Hadits Nasikh Mansukh adalah frase yang biasa dikenal oleh kalangan pelajar studi Islam, baik di kalangan para santri maupun mahasiswa perguruan tinggi Islam.
Untuk masyarakat kebanyakan, istilah nasikh mansukh seringkali hanya dikaitkan dengan ayat-ayat dalam Al-Quran. Sebenarnya, nasikh mansukh juga terjadi dalam hadits Nabi ﷺ .
Tulisan berikut ini akan membahas tentang pengertian nasikh mansukh dalam hadits, contoh nasikh mansukh dalam hadits, urgensi mengetahui nasikh mansukh dalam hadits dan cara mengetahui nasikh mansukh dalam hadits menurut para ulama.
Pengertian Naskh
Pengertian dari Naskh, atau sering dibaca dengan Nasakh dalam lisan kita, dilihat dari sisi bahasa dan istilah dalam ilmu hadits adalah sebagai berikut:
Naskh Secara Bahasa
Secara bahasa kata النسخ an-naskhu memiliki dua buah makna yaitu:
- الإزالة al-izalah artinya penghilangan atau penghapusan.
Misalnya, kalimat نَسَخَتِ الشَّمْسُ الظِّلَّ nasakhotisy syamsu azh-azhilla, (Matahari telah me-nasakh naungan) maksudnya menghilangkannya.
- النقل an-naql artinya pemindahan
Misalnya, نسخت الكتاب nasakhtul kitaab (Aku telah menasakh kitab ini) maksudnya aku telah memindah isi kitab tersebut.
Seolah-olah yang melakukan nasakh (yang disebut dengan Nasikh) telah menghilangkan yang di-mansukh atau memindahnya ke hukum yang lain.
Naskh Secara Istilah
Secara istilah, yang dimaksud dengan Naskh adalah Asy-Syari’ (yang menentukan syariat, yaitu Allah Ta’ala) menghilangkan atau menghapus sebuah hukum dari-Nya yang terdahulu dengan sebuah hukum baru yang berasal dari-Nya.[i]
Pengertian Hadits Nasikh Mansukh
Berikut ini penjelasan singkat tentang hadits nasikh dengan hadits mansukh:
Pengertian Hadits Nasikh
Hadits Nasikh adalah hadits yang datang belakangan yang menghapus hukum dari hadits yang telah ada sebelumnya.
Pengertian Hadits Mansukh
Adapun hadits Mansukh adalah hadits yang hukumnya dihilangkan atau dihapus karena adanya hadits yang datang lebih akhir yang membawa hukum baru.
Contoh Hadits Nasikh Mansukh
Untuk memperjelas tentang hadits yang mansukh dan hadits yang me-nasakhnya atau hadits nasikh, berikut ini ada sejumlah hadits yang bisa dijadikan sebagai contoh:
Contoh Hadits Mansukh
- Contoh Hadits Mansukh pertama
عن أنس بن مالك رضي الله عنه أنَّ أُكَيْدِرَ دُومَةِ الجَنْدَلِ، أَهْدَى لِرَسولِ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عليه وسلَّمَ جُبَّةٌ مِن سُنْدُسٍ -وذاك قبل أن ينهى عن الحرير- فلبسها، فَعَجِبَ النَّاسُ منها، فَقالَ النبي صلى الله عليه وسلم: «والذي نفسي بيده -ثلاثًا-، لَمَنَادِيلُ سَعْدِ بنِ مُعَاذٍ في الجَنَّةِ أحْسَنُ مِن هذه» ( رواه البخاري)
Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu bahwa Ukaidir Dumatul Jandal (penguasa Nashara di Dumatul Jandal, dekat Tabuk, pent) memberi hadiah jubah yang terbuat dari sutra halus kepada Rasulullah ﷺ – hal itu sebelum beliau melarang sutra – lalu beliau mengenakannya.
Para sahabat kagum dengan kehalusan sutra tersebut, maka Rasulullah ﷺ bersabda, ”Sapu tangan Sa’ad bin Mu’adz di surga benar-benar lebih baik daripada jubah sutra ini.” [Hadits riwayat Al-Bukhari]
- Contoh Hadits Mansukh kedua
وعن المِسْور بن مخرمة رضي الله عنهما قال: “قسم رسول الله صلى الله عليه وسلم أقبيةً، ولم يعط مخرمةَ شيئًا، فقال مخرمة: يابني، انطلق بنا إلى رسول الله صلى الله عليه وسلم، فانطلقت معه، فقال: ادخل وادعه لي، فدعوته له وعليه قباء من ديباج مزرر بذهب..” رواه الترمذي وقال: حديث حسن صحيح. والأقبية جمع قَباء بفتح القاف وهو نوع من الثياب ضيق من لباس العجم.
