Ikhtilaf Ummat Rahmah – Perselisihan pendapat di kalangan umatku adalah rahmat. Ungkapan ini sering kita dengar dalam berbagai ceramah dan sering pula kita baca dalam berbagai tulisan.
Pembahasan lengkap arti ikhtilafu ummati rahmatun اختلاف أمتي رحمة, status hukum hadits ikhtilafu ummati rahmah serta kandungan ikhtilaf adalah rahmat
Ungkapan ini sering kali disebut sebagai hadits Nabi ﷺ. Benarkah demikian? Tulisan berikut ini akan mengulas tentang hadits ini baik dari segi makna, sanadnya maupun status hukumnya menurut para ulama ahli hadits.
Arti Tulisan Ikhtilafu Ummati Rahmatun Adalah
Arti dari hadits ikhtilafu rahmati dalam bahasa Indonesia adalah sebagai berikut:
اخْتِلَافُ أمَّتي رَحْمَةٌ
Ikhtilafu ummati rahmah.
“Perselisihan (pendapat) di antara umatku adalah rahmat.”
Maksud Ikhtilaf adalah Rahmat
Saat ditanya tentang hadits di atas, Syaikh Nuh Ali Salman mengatakan, “Hadits ini isnadnya dha’if. Akan tetapi maknanya adalah bahwa ikhtilaf atau perselisihan para mujtahid di kalangan umat ini di dalamnya terdapat kelonggaran bagi manusia.
Telah diriwayatkan dari Umar bin Abdul Azis bahwa dia berkata,”
لاَ يَسُرُّنِيْ أَنَّ أَصْحَابَ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَمْ يَخْتَلِفُوْا؛ لِأَنَّهُمْ لَوْ لَمْ يَخْتَلِفُوْا لَمْ تَكُنْ رُخْصَةٌ
“Aku tidak suka bila para sahabat Muhammad ﷺ tidak berselisih (pendapat) karena bila mereka tidak berselisih maka tidak akan ada rukhshah (keringanan).”
Hal ini dikarenakan bagi selain mujtahid maka kewajibannya adalah beramal berdasarkan pendapat mujtahid meskipun dia tidak mengetahui dalilnya. Dan mengambil pendapat yang lebih ringan dari sebagian masalah yang diperselisihkan oleh para mujathid itu di dalamnya terdapat kelonggaran bagi kaum Muslimin.
Contoh yang paling dekat adalah perselisihan para mujtahid tentang menyentuh wanita yang bukan mahram itu akan membatalkan wudhu. Imam Asy-Syafi’i mengatakan hal itu membatalkan wudhu’.
Sedangkan para ulama madzhab Hanafi mengatakan tidak membatalkan wudhu. Pada saat Thawaf harus taqlid dengan ulama madzhab Hanafi karena wudhu adalah syarat sah bagi Thawaf. Sementara di dalam Thawaf terjadi persentuhan antara pria dan wanita tanpa ada unsur kesengajaan yang disebabkan oleh berdesakannya (berkerumunnya) banyak orang.
Memperbaharui wudhu setelah terjadinya persentuhan itu menyulitkan. Taqlid terhadap para ulama Hanafiah menyelesaikan masalah bagi kalangan Syafi’iyyah. Inilah maknanya rukhshah.
Namun perlu dicatat, siapa saja yang mencari pendapat paling ringan tanpa ada kebutuhan maka para ulama berkata tentang orang semacam ini,
من تتبّع الرخص فقد ضلّ
“Siapa saja yang mencari-cari berbagai rukhshah maka dia benar-benar telah sesat.”
[Fatawa Asy-Syaikh Nuh Ali Salman – Fatawa Al-Hayah Al-‘Aamah / Fatwa no. 48][i]
Baca juga: Contoh Hadits Mutawatir Lafdzi
Sanad Hadits Ikhtilafu Ummati Rahmah
Syaikh Al-Albani mengatakan, “Hadits ini tidak ada sumbernya. Para ahli hadits telah berusaha keras mendapatkan sumbernya dengan meneliti dan menelusuri sanadnya namun tidak menemukannya.”[ii]
Syaikh Ahmad bin Ash-Shiddiq Al-Ghumari di dalam kitab Al-Madawi (1/235), setelah menukil takhrij As-Suyuthi terhadap hadits tersebut di dalam Al-Jami’ Ash-Shaghir di mana Imam As-Suyuthi menyatakan,
“Hadits ini diriwayatkan oleh Nashr Al-Maqdisi di dalam Al-Hujjah dan Al-Baihaqi di dalam Ar-risalah Al-Asy’ariyyah tanpa sanad dan disebutkan oleh Al-Halimi serta Al-Qadhi Husain dan Imam Haramain dan selain mereka, kemungkinan hadits ini dikeluarkan di sebagian kitab para Hafizh (pakar hadits) yang belum sampai kepada kita.”
berkata,” Saya (yaitu Al-Hafizh Ahmad bin Ash-Shiddiq) katakan – dia mengkritik as-Suyuthi-” As-Suyuthi menyebutkan hadits maudhu’ dan bathil yang tidak ada sumbernya padahal dia tidak mendapati orang yang mengeluarkan hadits tersebut. As-Suyuthi juga menyebutkan orang-orang yang dijadikan sandaran karena mereka telah menyebutkan hadits tersebut.
