Pengertian Hadits Mutawatir: Definisi, Contoh, Syarat & Pembagiannya

Bila dilihat dari segi sampainya hadits kepada kita terbagi menjadi dua bagian yaitu hadits mutawatir dan hadits ahad. Sebuah hadits dikatakan mutawatir apabila memiliki beberapa jalur yang jumlahnya tidak terbatas dengan bilangan tertentu.

Tulisan ini membahas Pengertian Hadits Mutawatir secara definisi, contoh, syarat, pembagian dan hukumnya. Tema hadits mutawatir merupakan tema yang selalu menarik untuk dibahas. Sebab, hadits mutawatir adalah hadits yang dapat diterima apabila telah dipastikan kemutawatirannya.

Sedangkan hadits ahad atau khabar ahad bila hadits tersebut memiliki jalur yang terbatas dengan bilangan tertentu. Baik khabar mutawatir maupun ahad ada pembagian dan rinciannya. Tulisan ini akan menjelaskan secara lengkap tentang hadits mutawatir.

Pengertian Hadits Mutawatir Adalah

Pengertian Hadits Mutawatir secara bahasa dan Istilah yang dimaksud hadis mutawatir lafdzi maknawi

Berikut ini pengertian hadits mutawatir dari segi bahasa dan istilah:

Arti Mutawatir secara bahasa

Secara bahasa mutawatir memiliki makna sebagai berikut:

  1. Mutawatir menurut Dr. Nawir Yuslem,MA

Mutawatir secara kebahasaan adalah isim fa’il dari التواتر at-tawaatur yang berarti التتابع at-tataabu’ yaitu berturut-turut. [Ulumul Hadis, Dr. Nawir Yuslem, MA, hal.200]

  1. Mutawatir menurut Dr. Mahmud Thahhan

Mutawatir menurut bahasa mutawatir merupakan isim fa’il, pecahan kata dari تَواتَرَ tawaatara, yang berarti تَتَابَعَ tataaba’a (berturut-turut).

Dikatakan تَواتَرَ الْمَطَر tawaataral mathar, yang berarti hujan turun secara terus menerus. [ Ilmu Hadits Praktis, Dr. Mahmud Thahan, hal.20]

Definisi Hadits Mutawatir secara istilah

  1. Terkait pengertian hadits mutawatir secara istilah, Dr. Nawir Yuslem, MA. mengatakan bahwa menurut para ulama hadits, mutawatir berarti hadits yang diriwayatkan oleh orang banyak yang mustahil menurut adat (kebiasaan) bahwa mereka bersepakat untuk berbuat dusta. [Ulumul hadits, hal. 200]
  2. Sedangkan Dr. Mahmud Thahhan mengatakan,

مَا رَوَاهُ عَدَدٌ كَثِيْرٌ تٌحِيْلُ اْلعَادَةُ تَوَاطَؤُهُمْ عَلَى اْلكَذِبِ

Hadits mutawatir adalah hadits yang diriwayatkan oleh banyak orang (rawi) yang menurut kebiasaan mustahil mereka bersepakat untuk berdusta.

Yang dimaksud oleh definisi ini adalah hadits atau khabar yang diriwayatkan oleh banyak rawi dalam setiap tingkatan (thabaqat) sanadnya, yang menurut akal dan adat kebiasaan mustahil mereka (para perawi itu) sepakat untuk menyalahi khabar tersebut. [Ilmu Hadits Praktis, hal. 20]

Baca juga: Contoh Hadits Aziz dan Penjelasannya

Penjelasan Makna Hadits Mutawatir

Imam Nawawi menjelaskan bahwa hadits mutawatir adalah hadits yang diriwayatkan oleh orang yang memiliki ilmu dengan kejujuran mereka secara pasti dari orang yang semisal dengan mereka mulai dari awal sanad hingga akhir sanad.

Sedangkan M. ‘Ajjaj Al-Khathib mengatakan hadits yang diriwayatkan oleh sejumlah perawi yang mustahil secara adat (kebiasaan) mereka akan sepakat untuk melakukan dusta, (yang diterimanya) dari sejumlah perawi yang sama (semisal) dengan mereka, dari awal sanad sampai kepada akhir sanad dengan syarat tidak rusak (kurang) jumlah perawi tersebut pada seluruh tingkatan sanad.