Dari Miswar bin Makhramah radhiyallahu ‘anhuma, dia berkata,”Rasulullah ﷺ membagikan sejumlah baju yang terbuat dari sutera, namun tidak memberi Makhramah sesuatu pun. Maka Makhramah berkata,”Nak! Ayo pergi bersamaku menemui Rasulullah ﷺ .”
Lalu aku berangkat bersamanya. (Sesampainya di depan rumah Nabi ﷺ ) Makhramah berkata,”Masuklah dan mintalah kepada beliau untuk diriku.”
Lalu aku meminta kepada Nabi ﷺ untuk Makhramah. Saat itu Nabi ﷺ membawa baju terbuat dari sutera yang berkancing emas…”
[Hadits riwayat At-Tirmidzi dan beliau berkata,”Hadits hasan shahih. الأقبية adalah bentuk jamak dari قَباء . Qaba’ adalah sejenis pakaian sempit yang biasa dipakai orang non Arab (‘Ajam).”]
Pada kedua hadits tersebut terdapat dalil (indikasi) bahwa memakai sutera dan emas pada mulanya diperbolehkan bagi pria dan wanita.[ii]
- Contoh Hadits Mansukh ketiga
Hadits yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dan At-Tirmidzi dari hadits Mu’awiyah:
مَن شربَ الخمرَ فاجلِدوهُ فإن عادَ فاجلِدوهُ فإن عادَ فاجلِدوهُ فإن عادَ فاقتُلوهُ
”Siapa saja yang minum khamr maka deralah. Bila dia mengulangi maka deralah. Bila dia mengulangi lagi maka deralah dan bila masih mengulang lagi maka bunuhlah.”
Imam An-Nawawi rahimahullah berkata dalam Syarh Muslim,”Ijma’ telah menunjukkan atas di-nasakh-nya hadits ini.”
Maksudnya, sesungguhnya ijma’ telah menunjukkan bahwa peminum khamr itu tidak dibunuh, namun dihukum had dengan cara didera meskipun berulang kali minum khamr di banyak kesempatan.[iii]
Contoh Hadits Nasikh
Berikut ini sejumlah hadits yang menjadi Nasikh (penghapus) bagi hukum sebelumnya:
- Contoh Hadits Nasikh pertama
عن عمر رضي الله عنه أن النبي صلى الله عليه وسلم قالَ : منْ لَبِسَ الحَرِيرَ في الدُّنْيا لَمْ يَلْبسْهُ في الآخرَةِ
Dari Umar radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah ﷺ bersabda,”Siapa saja yang memakai pakian sutera di dunia ini, dia tidak akan memakainya di akhirat nanti.” [Hadits riwayat Al-Bukhari]
- Contoh Hadits Nasikh kedua
وعن أَبي مُوسى الأشْعريِّ أنَّ رسُولَ اللَّه ﷺ قَالَ: حُرِّم لِبَاسُ الحَرِيرِ وَالذَّهَب عَلَى ذُكُورِ أُمَّتي، وَأُحلَّ لإنَاثِهِم.
رواهُ الترمذي وقال حديثٌ حسن صحيح
Dari Abu Musa Al-Asy’ari bahwa Rasulullah ﷺ bersabda,”Pakaian sutera dan emas diharamkan bagi umatku yang laki-laki dan dihalalkan bagi umatku yang perempuan.”
[Hadits riwayat At-Tirmidzi dan dia berkata, ”Hasan shahih.”
Ini menunjukkan naskh atau penghapusan hukum bolehnya sutera dan emas bagi pria karena telah berubah menjadi haram bagi para pria dan tetap halal bagi wanita karena kedua hadits ini datang belakangan.[iv]
- Contoh Hadits Nasikh ketiga
Dalam Shahih Muslim, Kitab An-Nikah, hadits no. 3488, Imam Muslim berkata,
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ نُمَيْرٍ، حَدَّثَنَا أَبِي، حَدَّثَنَا عَبْدُ الْعَزِيزِ بْنُ عُمَرَ، حَدَّثَنِي الرَّبِيعُ بْنُ سَبْرَةَ الْجُهَنِيُّ، أَنَّ أَبَاهُ، حَدَّثَهُ أَنَّهُ، كَانَ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم فَقَالَ “ يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنِّي قَدْ كُنْتُ أَذِنْتُ لَكُمْ فِي الاِسْتِمْتَاعِ مِنَ النِّسَاءِ وَإِنَّ اللَّهَ قَدْ حَرَّمَ ذَلِكَ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ فَمَنْ كَانَ عِنْدَهُ مِنْهُنَّ شَىْءٌ فَلْيُخَلِّ سَبِيلَهُ وَلاَ تَأْخُذُوا مِمَّا آتَيْتُمُوهُنَّ شَيْئًا” .
