Hubbul wathani minal iman adalah salah satu hadits tentang cinta tanah air yang sangat populer di dunia Islam termasuk di Indonesia. Hampir setiap muslim di Indonesia mengetahui hadits ini dan artinya.
Banyak kalangan mengatakan hadits cinta tanah air ini hadits shahih. Sehingga mereka pegang dengan sangat teguh. Padahal faktanya bukan demikian.
Ia memang hadits, tapi hadits maudhu’ alias hadits palsu, bukan hadits shahih. Tulisan ini akan menerangkan status hadits tersebut menurut para ulama ahli hadits dan arti yang terkandung di dalamnya.
Tulisan Arab Hubbul Wathon Minal Iman
Banyak yang sering mendengar hubbul wathon minal iman, tapi tidak tahu penulisannya dalam bahasa arab. Berikut ini adalah tulisan arab hubbul wathon minal iman
حُبُّ اْلوَطَنِ مِنَ اْلإِيْمَانِ
Arti Hubbul Wathon Minal Iman
Berikut ini arti dari hubbul wathan minal iman
حُبُّ اْلوَطَنِ مِنَ اْلإِيْمَانِ
Hubbul Wathoni minal iman
“Cinta tanah air adalah bagian dari iman.”
Penjelasan Hubbul Wathan Minal Iman
Syaikh Al-Albani rahimahullah mengatakan Hubbul wathan minal iman – Cinta tanah air bagian dari iman- adalah contoh hadits maudhu’ sebagaimana dikatakan Ash-Shaghani yang yang lainnya. Makna yang terkandung di dalamnya juga tidak benar karena sesungguhnya cinta kepada tanah air itu seperti cinta kepada diri sendiri, harta dan yang lainnya.
Semua itu merupakan naluri dasar (instink) manusia. Kecintaan kepadanya bukan hal terpuji dan juga bukan merupakan keharusan dari iman. Tidakkah anda melihat bahwa semua manusia sama-sama mencintai tanah air. Tidak ada bedanya antara orang beriman dan orang kafir.” [Silsilah Al-Ahadits Adh-Dha’ifah (4)]
Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah berkata, “Hubbul wathan minal iman yang masyhur di kalangan masyarakat sebagai hadits shahih adalah hadits maudhu’ makdzub (palsu dan kedustaan yang diada-adakan). Maknanya pun tidak benar. Bahkan mencintai tanah air itu termasuk ta’ashub (fanatisme).” [Syarh Al-Baiquniyah]
Beliau juga berkata, “Apabila kita berperang demi tanah air maka tidak ada bedanya antara kita dengan orang-orang kafir, karena orang kafir juga berperang demi tanah airnya.
Orang yang terbunuh demi membela tanah air semata bukan mati syahid. Namun wajib atas diri kita sebagai kaum Muslimin di negeri Islam untuk berperang demi Islam di negeri kita.
Perhatikan perbedaannya: Kita berperang demi Islam di negeri kita. Kita membela Islam yang berada di negeri kita, baik yang berada di ujung timur dan barat. Kita harus meluruskan persoalan ini. Jadi, Kita berperang demi Islam di tanah air kita atau demi tanah air kita karena tanah air kita adalah negeri Islami. Kita membela Islam yang berada di tanah air kita.
Adapun demi tanah air semata, maka itu merupakan niat yang batil dan tidak bermanfaat buat Islam sama sekali. Tidak ada perbedaan antara orang yang mengatakan dirinya Muslim dan orang yang mengatakan dirinya kafir apabila peperangan itu demi tanah air, hanya karena negeri itu tanah airnya.
Sedangkan perkataan hubbul wathan minal iman itu disebut sebagai hadits dari Rasulullah ﷺ adalah kedustaan. Mencintai tanah air apabila Islami maka anda mencintainya karena tanah airnya Islami.
Tidak ada bedanya antara tanah air anda yang menjadi tempat kelahiran anda atau negeri-negeri kaum Muslimin yang jauh, semua itu tanah air Islami yang wajib kita bela.
Yang jelas, kita wajib mengetahui bahwa niat yang benar adalah kita berperang demi Islam di negeri kita atau demi tanah air kita karena ia negeri yang Islami bukan demi tana air semata.” [Syarah riyadhus Shalihin, Syaih Utsaimin]
Lalu tersisa pertanyaan: orang yang berperang karena membela negerinya apakah dia berperang di jalan Allah atau tidak? Kami katakan, apabila anda berperang membela negeri anda karena negeri tersebut negeri Islami lalu anda ingin membelanya karena ia negeri Islami, maka ini di jalan Allah. Karena anda telah berperang agar kalimat Allah itu tinggi.