Dengan demikian bisa disimpulkan bahwa hadits mutawatir adalah hadits yang memiliki sanad yang pada setiap tingkatannya terdiri atas perawi yang banyak, dengan jumlah yang menurut hukum adat (kebiasaan) atau akal, tidak mungkin bersepakat untuk melakukan kebohongan terhadap hadits yang mereka riwayatkan tersebut. [Ulumul Hadis, hal. 202-203]

Baca juga: Pengertian Hadits Ahad dan Contohnya

4 Syarat Hadits Mutawatir dan Penjelasannya

Definisi Syarat Hadits Mutawatir adalah brainly, sebutkan syarat-syarat hadits mutawatir, uraikan syarat hadits mutawatir

Dari penjelasan di atas tampak jelas bahwa hadits mutawatir tidak akan terpenuhi kecuali bila memenuhi empat syarat, yaitu:

  1. Diriwayatkan oleh banyak rawi.

Terdapat perselisihan mengenai jumlah minimal tentang banyaknya rawi. Menurut pendapat yang terpilih, paling sedikit ada 10 orang. [Ilmu Hadits Praktis, hal. 20]

Ada yang berpendapat minimal 4 orang dalam setiap thabaqat, sebagaimana dikemukakan oleh Abu Al-Thayyib karena dianalogikan kepada saksi dalam Qadzaf.

Ada yang mengharuskan lima orang, dianalogikan dengan jumlah nabi yang memperoleh gelar Ulul Azmi. Ada yang mengharuskan 20 orang karena diqiyaskan kepada al-Quran surat Al-Anfal: 65.

يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ حَرِّضِ الْمُؤْمِنِينَ عَلَى الْقِتَالِ ۚ إِنْ يَكُنْ مِنْكُمْ عِشْرُونَ صَابِرُونَ يَغْلِبُوا مِائَتَيْنِ ۚ وَإِنْ يَكُنْ مِنْكُمْ مِائَةٌ يَغْلِبُوا أَلْفًا مِنَ الَّذِينَ كَفَرُوا بِأَنَّهُمْ قَوْمٌ لَا يَفْقَهُونَ

Hai Nabi, kobarkanlah semangat para mukmin untuk berperang. Jika ada dua puluh orang yang sabar diantaramu, niscaya mereka akan dapat mengalahkan dua ratus orang musuh. Dan jika ada seratus orang yang sabar diantaramu, niscaya mereka akan dapat mengalahkan seribu dari pada orang kafir, disebabkan orang-orang kafir itu kaum yang tidak mengerti.

Penentuan jumlah tersebut sebenarnya adalah relatif karena yang menjadi tujuan utamanya adalah terpenuhinya syarat nomor tiga, yaitu mustahilnya mereka bersepakat melakukan dusta atas berita yang mereka riwayatkan. [Ulumul Hadis, hal. 203-204]

  1. Jumlah bilangan rawi tersebut terdapat pada seluruh tingkatan (thabaqat) sanad.
  2. Menurut kebiasaan, mustahil mereka bersepakat untuk berdusta.

Mereka mungkin tinggal di negeri yang berbeda-beda, bangsa yang berlainan, madzhab yang berbeda-beda dan hal yang semacam itu.

Berdasarkan hal ini maka banyaknya orang yang menyampaikan berita tidak begitu saja ditetapkan bahwa khabarnya itu mutawatir. Kadangkala jumlah (rawinya) lebih sedikit, namun khabar yang disampaikannya adalah mutawatir. Penetapan tersebut sesuai dengan kondisi para perawi.

  1. Khabar mereka disandarkan kepada panca indera.

Seperti misalnya perkataan mereka sami’na (kami telah mendengar), roaina (kami telah melihat), atau lamasna (kami telah merasakan) dan sejenisnya.

Jika khabar mereka itu disandarkan pada akal, seperti, alam semesta ini baru (huduts), maka khabar seperti itu tidak dinamakan mutawatir. [Ilmu Hadits Praktis, Dr.Mahmud Thahhan, hal 20-21]

Baca juga: Hadis Masyhur dan Contohnya

Hukum Hadis Mutawatir Adalah

Artikel Hukum Hadits Mutawatir PDF, hukum mengamalkan hadis mutawatir, hukum menolak hadits mutawatir, hukum mempercayai, hukum menggunakan

Hadits mutawatir menunjukkan pada pengetahuan yang sifatnya pasti (al-Ilmu adh-Dharuri) yaitu sesuatu yang meyakinkan.

Dengan kata lain, manusia dipaksa untuk membenarkannya secara pasti (tashdiqan jaziman) sama seperti ia menyaksikan perkara itu dengan mata kepalanya sendiri, sehingga bagaimana mungkin ia meragukan perkara yang telah dibenarkannya.