“Muhammad bin Abdillah bin Munir telah menceritakan kepada kami, (dia berkata),’Ayahku telah menceritakan kepadaku, (dia berkata),”Abdul Aziz bin Umar telah menceritakakan kepadaku, (dia berkata),”Ar-Rabi’ bin Sabrah al-Juhani telah menceritakan kepadaku bahwa ayahnya telah menceritakan kepadanya,
Bahwa dia pernah bersama Rasulullah ﷺ, beliau ﷺ bersabda,”Wahai manusia, sesungguhnya dahulu aku telah mengizinkan kalian untuk mencari kesenangan dengan para wanita melalui nikah mut’ah.
Sesungguhnya (mulai sekarang) Allah telah mengharamkan pernikahan semacam itu sampai hari kiamat. Maka siapa saja yang masih memiliki istri dari pernikahan semacam itu hendaklah dia ceraikan dan kalian tidak boleh mengambil kembali sedikit pun dari mahar yang telah kalian berikan kepada mereka.”[v]
Hadits -hadits ini hanya sekedar contoh, bukan untuk membatasi. Masih terdapat yang lainnya hanya saja tidak kami cari untuk ditulis di sini.
Pentingnya Mengetahui Hadits Nasikh Mansukh
Syaikh Manna’ Al-Qathan mengatakan, ”Pengetahuan tentang nasikh dan mansukh merupakan salah satu persoalan paling penting yang harus diketahui oleh siapa saja yang bergelut dengan kajian dalam hukum-hukum syariah.
Karena tidak mungkin bagi seorang peneliti hukum syariah untuk melakukan istinbath hukum (merumuskan kesimpulan hukum) dari dalil-dalilnya, tanpa mengetahui dalil-dalil yang menasakh / menghapus (Nasikh) dan yang dinasakh / dihapus (Mansukh).
Oleh karenanya, para ulama memberikan perhatian kepadanya dan menganggapnya sebagai suatu disiplin ilmu yang penting dalam ilmu- ilmu hadits.
Para ulama mendefinisikan ilmu Nasikh dan Mansukh dalam hadits ini dengan ungkapan,”Ilmu yang mengkaji hadits-hadits yang bertentangan yang tidak memungkinkan untuk mengkompromikan hadits-hadits tersebut, karena status hukum sebagian hadits tersebut adalah Nasikh (hadits yang menghapus hukum lama) dan sebagian hadits lainya adalah Mansukh (hadits lama yang hukumnya dihapus).
Maka, hadits yang terbukti secara pasti sebagai hadits yang datang lebih awal itu adalah hadits yang mansukh sedangkan yang terbukti secara pasti datang belakangan adalah hadits nasikh.[vi]
Cara Mengetahui Nasikh Mansukh Hadits
Untuk mengetahui mana hadits yang Nasikh dan mana yang Mansukh dapat ditempuh melalui beberapa cara, antara lain:
- Melalui penjelasan Rasulullah ﷺ
Contohnya adalah hadits Buraidah radhiyallahu ‘anhu dalam Shahih Muslim, Rasulullah ﷺ bersabda,
كُنْتُ نَهَيْتُكُمْ عَنْ زِيَارَةِ الْقُبُورِ، أَلا فَزُورُوهَا فَإِنَّ فِيهَا تُذَكِّرُ الآخِرَةَ
”Aku telah pernah melarang kalian untuk menziarahi kubur, maka (sekarang) berziarahlah, karena ziarah kubur itu mengingatkan kepada akhirat. [Hadits riwayat Muslim]
- Melalui penjelasan para sahabat Nabi ﷺ
Misalnya, perkataan Jabir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhu,
كان آخِرَ الأمرَيْنِ مِن رسولِ اللهِ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم تَرْكُ الوضوءِ ممَّا مسَّتِ النَّارُ
”Dua perkara terakhir dari Rasulullah ﷺ (salah satu di antaranya adalah) meninggalkan wudhu setelah memakan makanan yang dimasak dengan api (dibakar secara langsung).” [Diriwayatkan oleh para penulis kitab Sunan]
- Melalui pengetahuan sejarah.
Misalnya hadits Syaddad bin Aus,
أَفْطَرَ الحَاجِمُ وَالمَحْجُومُ
”Orang yang membekam dan orang yang dibekam telah batal puasanya.” [Hadits riwayat Abu Dawud]
Hadits ini telah di-nasakh dengan hadits Ibnu ‘Abbas,
أنَّ النبيَّ صَلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ احْتَجَمَ وهو مُحْرِمٌ، صَائِمٌ
”Bahwa Nabi ﷺ melakukan bekam padahal beliau dalam keadaan ihram dan sedang puasa.” [Hadits riwayat Muslim]
Pada sebagian jalur hadits Syadad bin Aus terdapat keterangan bahwa hal itu terjadi pada masa Fathu Makkah tahun 8 Hijriah. Adapun Ibnu Abbas menyertai Rasulullah ﷺ saat berihram pada haji wada’ tahun 10 Hijriah.