Adapun kalau anda berperang hanya karena ia adalah tanah air semata, maka ini bukan di jalan Allah, karena timbangan yang ditetapkan oleh Nabi ﷺ tidak berlaku padanya.”[Syarah Riyadhus shalihin, Syaikh Utsaimin][i]
Baca juga: Hadits Mutawatir Adalah
Sanad Hadits Hubbul Wathon Minal Iman
Imam Ali Al-Qari Al-Harawi mengatakan,
لا أصل له عند الحفاظ.
“Tidak ada asalnya (sumbernya) menurut para Ahli Hadits (Hufazh).” [Al-Mashnu’ fi Ma’rifatil hadits Al-Maudhu’ no. 106]
Bila seorang pakar hadits menyatakan لا أَصْلَ له – Laa Ashla lahu- terhadap sebuah hadits ini berarti sang ahli hadits tersebut mensifati hadits tadi sebagai hadits yang tidak memiliki isnad (mata rantai sanad) sama sekali.[ii]
Status Hadits Cinta Tanah Air Palsu?
Berikut ini penjelasan para ulama tentang status hukum hadits hubbul wathan minal iman “cinta tanah air bagian dari iman” :
- Al-Lajnah Ad-Daimah lil Buhuts wal Ifta’ Saudi Arabia ditanya tentang hadits ini dan yang lainnya lalu menjawab,
ما ذكرت من الجمل ليس بأحاديث عن النبي صلى الله عليه وسلم وإنما هي كلمات جرت على ألسنة الناس”. [ فتاوى اللجنة الدائمة رقم : 5729]
“Kalimat -kalimat yang anda sebutkan itu bukanlah hadits-hadits dari Nabi ﷺ. Kalimat-kalimat itu hanyalah kata-kata yang diucapkan oleh orang-orang belaka.”[Fatawa Al-Lajnah Ad-Daimah no. 7529]
- Imam Ash-Shaghani berkata (tentang hadits ini),”Maudhu’ (Hadits Palsu).” [Kasyful Khafa’ lil ‘Ajluni (1/345)]
- Penulis kitab Asnal Mathalib fi Ahaditsi Mukhtalifatil Maratib hal. 123, Syaikh Al-Hut Al Bairuti mengatakan,”Maudhu’ (Hadits Palsu).”
- Syaikh Al-Albani mengatakan,”Maudhu’ (Hadits Palsu).” [Silsilah Adh-Dha’ifah hal. 110]
- Syaikh Shalih Al-‘Utsaimin berkata,”Hadits maudhu’, makdzub (kedustaan yang diada-adakan).” [Syarh Al-Baiquniyah, hal. 39]
- Syaikh As-Su’aidan berkata,”Tidak diragukan lagi bahwa hadits ini maudhu’ dan merupakan kedustaan (makdzub).” [Al-Maqul mimma laisa bi Manqul, hal. 9]
- Abu Abdurrahman Al-Hajuri mengatakan,” Hadits bathil.” [Syarah Lamiyah Ibnil Wardi, hal. 154]
Berbagai nukilan ini jelas menunjukkan kedustaan penyandaran hadits tersebut kepada Nabi ﷺ. Para Hafizh (Ahli Hadits) tidak menemukan sumber dari hadits ini. Ia adalah ucapan yang banyak dikatakan oleh lisan orang-orang dan menyebar luas.[iii]
Baca juga: Hadits Berlomba Lomba Dalam Kebaikan
Siapa Pencetus Hubbul Wathon Minal Iman
Kami belum mendapatkan satu sumber pun yang bisa dipercaya, yang menjelaskan tentang pencetus dari ungkapan hubbul wathan minal iman.
Para ahli hadits yang bergulat di dunia penelitian tentang sanad hadits pun tidak ada yang menemukan asal usul atau sumber dari hadits ini.
Baca juga: Pengertian Hadits Matruk
Sebab Hubbul Wathan Minal Iman Hadits Palsu
Di bagian sebelumnya telah dinukil perkataan Imam Ali Al-Qari Al-Harawi bahwa hadits:
حُبُّ اْلوَطَنِ مِنَ اْلإِيْمَانِ
“Cinta tanah air bagian dari iman” itu tidak ada asalnya menurut para ahli hadits. Padahal di antara lafazh yang menunjukkan kepalsuan sebuah hadits dengan ungkapan yang tidak lugas, adalah perkataan para imam hadits dalam menghukumi suatu hadits tertentu berupa:
لا أَصْلَ لَهُ
“Hadits ini tidak ada asalnya (sumbernya).”