Itulah yang disebut dengan khabar mutawatir. Oleh karena itu, hadits mutawatir – seluruhnya – diterima. Tidak diperlukan lagi pembahasan mengenai kondisi para perawinya. [Ilmu Hadits Praktis, hal. 21]

Syaikh Muhammad Shalih al-Munajid mengatakan tentang hukum hadits mutawatir bahwa khabar mutawatir itu harus dibenarkan secara pasti karena hadits tersebut memberikan faedah ilmu yang bersifat qath’i (pasti) dan dharuri (tidak perlu penelitian lagi), meskipun tidak ada dalil lain yang menunjukkan kepadanya.

Demikian pula tidak perlu melakukan pengkajian tentang keadaan para perawi. Orang yang berakal tidak akan ragu dalam masalah ini.[i]

Baca juga: Pengertian Hadits Gharib dan Contohnya

Pembagian Hadits Mutawatir

Pembagian Hadits Mutawatir Lafdzi hadis mutawatir Maknawi adalah macam macam hadis mutawatir adalah

Hadits mutawatir terbagi menjadi dua yaitu mutawatir lafzhi dan mutawatir maknawi.

1. Mutawatir lafdzi (متواتر لفظي)

Yang dimaksud dengan hadits mutawatir lafzhi adalah hadits yang mutawatir lafazh dan maknanya. Atau hadits yang mutawatir riwayatnya pada satu lafazh.

Sedangkan menurut ‘Ajjaj al-Khathib, hadits mutawatir lafzhi adalah hadits yang diriwayatkan dengan lafazhnya oleh sejumlah perawi dari sejumlah perawi yang lain yang tidak disangsikan bahwa mereka akan bersepakat untuk berbuat dusta dari awal sanad sampai ke akhir sanad.

2. Mutawatir maknawi (متواتر معنوي)

Yang dimaksud dengan hadits mutawatir maknawi adalah hadits yang mutawatir maknanya saja bukan pada lafazhnya.

Atau sejumlah perawi yang mereka itu mustahil bersepakat untuk berdusta, mereka meriwayatkan beberapa peristiwa yang berbeda, namun pada satu perkara tertentu memiliki kesamaan, sehingga perkara tersebut menjadi perkara yang mutawatir.

[Ulumul Hadis, hal 205-206 dengan sedikit penyesuaian]

Baca juga: Contoh Hadits Maudhu’ / Hadits Palsu

Contoh Hadits Mutawatir

Contoh Hadits Mutawatir Lafdzi Maknawi arab beserta artinya

Berikut ini sejumlah contoh hadits – mutawatir baik lafzhi maupun maknawi:

1. Contoh hadits mutawatir lafdzi

Rasulullah ﷺ bersabda,

مَنْ كَذَبَ عَلَىَّ مُتَعَمِّدًا فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنَ النَّارِ

“Siapa saja yang berdusta atas namaku secara sengaja maka hendaklah ia bersiap-siap menempati tempat duduknya di neraka.” [Hadits riwayat Al-Bukhari di dalam shahih Al-Bukhari no. 1291 dari Al-Mughirah bin Syu’bah]

Hadits ini diriwayatkan oleh lebih dari 70 orang sahabat.

2. Contoh hadits mutawatir maknawi

Berikut beberapa contoh hadits mutawatir maknawi:

  1. Hadits Mutawatir Makna tentang mengangkat kedua tangan ketika berdoa.

Hadits-hadits tentang mengangkat kedua tangan ketika berdoa dari Rasul banyak sekali. Hadits tersebut menggambarkan keadaan Rasulullah ﷺ berdoa dengan mengangkat tangan dengan berbagai keadaan. Jumlahnya ada sekitar 100 hadits.

Contoh hadits terkait nabi mengangkat tangan adalah sebagai berikut:

Rasulullah ﷺ Mengangkat Tangan Ketika Sholat Istisqa’

 حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنِ أَبِي شَيْبَةَ حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ أَبِي بُكَيْرٍ عَنْ شُعْبَةَ عَنْ ثَابِتٍ عَنْ أَنَسٍ قَالَ رَأَيْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَرْفَعُ يَدَيْهِ فِي الدُّعَاءِ حَتَّى يُرَى بَيَاضُ إِبْطَيْهِ (رواه مسلم، كتاب صلاة الاستسقاء، نمرة: 5/895)

”Diceritakan kepada kami oleh Abu Bakar bin Abi Syaibah, diceritakan kepada kami oleh Yahya bin Abi Bukair, dari Syu’bah, dari Tsabit, dari Anas, ia berkata, ‘Saya melihat Rasulullah ﷺ mengangkat kedua tangannya ketika berdoa, sehingga kelihatan kedua ketiaknya yang putih.”

