah dalam hal itu, karena pada dasarnya salah satu adab berdoa adalah mengangkat kedua tangan.

Apabila seseorang mengangkat tangannya maka tidak apa – apa dan jika berdoa tanpa mengangkat tangan juga tidak apa-apa.

[Fatawa Nur ‘ala ad-Darb (270) tentang hukum makmum berdoa di antara dua khutbah dengan mengangkat kedua tangannya.][xii]

Demikianlah pembahasan tentang hadits mengangkat tangan ketika berdoa. Semoga bermanfaat dalam menambah wawasan tentang masalah ini walau sedikit saja.

Bila ada kebenaran di dalamnya maka itu dari Allah Ta’ala semata karena rahmat dan karunia-Nya dan bila ada kesalahan di dalamnya maka dari kami dan setan. Semoga Allah Ta’ala mengampuni semua kesalahan kami.


[i] Lihat: Fiqih Doa dan Dzikir Jilid 1, Syaikh Abdurrazaq bin Abdul Muhsin Al-Badr, Griya Ilmu, Jakarta, Cetakan pertama, 1431 H / 2010 M, hal. 573.

[ii]https://islamqa.info/ar/answers/217012/%D9%87%D9%84%D8%AF%D8%B9%D8%A7%D8%A7%D9%84%D9%86%D8%A8%D9%8A%D8%B5%D9%84%D9%89%D8%A7%D9%84%D9%84%D9%87%D8%B9%D9%84%D9%8A%D9%87%D9%88%D8%B3%D9%84%D9%85%D9%84%D9%8A%D9%84%D8%A9%D8%A8%D8%AF%D8%B1%D8%B1%D8%A8%D9%87%D9%88%D8%AD%D8%AF%D9%87%D8%A7%D9%85%D8%AF%D8%B9%D8%A7%D9%88%D8%A7%D9%85%D9%86%D8%A7%D8%B5%D8%AD%D8%A7%D8%A8%D9%87

[iii] https://www.alukah.net/sharia/0/113475/

[iv]https://www.islamweb.net/ar/fatwa/130538/%D8%A3%D8%AD%D9%88%D8%A7%D9%84%D8%B1%D9%81%D8%B9%D8%A7%D9%84%D9%8A%D8%AF%D9%8A%D9%86%D9%81%D9%8A%D8%A7%D9%84%D8%AF%D8%B9%D8%A7%D8%A1

[v]https://islamqa.info/ar/answers/238733/%D9%87%D9%84%D9%8A%D8%B4%D8%B1%D8%B9%D8%B1%D9%81%D8%B9%D8%A7%D9%84%D9%8A%D8%AF%D9%8A%D9%86%D8%B9%D9%86%D8%AF%D8%B3%D9%88%D8%A7%D9%84%D8%A7%D9%84%D9%84%D9%87%D8%A7%D9%84%D9%88%D8%B3%D9%8A%D9%84%D8%A9%D9%88%D8%A7%D9%84%D9%81%D8%B6%D9%8A%D9%84%D8%A9%D9%84%D9%86%D8%A8%D9%8A%D9%86%D8%A7%D8%B5%D9%84%D9%89%D8%A7%D9%84%D9%84%D9%87%D8%B9%D9%84%D9%8A%D9%87%D9%88%D8%B3%D9%84%D9%85%D8%A8%D8%B9%D8%AF%D8%A7%D9%84%D8%A7%D8%B0%D8%A7%D9%86

[vi] Lihat: Fiqih Doa dan Dzikir Jilid 1, Syaikh Abdurrazaq bin Abdul Muhsin Al-Badr, Griya Ilmu, Jakarta, Cetakan pertama, 1431 H / 2010 M, hal. 577-578.

[vii] Ibid, hal. 579.

[viii]https://islamqa.info/ar/answers/238733/%D9%87%D9%84%D9%8A%D8%B4%D8%B1%D8%B9%D8%B1%D9%81%D8%B9%D8%A7%D9%84%D9%8A%D8%AF%D9%8A%D9%86%D8%B9%D9%86%D8%AF%D8%B3%D9%88%D8%A7%D9%84%D8%A7%D9%84%D9%84%D9%87%D8%A7%D9%84%D9%88%D8%B3%D9%8A%D9%84%D8%A9%D9%88%D8%A7%D9%84%D9%81%D8%B6%D9%8A%D9%84%D8%A9%D9%84%D9%86%D8%A8%D9%8A%D9%86%D8%A7%D8%B5%D9%84%D9%89%D8%A7%D9%84%D9%84%D9%87%D8%B9%D9%84%D9%8A%D9%87%D9%88%D8%B3%D9%84%D9%85%D8%A8%D8%B9%D8%AF%D8%A7%D9%84%D8%A7%D8%B0%D8%A7%D9%86

[ix]https://www.islamweb.net/ar/fatwa/5340/%D8%AD%D9%83%D9%85%D8%B1%D9%81%D8%B9%D8%A7%D9%84%D9%8A%D8%AF%D9%8A%D9%86%D8%A8%D8%A7%D9%84%D8%AF%D8%B9%D8%A7%D8%A1%D8%A8%D8%B9%D8%AF%D8%A7%D9%84%D8%B5%D9%84%D8%A7%D8%A9

[x] https://islamqa.info/ar/answers/238733/%D9%87%D9%84-%D9%8A%D8%B4%D8%B1%D8%B9-%D8%B1%D9%81%D8%B9-%D8%A7%D9%84%D9%8A%D8%AF%D9%8A%D9%86-%D8%B9%D9%86%D8%AF-%D8%B3%D9%88%D8%A7%D9%84-%D8%A7%D9%84%D9%84%D9%87-%D8%A7%D9%84%D9%88%D8%B3%D9%8A%D9%84%D8%A9-%D9%88%D8%A7%D9%84%D9%81%D8%B6%D9%8A%D9%84%D8%A9-%D9%84%D9%86%D8%A8%D9%8A%D9%86%D8%A7-%D8%B5%D9%84%D9%89-%D8%A7%D9%84%D9%84%D9%87-%D8%B9%D9%84%D9%8A%D9%87-%D9%88%D8%B3%D9%84%D9%85-%D8%A8%D8%B9%D8%AF-%D8%A7%D9%84%D8%A7%D8%B0%D8%A7%D9%86

[xi] https://binothaimeen.net/content/9956

[xii] https://binothaimeen.net/content/10694

Leave a Comment