Hadits matruk adalah salah satu jenis dari hadits dha’if. Hadits matruk merupakan hadits dha’if terburuk kedua setelah hadits maudhu’ atau hadits palsu.
Tulisan singkat berikut ini membahas tentang hadits matruk, pengertiannya, sebab rawi bisa dituduh dusta, contoh hadits matruk, status hukum hadits matruk dan tingkatannya.
Pengertian Hadits Matruk Secara Bahasa & Istilah
Untuk memahami arti dan maksud hadits matruk, berikut adalah pengertian matruk secara bahasa dan istilah.
Arti Matruk Secara Bahasa
Secara bahasa kata المتروك al-matruk اسم المفعول من الترك – isim maf’ul dari kata at-tarku yang berarti الطرح ( yaitu الإبعاد : pembuangan, pengeluaran, pengurangan, potongan). المتروك berarti yang dibuang karena tidak ada faidahnya.[i]
Definisi Hadits Matruk Secara Istilah
Adapun pengertian hadits matruk secara istilah, Syaikh Manna’ Al-Qathan mengatakan, ”Hadits yang di dalam isnadnya (sanadnya) ada seorang perawi yang dituduh dengan kedustaan.”[ii]
Ciri / Sebab Seorang Rawi Tertuduh Berdusta
Ada dua sebab seorang perawi dituduh telah berdusta menurut Syaikh Manna’ Al-Qathan, yaitu:
- Hadits tersebut tidak diriwayatkan kecuali hanya dari jalurnya dan hadits tersebut menyelisihi kaidah-kaidah umum yang telah di-istinbath-kan oleh para ulama dari sekumpulan nash-nash syariah.
- Dikenal dengan kedustaan dalam pembicaraannya yang biasa namun tidak tampak darinya kedustaan dalam hadits nabawi tersebut.[iii]
Baca juga: Hadits Dhaif dan Contohnya
Contoh Hadits Matruk Arab dan Artinya
Berikut beberapa contoh hadits matruk:
1. Contoh Hadits Matruk Tentang Qunut
Contoh dari hadits matruk adalah hadits Amr bin Syamr Al-Ju’fi Al-Kufi Asy-Syi’i dari Jabir dari Thufail dari Ali dan ‘Ammar, keduanya berkata,
كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقْنُتُ فِيْ اْلفَجْرِ وَيُكَبِّرُ يَوْمَ عَرَفَةَ مِنْ صَلَاةِ اْلغَدَاةِ ، وَيَقْطَعُ صَلَاةَ اْلعَصْرِ آخِرَ أَيَّامِ التَّشْرِيْقِ
”Nabi ﷺ melakukan qunut pada waktu shalat fajar dan bertakbir pada hari Arafah di (mulai) saat shalat Shubuh dan berakhir di waktu shalat Ashar pada saat hari tasyriq yang terakhir.”
Imam an-Nasa’i, Daruquthni dan yang lainnya berkata tentang hadits dari Amr bin Syamr,” Hadits matruk.”
Bila hadits maudhu’ (palsu) adalah hadits dha’if yang paling buruk maka hadits matruk adalah yang dekat dengannya.[iv]
2. Contoh Hadits Matruk Tentang Bulan Rajab
أَلَا فَمَنْ صَامَ مِنْ رَجَبٍ يَوْمًا إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا اسْتَوْجَبَ رِضْوَانَ اللَّهِ الْأَكْبَرَ
”Ketahuilah ! Siapa saja yang berpuasa satu hari di bulan Rajab, karena iman dan mengharap pahala dari Allah, wajib atas dirinya mendapat keridhaan Allah yang paling besar…”
Imam Asy-Syaukani di dalam Al-Fawaid Al-Majmu’ah berkata, ”Di dalam Isnadnya ada dua perawi matruk (perawi yang tertuduh pendusta atau dikenal sebagai pendusta dalam pembicaraan sehari-hari, meskipun tidak pernah berdusta dalam kaitannya dengan hadits,pent).”
Para Hafizh (Pakar hadits) telah menerangkan bahwa tidak ada hadits shahih dalam persoalan keutamaan puasa di bulan Rajab. [v]
Hukum Hadits Matruk
Sebagaimana telah dijelaskan oleh Syaikh Manna’ Al-Qathan bahwa hadits matruk itu levelnya tepat di atas hadits maudhu’ yang merupakan hadits dhaif yang paling buruk.
Dengan demikian hadits matruk termasuk hadits mardud yang tidak bisa diterima sebagai dalil atau hujah dalam penetapan hukum atau dalam beramal.
Baca juga: Hadits Syadz dan Contohnya
Tingkatan / Kedudukan Hadits Matruk
Mengenai tingkatan hadits matruk, Dr. Mahmud Thahan mengatakan, ”Kita sudah mengetahui bahwa hadits dha’if yang paling buruk adalah hadits maudhu’ (palsu), kemudian hadits matruk, hadits munkar, hadits mu’allal, hadits mudraj, hadits maqlub, setelah itu hadits mudhtharib. Itulah tingkatan yang disebutkan oleh Al-Hafizh Ibnu Hajar.” [At-Tadrib, juz I/295 dan An-Nukhbah beserta syarahnya, hal, 46 dan seterusnya][vi]
Apa yang disampaikan oleh Dr. mahmud Thahan sama dengan apa yang disampaikan oleh Syaikh Manna’ Al-Qathan, bahwa tingkatan hadits matruk adalah hadits dha’if terburuk tepat setelah hadits maudhu’.
Demikianlah ulasan singkat tentang hadits matruk. Semoga bermanfaat. Bila ada kebenaran dalam tulisan ini maka itu dari Allah Subhanahu wa Ta’ala semata karena rahmat dan karunia-Nya.
Dan bila ada kesalahan di dalamnya, maka dari kami dan setan. Semoga Allah Ta’ala mengampuni segala kesalahan kami dan kaum Muslimin.
[i] Mabahits fi Ulumil Hadits, Syaikh Manna’ Al-Qathan, Maktabah Wahbah, Kairo, 1412 H / 1992 M, hal. 135 dan juga: https://www.almaany.com/ar/dict/ar-ar/%D8%A7%D9%84%D8%B7%D8%B1%D8%AD/ dan https://www.almaany.com/id/dict/ar-id/%D8%A7%D9%84%D8%B7%D8%B1%D8%AD/
[ii] Mabahits fi Ulumil Hadits, Syaikh Manna’ Al-Qathan, Maktabah Wahbah, Kairo, 1412 H / 1992 M, hal. 135.
[iii] Ibid, hal. 136.
[iv] Ibid.
[v] https://www.islamweb.net/ar/fatwa/181379/
[vi] Ilmu hadits Praktis, Dr. Mahmud Thahan, hal. 116