- Melalui penunjukkan (dilalah) Ijma’.
Hal ini sebagaimana hadits,
مَن شربَ الخمرَ فاجلِدوهُ فإن عادَ فاجلِدوهُ فإن عادَ فاجلِدوهُ فإن عادَ فاقتُلوهُ
”Siapa saja yang minum khamr maka deralah. Bila dia mengulangi maka deralah, bila dia mengulangi lagi maka deralah dan bila masih mengulang lagi maka bunuhlah.”
[Hadits riwayat Abu Dawud dan At-Tirmidzi]
Imam An-Nawawi berkata dalam Syarh Muslim,”Ijma’ telah menunjukkan atas dinasakhnya hadits ini.”
Ijma’ itu tidak melakukan naskh (tidak me-nasakh) dan tidak di-nasakh (tidak menjadi obyek naskh) akan tetapi ijma’ itu menunjukkan kepada Nasikh (yang menasakh).[vii]
Buku Yang Membahas Nasikh Mansukh Hadits
Buku-buku yang membahas Nasikh Mansukh dalam hadits yang telah ditulis oleh para ulama di antaranya adalah sebagai berikut:
- Al-I’tibar fi An-Nasikh wa Al-Mansukh min al-Atsar , karya Abu Bakar Muhammad Ibnu Musa Al-Hazimi.
- An-Nasikh wal Mansukh karya Imam Ahmad.
- Tajrid Al-Ahadits Al-Mansukhah, Karya Ibnul Jauzi.
- An-Nasikh wal Mansukh karya Qatadah bin Da’amah As-Sadusi (wafat 118 H).
- Nasikh Al-Hadits wa Mansukhuhu, karya Al-Hafizh Abu Bakar Ahmad bin Muhammad Al-Atsram (wafat 261 H), sahabat Imam Ahmad.
- Nasikh al-Hadits wa Mansukhuhu, karya ahli hadits Irak, Abu Hafsh Umar Ahmad Al-Baghdadi yang terkenal dengan nama Ibnu Syahin (wafat 385).
- An-Nasikh wa al-Mansukh karya al-‘Allamah Abu Al-Farj Abdurrahman bin Ali bin Al-Jauzi.
- Rusukh Al-Akhbar Fi Mansukh Al-Akhbar, karya Burhanuddin Al-Ja’bari (wafat 732 H).[viii]
Demikianlah pembahasan sederhana tentang Nasikh – Mansukh dalam hadits. Semoga tulisan ini bermanfaat. Bila ada kebenaran dalam tulisan ini maka itu dari Allah Ta’ala semata karena rahmat dan karunia-Nya.
Dan bila terdapat kekeliruan dan kesalahan di dalamnya, maka dari kami dan setan. Semoga Allah Ta’ala mengampuni segala kesalahan kami dan kaum Muslimin.
[i] Mabahits fi Ulumil Hadits, Syaikh Manna’ Al-Qathan, Maktabah Wahbah, Kairo, cetakan kedua 1412 H / 1992 M, hal. 114.
[ii] http://iswy.co/e12c7v
[iii] https://www.islamweb.net/ar/fatwa/95171/%D8%A3%D8%AD%D8%A7%D8%AF%D9%8A%D8%AB-%D9%85%D9%86%D8%B3%D9%88%D8%AE%D8%A9
[iv] http://iswy.co/e12c7v
[v] https://www.islamweb.net/ar/fatwa/95171/%D8%A3%D8%AD%D8%A7%D8%AF%D9%8A%D8%AB-%D9%85%D9%86%D8%B3%D9%88%D8%AE%D8%A9
[vi] Mabahits fi Ulumil Hadits, Syaikh Manna’ Al-Qathan, Maktabah Wahbah, Kairo, cetakan kedua 1412 H / 1992 M, hal. 115.
[vii] Ibid.
[viii] Lihat: Ilmu Hadits Praktis, Dr. Mahmud Thahan, Pustaka Thariqul Izzah, Bogor, Cetakan IV 2010, hal. 71 dan Mabahits fi Ulumil Hadits, Syaikh Manna’ Al-Qathan, Maktabah Wahbah, Kairo, cetakan kedua 1412 H / 1992 M, hal 115-116, juga Kamus Istilah Hadis, Syed Abdul Majid Ghouri, Darul Syakir Enterprise, Kuala Lumpur, Edisi kedua 2017, hal. 560