Dalam kesempatan lain, Nabi ﷺ menghadap kiblat lalu mengangkat kedua tangannya dan berdoa untuk Suku Daus,

اللَّهمَّ اهدِ دَوْسًا

”Ya Allah ! Berilah petunjuk kepada suku Daus.” [Hadits riwayat Al-Bukhari di dalam Al-Adab Al-Mufrad no. 611]

Selengkapnya, bisa merujuk kumpulan hadits mengangkat tangan.

Masing-masing hadits itu menyebutkan Rasulullah ﷺ mengangkat kedua tangannya ketika berdoa. Meskipun masing-masing hadits terkait dengan berbagai perkara (kasus) yang berbeda-beda.

Masing-masing perkara tadi tidak bersifat mutawatir. Penetapan bahwa mengangkat kedua tangan ketika berdoa termasuk mutawatir karena pertimbangan digabungkannya berbagai jalur hadits tersebut. [Ilmu Hadits Praktis, hal. 21-22]

  1. Hadits Mutawatir Makna tentang turunnya Nabi Isa bin Maryam.

Hadits tentang turunnya Nabi Isa bin Maryam sangat banyak sekali dengan berbagai makna. Ini menunjukkan bahwa hal tersebut merupakan salah satu hadits mutawatir. Berikut salah satu contoh lafadz haditsnya:

وَاللهِ لَيَنْزِلَنَّ ابْنُ مَرْيَمَ حَكَماً عَادِلاً فَلَيَكْسِرَنَّ الصَّلِيْبَ رواه مسلم (155)

Artinya: Demi Allah, Isa Ibnu Maryam sungguh akan turun (ke bumi) sebagai hakim yang adil dan akan menghancurkan salib. (HR. Muslim: 155)

  1. Hadits Mutawatir Makna tentang tidak kekalnya orang Islam di neraka.
  2. Hadits Mutaatir Makna tentang datangnya dajjal.

Dajjal adalah fitnah terbesar bagi manusia. Karenanya, setiap nabi memperingatkan tentang fitnah dajjal. Hadits tentang kedatangan Dajjal sangat banyak sekali. (Selengkapnya baca: Kumpulan Hadits Tentang Dajjal)

Berikut salah satu hadits yang menunjukkan bahwa setiap nabi yang diutus Allah itu pasti memperingatkan umatnya tentang Dajjal:

وفي (الصحيحين) عن أنس رضي الله عنه قال: قال النبي صلى الله عليه وسلم :مَا بُعِثَ نَبِى إِلا أَنْذَرَ أُمَّتَهُ الأَعْوَرَ الْكَذَّابَ أَلا إِنَّهُ أَعْوَرُ وَإِنَّ رَبَّكُمْ لَيْسَ بِأَعْوَرَ وَإِنَّ بَيْنَ عَيْنَيْهِ مَكْتُوبٌ كَافِرٌ

Di dalam Shahih Al-Bukhari dan Muslim dari Anas Radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, ”Nabi ﷺ bersabda, ”Tidak seorang nabi pun yang diutus kecuali dia memperingatkan umatnya tentang Dajjal yang buta sebelah matanya dan pendusta. Sesungguhnya Rabb kalian tidaklah buta sebelah. Di antara kedua mata Dajjal tertulis (kata) Kafir.”

[Hadits riwayat Al-Bukhari (7131) dan Muslim (2933). Hadits ini redaksi dari riwayat Al-Bukhari]

  1. Hadits Mutawatir Makna tentang iftiraqul ummah (perpecahan umat Islam)

Hadits tentang perpecahan umat terdapat dengan berbagai redaksi yang mencapai derajat mutawatir. (Selengkapnya baca kumpulan hadits: Hadits tentang perpecahan umat)

Berikut salah satu contoh lafadz haditsnya:

