Pengertian Hadits Maqlub dan Contohnya, Pembagian, Hukum

Tulisan berikut ini mengulas tentang hadits maqlub, hadits yang mengalami adanya pertukaran dalam sanad atau matannya. Pembahasannya mencakup pengertian hadits maqlub dari segi bahasa dan istilah, serta pembagian hadits maqlub.

Selain itu disertakan juga contoh-contohnya, sebab yang mendorong terjadinya pertukaran dalam sanad dan matan, hukumnya dan buku-buku yang paling terkenal yang membahas tentang hadits maqlub.

Pengertian Hadits Maqlub Adalah

Pengertian Hadits Maqlub Definisi Arti Bahasa Istilah

Maqlub Secara Bahasa Artinya

Kata المَقْلوبُ al-Maqlub adalah isim maf’ul dari kata قَلَبَ qalaba. Maqlub berarti setiap sesuatu yang diubah atau ditukar dari keadaan asalnya. [Al-Qamus Al-Muhith]

Definisi Hadits Maqlub Secara Istilah

Secara istlah yang dimaksud dengan hadits maqlub adalah mengubah atau menukar suatu lafazh dengan lafazh yang lain, baik dalam sanad hadits atau pun matannya, dengan mendahulukan atau mengakhirkan dan sebagainya.” [Lihat Ulumul Hadits, hal. 101][i]

Baca juga: Pengertian Hadits Shahih Adalah

Pembagian Macam-Macam Hadits Maqlub

Pembagian Macam Macam Hadits Maqlub Sanad dan Maqlub Matan

Hadits maqlub terbagi menjadi dua macam, yaitu maqlub sanad dan maqlub matan. Penjelasan lebih detailnya adalah sebagai berikut:

Hadits Maqlub Sanad

Menurut Dr. Syed Abdul Majid Al-Ghouri, Maqlub dalam sanad ada tiga bentuk yaitu:

  1. Seorang perawi yang mendahulukan atau mengakhirkan nama seorang rawi dan nama bapaknya, seperti hadits yang diriwayatkan dari Ka’ab bin Murrah tetapi diriwayatkan oleh perawi menjadi Murrah bin Ka’ab.
  2. Seorang perawi mengubah nama seseorang dengan yang lain dengan tujuan untuk menjadikannya gharib (asing). Seperti hadits masyhur dari Salim, tetapi dijadikan sebagai hadits dari Nafi’ oleh seorang perawi.
  3. Sanad suatu matan diambil dan diletakkan di matan yang lain dan diambil matan yang pertama lalu dicantumkan kepada sanad yang kedua. Ulama sering memberikan contoh bagi jenis ini dengan kisah terkenal yang terjadi pada Imam Al-Bukhari ketika memasuki Baghdad, Irak.[ii]

Kisah yang menunjukkan kecerdasan, daya ingat dan ketawadhuan Imam Al-Bukhari rahimahullah itu selengkapnya adalah sebagai berikut:

Al-Hafizh meriwayatkan dengan sanadnya kepada Abu Ahmad bin Adi, ia berkata,”Aku mendengar sejumlah Syaikh (ulama) berkata,”Sesungguhnya Muhammad bin Ismail Al-Bukhari telah tiba di Baghdad. Para Ahli Hadits mendengar kedatangan Al-Bukhari tersebut. Lantas mereka berkumpul dan mereka mulai menyiapkan 100 hadits.

Mereka menukar matan dan sanadnya. Mereka menjadikan matan sanad ini untuk sanad yang lain. Dan menjadikan sanad ini untuk matan yang lain. Mereka menyerahkanya kepada 10 orang ahli hadits dan masing masing orang 10 hadits.

Para ahli hadits tersebut memerintahkan kepada 10 orang dari mereka tadi agar mengajukan hadits-hadits yang telah ditukar-tukar tersebut kepada Al-Bukhari saat menghadiri majlis dengan Al-Bukhari.

Para ahli hadits tadi telah menetapkan waktu majlis tersebut. Maka hadirlah dalam majlis itu sejumlah ulama asing dari penduduk Khurasan dan selain mereka, juga dari kalangan ulama Baghdad.

Setelah para peserta majlis telah duduk dengan tenang, salah seorang dari 10 utusan para ahli hadits tadi bertanya kepada Imam Al-Bukhari tentang hadits-hadits yang telah disiapkan tersebut.

Al-Bukhari menjawab,”Aku tidak mengenal hadits tersebut.” Ahli hadits itu menyampaikan satu demi satu hadits yang telah dibolak balik tersebut hingga genap sepuluh hadits. Dan Al-Bukhari menjawab,”Aku tidak mengenal hadits tersebut.”