Apabila seorang Hafizh besar yang hafalannya terhadap hadits telah mencakup seluruh hadits atau mayoritas hadits, seperti Imam Ahmad, Ali bin Al Madini, Yahya bin Ma’in dan orang-orang yang datang sesudah mereka seperti Al-Bukhari, Abu Hatim, Abu Zur’ah dan orang-orang setelah mereka seperti An-Nasa’i kemudian Ad-Daruquthni dan yang semisal mereka, berkata tentang sebuah hadits tertentu:
لَا أَعْرِفُهُ
“Aku tidak mengenalnya.”
atau
لَا أَصْلَ لَهُ
“Hadits ini tidak ada sumbernya.”
hal itu sudah cukup untuk menghukumi hadits tersebut sebagai hadits maudhu’ (palsu).
[Lihat: An-Nukat ‘ala kitaabi Ibni Shalah (2/75); Tanzihusy Syari’ah Al-Marfu’ah ‘anil Akhbar Asy-Syani’ah Al-Maudhu’ah (1/17-18); Al-Wadh’ fil hadits (1/117-119); Majmu’ Al-Fatawa (21/594), (4/339); An-Nukat Al-wafiyah bima fi syarhil Alfiyah (1/568); Fathul Mughtits bisyarhi Alfiyatil hadits (1/316); Tadribur Rawi fi syarhi taqribin nawawi (1/350)][iv]
Wallahu a’lam. Semoga bermanfaat.
Tulisan ini hubbul wathon minal iman pertama kali diunggah pada 3 Oktober 2021
[i] https://web.facebook.com/ahadeth.daeefa.batela/posts/943743505695979/?_rdc=1&_rdr
[ii] https://terminologyenc.com/ar/browse/term/71820
[iii] https://web.facebook.com/ahadeth.daeefa.batela/posts/943743505695979/?_rdc=1&_rdr
[iv] https://terminologyenc.com/ar/browse/term/71820
Baca juga: Hadits Man Arafa Nafsahu Faqad Arafa Rabbahu
nanti coba pahami dettik terakhir pembahsan terkait hal tersebut oleh gusbaha smoga manjadi pencerahan, https://www.youtube.com/watch?v=VXef5-XDwcg,
bahwa pernah di jaman rosul dalam perang ahzab dalam rangka mempertahankan madinah , hukumnya fardu ain, smoga niatnya bukan untuk mengikuti nafsu yg dilarang , jadi nafsunya kepada cinta tanah air bukan karena allah SWT. demikian kiranya smoga bermanfaat
Jazakumullah Khairan
Jazakumullah khoir atas masukannya.
Tulisan kami mengandung 2 hal, yakni
1. Status hadits
Terkait status hadits, perlu didudukkan statusnya yakni hadits maudhu’.
2. Penjelasan haditsnya.
Adapun penjelasannya, bila semua artikel diatas dibaca secara cermat tidak ada bedanya antara yang disampaikan oleh Gus Baha dan penjelasan artikel ini.
Berikut kami nukilkan yang ada di penjelasan ini untuk melihat lebih detailnya:
Mencintai tanah air apabila Islami maka anda mencintainya karena tanah airnya Islami.
Tidak ada bedanya antara tanah air anda yang menjadi tempat kelahiran anda atau negeri-negeri kaum Muslimin yang jauh, semua itu tanah air Islami yang wajib kita bela.
Yang jelas, kita wajib mengetahui bahwa niat yang benar adalah kita berperang demi Islam di negeri kita atau demi tanah air kita karena ia negeri yang Islami bukan demi tana air semata.” [Syarah riyadhus Shalihin, Syaih Utsaimin]
Lalu tersisa pertanyaan: orang yang berperang karena membela negerinya apakah dia berperang di jalan Allah atau tidak? Kami katakan, apabila anda berperang membela negeri anda karena negeri tersebut negeri Islami lalu anda ingin membelanya karena ia negeri Islami, maka ini di jalan Allah. Karena anda telah berperang agar kalimat Allah itu tinggi.
Adapun kalau anda berperang hanya karena ia adalah tanah air semata, maka ini bukan di jalan Allah, karena timbangan yang ditetapkan oleh Nabi ﷺ tidak berlaku padanya.”[Syarah Riyadhus shalihin, Syaikh Utsaimin]
Sekali lagi, jazakumullah khoir.