فَقَدْ ثَبَتَ فِيْ اْلحَدِيْثِ الصَّحِيْحِ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: افْتَرَقَتِ اْليَهُوْدُ عَلَى إِحْدَى وَسَبْعِيْنَ فِرْقَةً، وَافْتَرَقَتِ النَّصَارَى عَلَى اثْنَتَيْنِ وَسَبْعِيْنَ فِرْقَةً، وَسَتَفْتَرِقُ هَذِهِ الْأُمَّةُ عَلَى ثَلَاثَ وَسَبْعِيْنَ فِرْقَةً كُلُّهَا فِيْ النَّارِ إِلَّا وَاحِدَةً، قِيْلَ: مَنْ هِيَ يَا رَسُوْلَ اللهِ؟ قَالَ: مَنْ كَانَ عَلَى مِثْلِ مَا أَنَا عَلَيْهِ وَأَصْحَابِيْ. وَفِيْ بَعْضِ الرِّوَايَاتِ: هِيَ اْلجَمَاعَةُ. رَوَاهُ أَبُوْ دَاوُدَ وَالتِّرْمِذِيْ وَابْنُ مَاجَه وَاْلحَاكِمُ، وقال: صحيح على شرط مسلم

Bahwa nabi SAW bersabda: Orang-orang yahudi berpecah belah menjadi 71 golongan, dan orang nashoro berpecah belah menjadi 72 golongan, dan umat ini akan berpecah menjadi tujuh puluh tiga golongan. Semuanya masuk ke dalam neraka, kecuali satu golongan. Para sahabat bertanya, “Siapakah mereka, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Mereka adalah golongan yang berjalan di atas jalan ditempuh oleh aku dan para sahabatku.” Dalam Riwayat lain yaitu al-jama’ah. (Hadits Riwayat Abu Dauw, Tirmidzi, Ibnu Majah, dan Hakim. Ini merupakan hadits shahih sesuai syarat Imam Muslim)

  1. Hadits thaifah manshurah (golongan yang selalu mendapat pertolongan Allah Ta’ala) dan lain-lain banyak sekali. [Pengantar Ilmu Mushthalahul Hadits, Abdul Hakim bin Amir Abdat, Darul Qalam, hal. 195]

Salah satu hadits Thaifah manshurah adalah hadits Imam Al-Bukhari rahimahulah meriwayatkan dari Al-Mughirah bin Syu’bah radhiyallahu ‘anhu, Nabi ﷺ bersabda,

لا يَزَالُ طَائِفَةٌ مِنْ أُمَّتِي ظَاهِرِينَ، حَتَّى يَأْتِيَهُمْ أَمْرُ اللَّهِ وَهُمْ ظَاهِرُوْنَ

”Akan senantiasa ada sekelompok orang dari umatku yang senantiasa meraih kemenangan, sampai ketetapan dari Allah ‘Azza wa Jalla datang atas mereka dan mereka senantiasa berjaya.” [Hadits riwayat Al-Bukhari no. 7311]

Hadits tentang thaifah manshurah ini sangat banyak sekali lafadznya dan mencapai derajat mutawatir maknawi. Selengkapnya silahkan merujuk tulisan kumpulan hadits thaifah manshurah.

Baca juga: Hadits Tentang Kompetisi Dalam Kebaikan

Buku-Buku Yang Membahas Hadits Mutawatir

Buku Referensi Yang Membahas Hadits Mutawatir

Para ulama telah memberikan perhatian yang sungguh-sungguh dengan mengumpulkan hadits-hadits mutawatir lalu menjadikannya sebagai kitab khusus (mushannaf) tersendiri untuk memudahkan para penuntut ilmu merujuk kepadanya. Di antara kitab-kitab tersebut adalah:

  1. Al-Azhar Al-Mutanatsirah fil Akhbar al-Mutawatirah, karya Imam Suyuthi yang tersusun menurut bab per bab.
  2. Quthaful Azhar karya Imam Suyuthi yang merupakan ringkasan dari kitabnya yang terdahulu.
  3. Nazhamul Mutanatsir minal hadits Al-Mutawatir karya Muhammad bin Ja’far al-Kattani. [Ilmu Hadits Praktis, hal. 22]

Sampai di sini saja pembahasan tentang hadits mutawatir. Semoga tulisan ini bermanfaat untuk menambah wawasan tentang hadits mutawatir.

Bila ada kebenaran dalam tulisan ini maka dari Allah Ta’ala semata karena rahmat dan fadhilah-Nya. Dan bila ada kesalahan di dalamnya maka dari kami dan setan. Semoga Allah Ta’ala berkenan mengampuni kesalahan kami dan kaum Muslimin.

Tulisan hadits mutawatir ini pertama kali diunggah pada 4 September 2021


[i] https://islamqa.info/ar/answers/34651/%D8%A7%D9%84%D8%AD%D8%AF%D9%8A%D8%AB-%D8%A7%D9%84%D9%85%D8%AA%D9%88%D8%A7%D8%AA%D8%B1

makalah hadis mutawatir dan contohnya pdf syarat hukum pengertian makna

Leave a Comment