Para Fuqaha yang hadir dalam majlis tersebut saling memandang satu sama lain. Mereka berkata,”Pria itu paham.” Namun salah seorang dari mereka berpandangan sebaliknya. Dia memvonis Imam AL-Bukhari sebagai orang yang lemah hafalannya, kurang cerdas dan lemah pemahamannya.

Setelah itu, utusan kedua bertanya tentang sebuah hadits dari hadits-hadits maqlub itu dan dijawab oleh Al-Bukhari,”Aku tidak mengenal hadits tersebut.” Lalu dia bertanya hadits yang kedua dan jawaban Al-Bukhari,”Aku tidak mengenal hadits tersebut.”

Kemudian satu demi satu hadits maqlub tadi ditanyakan kepada Al-Bukhari hingga genap 10 hadits dan jawaban Al-Bukhari tetap sama,”Aku tidak mengenal hadits tersebut.”

Setelah itu utusan yang ketiga menanyakan 10 hadits, kemudian utusan keempat dan seterusnya hingga genap 10 utusan para ahli hadits tersebut tuntas menyampaikan hadits-hadits maqlub dan jawaban Al-Bukhari tidak berubah sama sekali sejak awal, tanpa ada tambahan sedikit pun.

Setelah Imam Al-Bukhari mengetahui bahwa mereka telah selesai mengajukan hadits kepadanya, maka Imam Al-Bukhari mengarahkan pandangannya kepada utusan pertama tadi.

Kemudian Imam Al-Bukhari berkata,”Adapun hadits anda yang pertama tadi seperti ini dan yang benar adalah demikian ini. Hadits anda yang kedua tadi seperti ini dan yang benar adalah demikian.”

Kemudian Imam Al-Bukhari secara urut menyebutkan masing-masing hadits maqlub dari ketiga hingga kesepuluh dan setelah menyebutkan setiap hadits maqlub tersebut imam Al-Bukhari mengembalikan setiap matan kepada isnadnya dan setiap isnad kepada matannya.

Dan beliau melakukan hal seperti itu kepada hadits-hadits maqlub yang disampaikan oleh 9 utusan lainnya yang tersisa. Imam Al-Bukhari mengembalikan matan-matan hadits seluruhnya kepada isnadnya yang benar dan mengembalikan isnadnya kepada matan-matannya yang benar.

Akhirnya para ulama yang hadir saat itu mengakui kekuatan hafalannya dan bahwa Imam Al-Bukhari memang memiliki keutamaan.

Aku (Abu Ahmad bin Adi) berkata,”Di sini kami tunduk kepada Al-Bukhari. Betapa menakjubkannya dia karena mampu mengoreksi kesalahan. Dan yang benar-benar menakjubkan adalah Al-Bukhari mampu menghafal kesalahan urutan semua hadits yang diajukan kepadanya dalam sekali dengar saja.”[iii]

Hadits Maqlub Matan

Sedangkan Maqlub matan, menurut penjelasan Dr. Mahmud Thahan adalah penukaran yang terjadi pada matan hadits. Ia mempunyai dua bentuk:

  1. Perawi mengedepankan dan mengakhirkan sebagian matan hadits.
  2. Perawi menempatkan matan suatu hadits kepada sanad hadits lain dan menempatkan sanadnya terhadap matan hadits lain dan menempatkan sanadnya terhadap matan hadits lain. Hal ini dimaksudkan untuk menguji atau yang semisalnya.

Contohnya adalah apa yang dilakukan oleh para ulama Baghdad terhadap Imam Al-Bukhari. Mereka telah menukar 100 hadits lalu bertanya kepada Imam Al-Bukhari untuk menguji hafalannya. Beliau mengembalikan (sanad dan matan) hadits – tersebut seperti semula dan tidak ada kekeliruan satu hadits pun.[iv]

Perlu dijelaskan di sini, Dr. Muhammad bin Umar bin Salim Bazmul mengatakan bahwa salah satu bentuk pergantian atau pertukaran dalam sebuah hadits adalah menjadikan sanad hadits ini ke matan hadits yang lain dan matan hadits yang lain ke sanad hadits ini.

Pertukaran semacam ini menurut sebagian besar ulama hadits masuk ke dalam kategori pertukaran dalam sanad. Namun sebagian ulama hadits yang lain menganggap itu merupakan bentuk pertukaran dalam matan.