Janganlah terpedaya dengan mereka. Karena mereka itu keahliannya di bidang fikih. Mereka tidak menguasai hadits secara mutlak. Bahkan di antara mereka itu ada yang menyebutkan hadits maudhu’ sebagai hujah dalam suatu hukum kemudian dia menyandarkannya kepada Ash-Shahihain (Kitab Shahih Al-Bukhari dan Muslim).
Mengenai al-Baihaqi – meskipun beliau adalah seorang Hafizh (Pakar ilmu hadits)- namun ruh fikih mendominasi dirinya selain adanya kecenderungan dan ta’ashub. Yang mendorongnya untuk menyebutkan hadits tersebut di dalam Ar-Risalah Al-Asy’ariyyah tanpa sanad hanyalah hal tersebut.”[iii]
Baca juga: Hadits Kompetisi Berlomba Lomba Dalam Kebaikan
Status Hadits Ikhtilafu Ummati Rahmah
Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah saat ditanya apakah hadits “Perselisihan (pendapat) di antara umatku adalah rahmat.” ini hadits shahih? Beliau menjawab hadits ini tidak shahih. Hadits ini bukan sabda Nabi ﷺ . Ia hanyalah perkataan seseorang dari kalangan Tabi’in.
Nabi ﷺ tidak pernah mengatakan hal ini. Yang mengatakan adalah salah seorang dari Tabi’in yang menyatakan,
مَا أَرَى أَصْحَابَ النَّبِيِّ ﷺ اخْتَلَفُوْا إِلَّا رَحْمَةً مِنَ اللهِ
”Tidaklah aku melihat para sahabat Nabi ﷺ itu berselisih kecuali hal itu merupakan rahmat dari Allah Subhanahu wa Ta’ala.”
Maksudnya, sehingga sang mujtahid akan mencermati dalil. Dengan demikian ikhtilaf di antara para ulama di dalamnya terdapat berbagai maslahat bagi kaum Muslimin. Meskipun persatuan itu lebih utama dan lebih baik.”[iv]
Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani dalam kitab Dha’if Al-Jaami’ halaman atau nomor 230 mengatakan bahwa hadits:
اختلافُ أمَّتي رَحمةٌ
“Perselisihan (pendapat) di antara umatku adalah rahmat.” merupakan hadits maudhu’ (palsu).”[v]
Baca juga: Hadits Utlubul Ilma Walau Bisshin
Sebab Hadits Ikhtilafu Ummati Rahmah Hadits Palsu
Mengapa hadits di atas disebut hadits maudhu atau hadits palsu? Karena memang itu bukan sabda Nabi ﷺ dan bahkan bukan pula perkataan para sahabat.
Sementara pengertian hadits maudhu’ atau palsu dalam istilah ilmu hadits adalah suatu kedustaan dan kepalsuan yang disandarkan kepada Rasulullah ﷺ yang tidak pernah dikatakan atau ditetapkan oleh Rasulullah ﷺ.
Ungkapan ikhtilafu ummati rahmah itu tidak dikatakan oleh Nabi ﷺ , tidak pula oleh para sahabat radhiyallahu ‘anhum namun secara dusta disandarkan kepada Nabi ﷺ. Hadits ini tidak ada sanadnya menurut Imam As-Subki. Wallahu a’lam.
Tulisan Hadits Ikhtilafu Ummati Rahmah pertama kali diunggah pada 2 Oktober 2021
[i] https://aliftaa.jo/Question.aspx?QuestionId=2575
[ii] Silsilah Hadits Dha’if dan Maudhu’ jilid 1, Syaikh nashirudin Al-Albani, Gema Insani Press, Jakarta, 1999, cetakan ketiga, hal. 68.
[iii] https://islamsyria.com/site/show_consult/8
[iv]https://binbaz.org.sa/fatwas/9137/%D8%A7%D9%84%D8%AD%D9%83%D9%85%D8%B9%D9%84%D9%89%D8%AD%D8%AF%D9%8A%D8%AB%D8%A7%D8%AE%D8%AA%D9%84%D8%A7%D9%81%D8%A7%D9%85%D8%AA%D9%8A%D8%B1%D8%AD%D9%85%D8%A9
[v]https://dorar.net/hadith/search?q=%D8%A7%D8%AE%D8%AA%D9%84%D8%A7%D9%81%20%D8%A3%D9%85%D8%AA%D9%8A%20%D8%B1%D8%AD%D9%85%D8%A9
Baca juga: Contoh Hadits Qudsi