Pada hakikatnya keduanya itu beririsan/ saling masuk (musytarok). Al-Jazari menyebutnya dengan istilah Al-Murokkab. Demikian pula dengan Al-Qasimi.[v]

Dengan demikian, kita bisa memahami mengapa Dr. Syed Abdul Majid Al-Ghouri menjadikan kasus Imam Al-Bukhari diuji oleh para pakar hadits di Baghdad sebagai contoh dari maqlub dalam sanad sedangkan Dr. mahmud Thahan menjadikannya sebagai contoh Maqlub dalam matan.

Karena memang pada hakikatnya keduanya beririsan. Sehingga yang satu melihat dari perspektif pertukaran sanad sedangkan yang satunya melihat dari perspektif pertukaran matan. Wallahu a’lam.

Baca juga: Pengertian Hadits Qudsi

Contoh Hadits Maqlub Beserta Artinya

Contoh Hadits Maqlub Sanad dan Contoh Maqlub Matan

Berikut ini contoh dari hadits maqlub baik sanad maupun matan agar ada gambaran yang lebih jelas.

Contoh Hadits Maqlub Sanad

  1. Hadits yang diriwayatkan oleh Hammad An-Nashibi dari Al-A’masy dari Abu Shalih dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu secara marfu’,

إِذَا لَقِيتُمُ الْمُشْرِكِينَ فِي طَرِيقٍ فَلَا تَبْدَءُوهُمْ بِالسَّلَامِ

”Apabila kalian bertemu dengan orang-orang musyrik maka janganlah kalian mendahului mereka mengucapkan salam.”

Dr. Sayyid Abdul Majid Al-Ghouri mengatakan,”Ini hadits maqlub. Yang melakukan penukaran sanad adalah Hammad. Ia menjadikan sanad hadits tersebut dari Al-A’masy padahal hadits tersebut dikenal dari Suhail bin Abi Shalih dari ayahnya dari Abu Hurairah.

Demikianlah yang dikeluarkan oleh Muslim di dalam Shahih-nya. Perawi yang melakukan penukaran semacam ini disebut sebagai perawi yang mencuri hadits.[vi]

  1. Hadits Abdullah bin Dinar dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma,

نَهَى رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم، عَنْ بَيْعِ الْوَلَاءِ، وَعَنْ هِبَتِهِ

“Rasulullah ﷺ melarang dari menjual wala’ (ikatan antara seorang budak yang telah merdeka dengan tuannya yang telah memerdekakannya) dan melarang dari menghibahkannya.” [Muttafaq ‘alaih. Dikeluarkan oleh Al-Bukhari (2535) dan Muslim (1506)]

Syaikh Muhammad Thaha Sya’ban berkata,”Hadits ini diriwayatkan secara sendirian oleh Abdulah bin Dinar. Tidak seorang pun yang meriwayatkan hadits tersebut dari Ibnu Umar kecuali dia. Maka Yahya bin Sulaim telah keliru karena dia meriwayatkan hadits tersebut dari Nafi’ dari Ibnu Umar. [Diriwayatkan oleh Ibnu Majah]

Jadi di sini Yahya bin Sulaim telah mengganti Abdullah bin Dinar dengan Nafi’.[vii]

  1. Hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Abi Katsir dari Abdullah bin Qatadah dari ayahnya dari Nabi ﷺ , bahwa Nabi ﷺ bersabda,

إِذَا أُقِيمَتِ الصَّلَاةُ فَلَا تَقُومُوا حَتَّى تَرَوْنِي

Apabila iqamah sudah dikumandangkan maka janganlah kalian berdiri sampai kalian melihatku.” [Hadits riwayat Muslim no. 604]

Syaikh Muhammad Thaha Sya’ban menerangkan,”Inilah Isnad yang terpelihara (mahfuzh) untuk hadits ini. Al-Bukhari dan Muslim telah mengeluarkan hadits ini dari arah jalur isnad ini.

Maka, Jarir bin Hazim telah keliru saat dia meriwayatkan matan hadits ini dengan sanad yang lain. Jarir bin Hazim berkata,”Dari Tsabit Al-Bunani dari Anas radhiyallahu ‘anhu dari Nabi ﷺ . Di sini Jarir telah mengganti isnad hadits tersebut secara keseluruhan.[viii]

Contoh Hadits Maqlub Matan

  1. Ath-Thabrani telah mengeluarkan dalam Al-Mu’jam Al-Ausath 3/354 no. 2736 dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwa Nabi ﷺ bersabda,

إذا أمرتُكُم بشيءٍ فأتوهُ ، وإذا نَهَيتُكُم عن شيءٍ فاجتَنبوهُ ما استَطعتُمْ

”Bila aku perintahkan kalian dengan sesuatu maka kerjakanlah dan bila aku larang kalian dari sesuatu maka jauhilah semaksimal kemampuan kalian.”

Dr. Sayyid Abdul Majid Al-Ghouri mengatakan bahwa matan hadits ini maqlub. Imam Al-Bukhari dan Muslim telah meriwayatkan dengan lafazh:

مَا نَهَيْتُكُمْ عَنْهُ، فَاجْتَنِبُوهُ، وَمَا أَمَرْتُكُمْ بِهِ فَأْتُوا مِنْهُ مَا اسْتَطَعْتُمْ

Apa saja yang kalian telah kularang darinya maka jauhilah dan apa saja yang aku perintahkan kalian untuk melakukannya maka laksanakanalah semaksimal kemampuan kalian.” [Dikeluarkan oleh Al-Bukhari dalam kitab Al-I’tisham Bab Al-Iqtida’ bi sunan An -Nabiy ﷺ , no. 7288][ix]

  1. Hadits Abu Hurairah tentang 7 golongan manusia yang akan mendapat naungan di akhirat.

عَنِ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم، قَالَ: “سَبْعَةٌ يُظِلُّهُمُ اللَّهُ فِي ظِلِّهِ، يَوْمَ لَا ظِلَّ إِلَّا ظِلُّهُ: الإِمَامُ العَادِلُ، وَشَابٌّ نَشَأَ فِي عِبَادَةِ رَبِّهِ، وَرَجُلٌ قَلْبُهُ مُعَلَّقٌ فِي المَسَاجِدِ، وَرَجُلانِ تَحَابَّا فِي اللَّهِ اجْتَمَعَا عَلَيْهِ وَتَفَرَّقَا عَلَيْهِ، وَرَجُلٌ طَلَبَتْهُ امْرَأَةٌ ذَاتُ مَنْصِبٍ وَجَمَالٍ، فَقَالَ: إِنِّي أَخَافُ اللَّهَ، وَرَجُلٌ تَصَدَّقَ، أَخْفَى حَتَّى لا تَعْلَمَ شِمَالُهُ مَا تُنْفِقُ يَمِينُهُ، وَرَجُلٌ ذَكَرَ اللَّهَ خَالِيًا فَفَاضَتْ عَيْنَاهُ

Dari Nabi ﷺ, beliau bersabda,”Ada tujuh golongan manusia yang Allah akan berikan naungan di naungan-Nya, pada hari tidak ada naungan kecuali naungan-Nya:

  1. Imam yang adil
  2. Pemuda yang tumbuh dewasa dalam beribadah kepada Tuhannya.
  3. Pria yang hatinya tergantung di masjid.
  4. Dua orang yang saling mencintai karena Allah. Mereka bersatu karena Allah dan berpisah karena Allah.
  5. Pria yang diajak berzina oleh wanita memiliki kedudukan tinggi dan cantik, lalu menjawab,”Aku benar-benar takut kepada Allah.”
  6. Orang yang bersedekah secara tersembunyi, hingga tangan kirinya tidak mengetahui apa yang disedekahkan oleh tangan kanannya.
  7. Orang yang berdzikir kepada Allah sendirian lalu menetes air matanya.

[Hadits mutafaq ‘alaih. Diriwayatkan oleh Al-Bukhari (660) dan Muslim (1031)]

Syaikh Muhammad Thaha Sya’ban mengatakan bahwa sebagian perawi telah keliru dengan mengatakan,

حَتَّى لَا تَعْلَمَ يَمِينُهُ مَا تُنْفِقُ شِمَالُهُ

”Sehingga tangan kanannya tidak mengetahui apa yang disedekahkan oleh tangan kirinya.[x]

Penyebab Hadits Maqlub & Hukumnya

Penyebab Hadits Maqlub dan Hukumnya

Menurut Dr. Mahmud Thahhan, hal-hal yang mendorong terjadinya penukaran dalam hadits adalah sebagai berikut:

  1. Bertujuan agar menjadi sesuatu yang asing (gharib/lain dari yang lain) agar manusia suka kepada riwayat haditsnya dan mengambil hadits tersebut.
  2. Bertujuan untuk menguji dan memastikan kemampuan hafalan seorang ahli hadits dan kesempurnaan penguasaannya terhadap hadits tersebut.
  3. Terperosok ke dalam kekeliruan dan kesalahan tanpa unsur kesengajaan. [Taisir Musthalahil Hadits, Dr. Mahmud Thahan, hal. 109][xi]

Hukum orang yang memaqlubkan hadits ada rinciannya sebagaimana dijelaskan oleh Dr. Sayyid Abdul Majid Al-Ghouri sebagai berikut:

  1. Apabila penukaran tersebut dilakukan dengan tujuan agar menjadi asing (untuk menarik perhatian orang), maka tidak ada keraguan lagi, hal ini tidak boleh dilakukan karena hal itu berarti telah melakukan perubahan dalam hadits. Ini merupakan kelakuan para pemalsu hadits.
  2. Apabila bertujuan untuk menguji maka diperbolehkan dalam rangka untuk memastikan daya hafal seorang muhadits dan kapasitasnya. Hal ini dengan syarat harus ada penjelasan hadits yang shahih sebelum majlis pengujian tadi bubar.
  3. Apabila disebabkan oleh kekeliruan dan lupa maka tidak ragu lagi pelakunya dimaafkan kesalahannya, namun bila banyak keliru dan lupa maka menghilangkan dhabth-nya dan menjadikannya dha’if.[xii]

Hukum Hadits Maqlub

Hukum Hadits Maqlub Adalah

Dr. Sayyid Abdul Majid Al-Ghouri mengatakan bahwa hadits maqlub itu termasuk jenis hadits dha’if yang tertolak sebagaimana telah diketahui.[xiii]

Buku Yang Membahas Hadits Maqlub

Buku yang membahas hadits maqlub lengkap

Buku yang paling terkenal tentang hadits maqlub adalah sebagai berikut:

  1. Rafi’u Al-Irtiyab fi Al-Maqlub min Al-asma’ wa Al-Alqab, karya Khathib Al-Baghdadi. Bila dilihat dari judul buku tersebut jelas bahwa buku ini khusus membahas maqlub yang terjadi pada sanad saja.
  2. Mustafad min Taisir Musthalah Al-Hadits, hal. 108-109.
  3. Al-Idhah fi ‘Ulum Al-Hadits, hal. 226-228.
  4. Manhaj An-Naqd fi ‘ulum Al-Hadits , hal. 435.[xiv]

Demikianlah pembahasan singkat tentang hadits maqlub. Semoga bermanfaat dalam menambah sedikit wawasan tentang hadits maqlub.

Bila ada kebenaran dalam tulisan ini maka itu dari Allah Ta’ala semata dan bila ada kesalahan di dalamnya maka dari kami dan setan. Semoga Allah Ta’ala mengampuni semua kesalahan kami.


[i] Kamus Istilah Hadis, Dr. Syed Abdul Malik Al-Ghouri, Darul Syakir Enterprise, Kuala Lumpur, Edisi kedua, 2017, hal. 534.

[ii] Ibid.

[iii] Min A’lamis Salaf Jilidd 2, Dr. Ahmad Farid, Darul Iman, Iskandariyah, Cetakan pertama, 1418 H/ 1998 M 274-275.

[iv] Ilmu Hadits Praktis, Dr. Mahmud Thahan, Pustaka Thariqul Izzah, Bogor, Cetakan keempat, 2010 hal. 133.

[v] Lihat: Al-Hadits Al-Maqlub: Ta’rifuhu wa Fawaiduhu wa Hukmuhu wal Mushannafaat fiih, karya Dr. Muhammad bin Umar bin Salim Bazmul (hal 20 pdf).

[vi] Mu’jam Al-Musthalah Al-Haditsiyah, Dr. Sayyid Abdul Majid Al-Ghouri, Dar Ibnu Katsir, Beirut, cetakan pertama, 1428 H / 2007 M, hal. 770.

[vii] https://www.alukah.net/sharia/0/121600/

[viii] Ibid.

[ix] Mu’jam Al-Musthalah Al-Haditsiyah, Dr. Sayyid Abdul Majid Al-Ghouri, Dar Ibnu Katsir, Beirut, cetakan pertama, 1428 H / 2007 M, hal. 770.

[x] https://www.alukah.net/sharia/0/121600/

[xi] https://www.alukah.net/sharia/0/134657/

[xii] Mu’jam Al-Musthalah Al-Haditsiyah, Dr. Sayyid Abdul Majid Al-Ghouri, Dar Ibnu Katsir, Beirut, cetakan pertama, 1428 H / 2007 M, hal. 771.

[xiii] Ibid.

[xiv] Ibid.

Leave a Comment